GOPOS.ID, GORONTALO – Wakil Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Hi. La Ode Haimudin, menyoroti berbagai persoalan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 dan meminta agar dilakukan evaluasi menyeluruh. Menurutnya, persoalan pemerataan pendidikan dan efektivitas pembangunan sekolah harus menjadi fokus utama dalam kebijakan pendidikan ke depan.
Pernyataan tersebut disampaikan La Ode dalam rapat kerja Komisi IV DPRD bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo, Senin (26/5/2025).
Ia menilai sistem SPMB saat ini yang berbasis domisili tidak jauh berbeda dengan sistem zonasi sebelumnya. Bedanya, sistem baru ini mencakup wilayah yang lebih luas dan menerapkan verifikasi dokumen domisili yang lebih ketat.
“Peran Disdukcapil sangat menentukan. Mereka harus memastikan bahwa calon siswa memang benar-benar berdomisili di wilayah yang didaftarkan, minimal dua tahun. Kalau hanya pinjam alamat, tetap bisa, tapi nilainya kecil,” ungkap La Ode.
Ia juga menyoroti membludaknya jumlah pendaftar di sekolah-sekolah unggulan seperti SMA Negeri 1 Gorontalo, SMA Negeri 3, serta sekolah di wilayah Kabila, Limboto, Marisa, Kwandang, dan Tibawa. Kondisi ini terjadi meskipun masih tersedia kuota dari jalur afirmasi, mutasi, dan terutama jalur prestasi yang bisa mencapai 30 persen.
“Sistem penilaian prestasi perlu direvisi. Tidak bisa hanya berdasarkan angka tinggi seperti 90 ke atas. Banyak siswa ranking satu di sekolahnya belum tentu bisa mencapai nilai itu. Penilaian harus proporsional berdasarkan peringkat di masing-masing sekolah,” jelasnya.
La Ode juga mengkritisi ketidakseimbangan antara jumlah lulusan SMP dan kapasitas daya tampung SMA/SMK di Provinsi Gorontalo. Dengan daya tampung mencapai 24.000 siswa dan lulusan hanya sekitar 15.000, banyak sekolah akhirnya kekurangan peserta didik.
“Ini pertanda bahwa pembangunan sekolah belum direncanakan secara matang. Beberapa sekolah yang dibangun justru kekurangan murid, dan ironisnya, guru yang mengajar sebagian besar masih berstatus honorer,” ujarnya.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah daerah tak segan mengevaluasi, bahkan bila perlu menutup sekolah yang tidak efektif. Namun, ia menekankan bahwa setiap keputusan harus diiringi solusi konkret, seperti pembangunan sekolah berasrama untuk daerah-daerah terpencil.
“Kalau memang harus tutup, jangan asal tutup. Harus ada solusi untuk anak-anak. Bangun sekolah boarding school di daerah terpencil dengan sistem seleksi yang ketat,” tegas La Ode.
Isu distribusi tenaga pendidik juga menjadi perhatian. Ia menyebut guru-guru berkualitas dan calon kepala sekolah masih terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Gorontalo, Limboto, dan Boalemo.
“Kita harus berani mendistribusikan guru-guru terbaik ke daerah-daerah. Tapi tentu harus ada insentif, misalnya tunjangan untuk wilayah terpencil,” tambahnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, La Ode meyakini kualitas pendidikan di sekolah-sekolah non-favorit akan meningkat dan kesenjangan antar wilayah dapat ditekan.
“Jangan hanya sekolah favorit yang terus dijaga kualitasnya. Sekolah lainnya juga harus diperhatikan, baik dari segi tenaga pendidik maupun infrastruktur,” pungkasnya. (isno/gopos)