GOPOS.ID, GORONTALO – Sebagai daerah mayoritas muslim. Suasana Ramadan di Gorontalo pastinya terasa berbeda dibandingkan bulan lainnya. Apalagi daerah Gorontalo memiliki tradisi unik setiap ramadan.
Salah satu tradisi itu adalah tumbilotohe, atau lebih familiarnya disebut pasang lampu. Tradisi ini dilaskanakan oleh masyarakat Gorontalo pada penghujung ramadan. Tepatnya tiga hari sebelum hari lebaran Idul Fitri.
Keunikan tumbilotohe menjadikan tradisi setiap ramadan itu sebagai salah satu potensi pariwisata. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Provinsi maupun kabupaten/kota Gorontalo rutin menggelar festival tumbilotohe.
Kegiatan festival membuat pelaksanaan tumbilotohe makin semarak. Berbagai bentuk dan kreasi lampu ditampilkan oleh masyarakat di setiap kelurahan dan desa. Tak hanya lampu tradisiona berupa lampu botol, lampu hias hingga isntalasi cahaya dikreasikan untuk menampilkan karya seni tumbilotohe bernilai tinggi.
Namun pada ramadan kali ini, masyarakat Gorontalo maupun dari luar daerah dipastikan tak akan menikmati keindahan ribuan bahkan jutaan lampu di malam tumbilotohe. Sebab, tahun ini Pemprov Gorontalo maupun pemerintah kabupaten/kota tidak akan menggelar festival lampu tumbilotohe.
Kebijakan itu diambil seiring merebaknya wabah corona (Covid-19). Menjelang ramadan, jumlah kasus warga yang terpapar positif covid-19 terus bertambah. Oleh karena itu, sejumlah kegiatan di bulan ramadan yang melibatkan banyak orang pada masa pandemi Covid-19 ditiadakan.
“Kegiatan amaliah ramadan, seperti tarawih berjamaah, sahur serta buka pusasa dilaksanakan di rumah masing-masing. Termasuk tradisi tumbilotohe, dilaksanakan di setiap rumah,” ujar Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie.
Baca juga: Penerapan PSBB di Gorontalo Diundur 5 Mei 2020
Tak adanya festival tumbilotohe membuat Ramadan kali ini memang terasa agak berbeda. Apalagi jauh hari sejumlah pemuda di Gorontalo sudah bersiap diri untuk menyelenggarakan festival tumbilotohe.
Seperti pemuda di Kelurahan Ipilo. Jauh hari sebelum Ramadan, mereka sudah menyiapkan pelaksanaan tumbilotohe secara massal.
“Dari sebelum merebaknya corona, kami sudah siap. Kita berharap pertengahan ramadan sudah corona sudah mereda,” ungkap Sutami Huntua, panitia pelaksana tumbilotohe di Kelurahan Ipilo.
Ia menambahkan, untuk penyelenggaraan tumbilotohe pihaknya akan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah.
“Bila memang nantinya virus corona dinyatakan tidak mengancam lagi kita laksanakan. Kita juga berharap banyak seperti itu,” ungkap penuh harap.
Selain tumbilotohe, tradisi unik lain saat ramadan di Gorontalo adalah pasar senggol. Pasar yang hanya hadir tatkala ramadan saja. Pasar tradisional ini biasanya digelar pada pekan kedua atau pertengahan Ramadan.
Di pasar senggol berbagai kebutuhan masyarakat Gorontalo menyambut ramadan diperjualbelikan. Mulai dari pakaian, peralatan dapur, hingga berbagai perabot dan perlengkapan rumah tangga.
Di Kota Gorontalo, lokasi pasar senggol dipusatkan di dua titik. Yakni di kompleks Pasar Setya Praja atau dikenal sebutan “Pasar Tua”. Kemudian di kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo.
“Seiring adanya wabah pandemi Covid-19, maka tahun ini Pemkot Gorontalo tidak menggelar pasar senggol. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kerumunan orang banyak,” ujar Wali Kota Gorontalo Marten Taha.
Di sisi lain, tradisi bagi-bagi takjil yang kerap dilaksanakan di tepi jalan umum, pada Ramadan kali ini tak terlihat. Biasanya di awal ramadan, aksi bagi-bagi takjil cukup ramai di berbagai sudut Kota Gorontalo. Aksi itu pun dilaksanakan berbagai instansi hingga komunitas.
Tidak adanya aksi bagi-bagi takjil dikarenakan kebijakan social distancing, atau pembatasan sosial. Kebijakan itu membuat banyak orang berada di rumah. Aktivitas lalu lalang orang pun jauh berkurang dibandingkan ramadan sebelumnya.(pras/andi/hasan/gopos)