GOPOS.ID, GORONTALO – Pentingnya Indeks Kerukunan Beragama sebagai indikator sosial mengemuka pada dialog penguatan moderasi beragama yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) bekerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Gorontalo dan Rumah Moderasi Beragama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Sabtu (10/5/2025).
Turut hadir pada dialog tersebut mahasiswa lintas agama, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, pengurus FKUB hingga jajaran Rumah Moderasi Beragama IAIN Sultan Amai Gorontalo.
Melalui tema “Beragama dengan Santun, Bernegara dengan Damai”, peserta forum turut serta membangun ruang dialog yang meneguhkan semangat keagamaan dan kebangsaan lewat penguatan moderasi beragama di Gorontalo.
Pada kesempatan itu, Ketua FKUB Provinsi Gorontalo, Abd. Rasyid Kamaru membuka dialog dengan pernyataan tegas namun menyejukkan.
“NKRI itu bukan milik agama tertentu. Bukan Negara Keislaman Republik Indoensia, bukan Negara Kekristenan, bukan Negara Kebuddhaan, bukan pula Negara Kekonghuchuan. NKRI adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Titik. Bukan koma,” tegas Rasyid.
Sementara Wiwik Widyawati Mayang turut membongkar 10 sumber konflik keagamaan yang seringkali menjadi pemicu ketegangan. Dari isu rumah ibadah, penyiaran agama, perayaan hari besar hingga ujaran kebencian dan pernikahan lintas iman.
“Kalau kita tidak peka, potensi konflik ini bisa jadi bom waktu. Tapi kalau kita bijak, justru bisa jadi ladang toleransi,” ucapnya.
Sesi selanjutnya menghadirkan pemikiran reflektif dari Abd. Razak Umar yang menekankan pentingnya Indeks Kerukunan Umat Beragama sebagai indikator sosial.
“Islam sejak awal menjunjung tinggi perbedaan. Toleransi bukan barang baru. Nilai-nilai itu bahkan terangkum dalam Pancasila—rumah besar semua umat di Indonesia,” katanya.
Dialog yang dipandu dengan apik oleh Ketua Rumah Moderasi Beragama IAIN Sultan Amai Gorontalo, Arfan Nusi, diskusi berjalan cair dan terbuka. Tak ada sekat, tak ada kecurigaan. Semua berbicara dalam bahasa yang sama, yakni kebersamaan.
Peserta pun menyampaikan harapan agar forum seperti ini tak berhenti sebagai agenda seremonial semata.
“Kami butuh ruang seperti ini. Tempat di mana kita bisa bicara tanpa takut, berbeda tanpa saling curiga, dan bersatu tanpa menghapus identitas, apalagi kema bhakti moderasi beragama yang akan digagas oleh Kementerian Agama Provinsi Gorontalo akan terlaksana jika anggaran tidak kena efisiensi” ungkap Yaser Usman salah satu peserta.(*)