GOPOS.ID, INDEPTH – Kebutuhan penggunaan media sosial diera kini seakan menjadi kebutuhan tersendiri bagi setiap manusia. Bahkan ketika seseorang kehilangan atau ketinggalan gadget, seakan hidup mereka tidak tenang. Sering muncul kegelisahan, serta tak dapat melakukan sesuatu pekerjaan. Dibalik ketergantungan media sosial, rupanya bisa memicu terjadinya gangguan mental.
Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa, Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr. Jeane Dalie mengungkapkan bahwa penggunaan gadget mempunyai hal positif, apabila digunakan dengan baik. Namun akan berefek buruk jika digunakan oleh anak-anak jika tidak didampingi.
“Iya. Media sosial lebih sering memiliki risiko sulit tidur tiga kali lebih besar daripada yang lainnya. Kurang tidur bisa menyebabkan banyak masalah. Seperti kecemasan, depresi, dan menurunnya kualitas kesehatan secara umum,” ucap dr. Jean.
Untuk mengurangi dampak buruk dari media sosial ini, dr Jean menyerankan agar cerdas bermedia sosial. Tanamkan sikap kritis dan mencari tahu informasi agar tidak mudah terpengaruh dan pada akhirnya memengaruhi kondisi kesehatan mental.
Baca juga: Puskesmas Kabila Percontohan Posyandu Jiwa
“Diharapkan masing-masing individu bisa melakukan refleksi diri dan lebih bijak menggunakan media sosial. Misalnya menentukan batas atau membuat jadwal kegiatan yang bisa menggantikan penggunaan media sosial. Jika digunakan secara tepat, maka media sosial dapat berguna bagi kita,”jelasnya.

Sementara itu, dilansir National Center for Health Research, remaja yang menghabiskan waktu lebih dari lima jam sehari di media sosial. 71 persen lebih berpotensi untuk mengalami gangguan mental.
Angka tersebut lebih besar dibandingkan remaja yang hanya mengakses media sosial satu jam dalam sehari. Terdapat beberapa jenis gangguan mental yang bisa dipicu, diantaranya.
1. Depresi, menurut dr. Jean bahwa resiko ini menjadi dari kecanduan gedget atau media sosial. Orang yang mengalami depresi akan merasakan kesedihan yang dalam dan tidak sebentar. Apalagi itu jika terjadi kepada anak-anak kalau dilarang atau dibatasi untuk menggunakan medsos.
2. Fear of Missing Out (FOMO) adalah kondisi di mana seseorang takut merasa tertinggal dari keramaian. Dalam hal ini informasi yang ada di media sosial. FOMO membuat seseorang kecanduan mengakses Facebook, Twitter, Instagram, Snapchat, dan lainnya.
Penderita FOMO akan merasa cemas jika mereka tidak terhubung dengan media sosial walaupun hanya beberapa menit. Sayangnya kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa perilaku tersebut bukanlah hal yang wajar.
3. Borderline Personality Disorder (BPD), pernahkah kamu merasa ditinggalkan oleh teman saat melihat post Instagram mereka yang sedang hang out tanpamu? Ini adalah salah satu tanda dari Borderline Personality Disorder (BPD). Gangguan ini biasa dialami oleh para dewasa muda.

4. Social media anxiety disorder, orang yang mengalami social media anxiety disorder menunjukkan perilaku yang mirip dengan orang kecanduan media sosial. Mereka tidak bisa lepas dari handphone untuk mengecek akunnya. Mereka juga terobsesi pada jumlah followers, likes, dan komentar di post mereka. Jika jumlahnya tidak sesuai dengan apa yang diekspektasikan, mereka akan merasa cemas dan gelisah.
Baca juga: Pemilih Pemilu 2019 di Kota Gorontalo 133 Ribu Jiwa
5. Body Dysmorphic Disorder (BDD), “Wah body goals banget!” komentar tersebut sering terlihat di akun media sosial public figure yang memiliki tubuh hampir sempurna. Followers mereka pun terinspirasi untuk mengikuti tips diet dan pola makannya.
Namun tidak semua orang bisa menyikapinya dengan positif. Sebagian malah semakin merasa insecure dan tidak pede dengan penampilan tubuhnya. Mereka termasuk orang-orang dengan Body Dysmorphic Disorder (BDD).
6. Munchausen syndrome, media sosial memang tempat yang cocok untuk mencari ketenaran. Tidak jarang orang biasa yang tiba-tiba menjadi terkenal di media sosial akibat prestasi, tingkah lucu, bakat, dan lain-lain. Namun tidak dengan pengidap munchausen syndrome.
Mereka menggunakan cara yang tidak benar, yaitu dengan memalsukan kisah hidupnya. Biasanya orang dengan munchausen syndrome suka mengumbar cerita sedih hingga memalsukan penyakit. Semua dilakukan untuk mendapatkan perhatian orang lain.

7. Narcissistic Personality Disorder, dilansir dari Medical Xpress sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan, termasuk mengunggah selfie dan foto diri, memiliki kaitan dengan narsisme. Ini lebih banyak ditunjukkan oleh pengguna media sosial yang menonjolkan aspek visual seperti Instagram, Facebook, dan Snapchat.
Dikutip dari sumber yang sama, Profesor Roberto Truzoli dari Milan University mengatakan bahwa penggunaan elemen visual dari media sosial bisa meningkatkan risiko narsisme. (andi/muhajir/gopos)