No Result
View All Result
gopos.id
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • INFOGRAFIS
    • Info Pasar
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Pohuwato
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Boalemo
    • Bolmut
    • Kota Smart
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • INFOGRAFIS
    • Info Pasar
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Pohuwato
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Boalemo
    • Bolmut
    • Kota Smart
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi
No Result
View All Result
No Result
View All Result
gopos.id

Jejak Keluarga Tom Lembong di Gorontalo

Oleh : Dr. Funco Tanipu., ST., M.A (Founder The Gorontalo Institute)

Admin by Admin
Selasa 22 Juli 2025
in Perspektif
0
Jejak Keluarga Tom Lembong di Gorontalo

Tom Lembong. Dok pribadi / IG

0
SHARES
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

KETIKA nama Tom Lembong kembali mencuat di ruang publik karena masalah hukum, banyak yang berfokus pada status tersebut dan perjalanan kariernya sebagai mantan Menteri Perdagangan, politisi, dan teknokrat nasional. Namun, di balik sorotan hukum itu, ada satu hal yang tidak pernah dibahas yakni bahwa latar belakang keluarga Lembong memiliki akar sejarah pendidikan di Gorontalo dan perjuangan panjang, bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Mengapa Keluarga Lembong Memilih Gorontalo?

Gorontalo menjadi pusat penting dalam kawasan Teluk Tomini karena perpaduan antara posisi geografis strategis, kelimpahan sumber daya alam, dan kebijakan politik lokal yang terbuka terhadap perdagangan antarbangsa. Terletak di antara jalur pelayaran utama yang menghubungkan Ternate di utara dan Makassar di selatan, Gorontalo berfungsi sebagai pelabuhan transit dan simpul logistik dalam jaringan perdagangan regional. Komoditas ekspor seperti emas, kopra, rotan, dan hasil hutan lainnya menjadi daya tarik utama kawasan ini, terutama pada abad ke-17 hingga ke-19, yang menjadikannya pusat pertemuan kapal dagang dari berbagai etnis dan bangsa.

Dalam dinamika itu, etnis Tionghoa memegang peran strategis. Mereka datang sebagai pedagang emas dan barang dagangan lainnya, menjalin hubungan langsung dengan penambang lokal, dan mengekspor emas, bahkan ke pasar internasional. Di Gorontalo, mereka membentuk kampung-kampung dagang bersama komunitas lainnya seperti Bugis, Arab, dan Minahasa. Kehadiran mereka tidak hanya memperkuat jaringan ekonomi, tetapi juga memperkaya struktur sosial budaya kota pelabuhan ini. Meski sempat dibatasi oleh kebijakan monopoli VOC, aktivitas mereka tetap berlanjut bahkan melalui jalur perdagangan informal, menunjukkan ketahanan dan fleksibilitas ekonomi mereka.

Jejak Tionghoa di Gorontalo mencerminkan karakter kosmopolit kawasan Teluk Tomini sebagai ruang pertemuan antar etnis yang dinamis. Para pedagang Tionghoa, bersama kelompok etnis lainnya, menjadi bagian dari proses transformasi Gorontalo dari kota pesisir menjadi salah satu poros maritim yang berpengaruh di kawasan timur Nusantara saat itu. Dengan demikian, keterkaitan antara etnis Tionghoa, Gorontalo, serta Teluk Tomini bukan hanya soal perdagangan, tetapi juga tentang bagaimana perjumpaan budaya dan strategi politik lokal membentuk identitas kawasan ini sebagai pusat sejarah maritim yang penting.

Tom Lembong sendiri memiliki keluarga yang berasal dari kawasan Teluk Tomini. Ayah Tom adalah Yohanes Lembong atau Ong Joe Gie. Paman Tom sendiri bernama Wang You Shan atau dikenal dengan nama Eddie Lembong. Yohanes maupun Eddi merupakan anak dari sepuluh bersaudara dari pasangan Joseph Lembong dan Maria Lembong, keluarga imigran Tiongkok yang tinggal di Tinombo, Sulawesi Tengah. Eddie sendiri lahir di Tinombo, Sulawesi Tengah pada 30 September 1936.

Menurut penuturan Eddie kepada Hendri Gunawan (peneliti BRIN), Yohanes dan Eddie pernah bersekolah di di Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) Gorontalo. Mereka memilih THHK Gorontalo karena sekolah itu termasuk sekolah Tionghoa terbaik di kawasan Teluk Tomini saat itu.

Yohanes, setelah selesai sekolah di Gorontalo lalu pindah ke Manado dan melanjutkan sekolah dokter di Universitas Indonesia hingga mengambil spesialis jantung dan THT di universitas tersebut. Eddie Lembong sendiri lalu menjadi sosok berpengaruh dalam industri farmasi nasional sekaligus pemimpin perusahaan farmasi terbesar di Indonesia yakni PT Pharos.

Kedua orang tua dari Yohanes dan Eddie yakni pasangan Joseph Lembong dan Maria Lembong memilih Gorontalo karena pada saat itu Gorontalo adalah salah satu kota yang paling maju di kawasan Teluk Tomini. Kisah keluarga Lembong, khususnya Yohanes dan Eddi, menjadi cermin sejarah tentang warisan pendidikan dan mobilitas Gorontalo di kawasan Teluk Tomini. Meskipun mereka berasal dari Tinombo, keputusan untuk bersekolah di Gorontalo membuka jalan bagi lahirnya generasi yang kelak punya kontribusi nasional.

THHK dan Pendidikan Komunitas Tionghoa

Sekilas kisah ini menunjukkan bagaimana perpindahan keluarga Tionghoa dari kota kecil seperti Tinombo ke Gorontalo membuka jalan bagi mobilitas sosial, bahkan membawa dua bersaudara itu menjadi bagian dari elite intelektual nasional. Di titik ini, Gorontalo bukan sekadar tempat persinggahan. Kota ini memiliki sejarah pendidikan komunitas Tionghoa yang cukup kuat, yang antara lain direpresentasikan oleh kehadiran Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) sejak awal abad ke-20.

THHK Gorontalo berdiri pada 1908 dan menjadi salah satu cabang dari organisasi yang lebih besar yang berbasis di Batavia. Seperti disebut dalam riset RSIS International (2022), THHK adalah gerakan pendidikan modernis pertama dalam komunitas Tionghoa Hindia Belanda, didirikan tahun 1900 dan bertujuan memperkuat identitas dan martabat komunitas Tionghoa melalui pendidikan. Di Gorontalo, sekolah THHK berlokasi Kota Gorontalo. Dalam dokumen “Riwajat 40 Taon THHK Batavia” (1939), Gorontalo tercatat sebagai salah satu cabang yang aktif mengembangkan pendidikan dan kegiatan sosial bagi komunitas Tionghoa di kawasan timur. Sekolah ini sempat menjadi pilihan utama hingga akhirnya ditutup pada masa pendudukan Jepang. Dalam perkembangannya, THHK Gorontalo mengalami berbagai dinamika internal, termasuk perubahan kepengurusan, tantangan pendanaan dari komunitas lokal, dan penyesuaian kurikulum akibat tekanan politik kolonial. Data dari dokumen THHK Batavia dan arsip pendidikan Hindia Belanda memperlihatkan bahwa cabang di Gorontalo sempat mengalami kemunduran pada dekade 1930-an sebelum bangkit kembali lewat dukungan pedagang-pedagang Tionghoa lokal. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di THHK tidak semata didorong oleh pusat, tetapi juga oleh partisipasi aktif masyarakat setempat yang melihat pentingnya pendidikan modern sebagai jalan mobilitas sosial dan kebangsaan.

Baca Juga :  18 TAHUN PROVINSI GORONTALO: KRONIK DAN KECEMASAN

Pendidikan di THHK berorientasi pada bahasa Mandarin, ilmu pengetahuan modern, dan etika Konfusianisme, namun dalam praktiknya juga memuat semangat nasionalisme yang kuat. Para alumninya banyak yang kelak menjadi tokoh penting dalam bisnis, pendidikan, dan bahkan politik lokal maupun nasional.

Tokoh-Tokoh Tionghoa Asal Gorontalo dan Kiprah Nasional

Dalam konteks Gorontalo, sebagaimana dalam tulisan saya yang berjudul “Tokoh Nasional Tionghoa Asal Gorontalo”, sejumlah tokoh Tionghoa asal Gorontalo banyak tercatat memberi kontribusi penting dalam ranah intelektual dan pembangunan nasional.

Kisah tentang orang Tionghoa sukses di negeri ini banyak yang memulai masa kecilnya di Gorontalo. Selain Eddie Lembong dan Yohanes Lembong, ada tokoh nasional yang pada masa setelah Indonesia merdeka pernah menduduki Menteri Keuangan di era Presiden Soekarno. Namanya adalah Ong Eng Die. Ia pernah menduduki jabatan tersebut selama dua kali, yakni pada Kabinet Amir Sjarifoedin (1947-1948) dan pada Kabinet Ali Sastroamidjoyo (1953-1955). Ong Eng Die adalah salah satu penasehat ekonomi delegasi Indonesia pada saat perundingan Renville. Pada uang satu rupiah di tahun 1954, ada tanda tangan Ong Eng Die menghiasi tanda pembayaran yang sah pada kala itu.

Ong Eng Die adalah kelahiran Gorontalo pada 20 Juni 1910. Dia meraih Doktor dari Universitas Amsterdam pada 1943. Ayahnya, Ong Teng Hoen, menjabat sebagai Luitenant der Chinezen dari Gorontalo. Ia memimpin birokrasi sipil Tiongkok di Gorontalo sejak tahun 1924 hingga invasi Jepang pada 1942. Ong Teng Hoen sendiri lahir di Manado pada 2 Januari 1874 dan menutup usia pada 8 Februari 1958 di Gorontalo. Ong Teng Hoen menikah dengan Soei Djok Thie Nio dan memiliki anak Ong Gien Seh Nio (1903-1963), Ong Gien Hoa Nio (1905-), Ong Gien The Nio (1907-1985), Ong Eng Die (1910-1999) dan terakhir Ong Eng Pien (1915-).

Pada tahun 1964 setelah tidak menjabat, Ong Eng Die pindah ke Amsterdam, Belanda. Dia dan istrinya yang berkebangsaan Jerman diberikan kewarganegaraan Belanda pada tahun 1967, ketika ia tercatat sebagai pengusaha di Belanda. Ong dan istrinya tinggal di Amsterdam sampai perceraian mereka pada tahun 1975. Setelah itu dia pindah ke Den Haag. Dari istrinya, ia memiliki dua putra.

Tokoh Tionghoa lainnya yang pernah lahir di Gorontalo adalah Jauw Keng Hong lahir di Gorontalo pada 15 Mei 1895. Ia mengeyam pendidikan di Amsterdam University (1920 – 1923) dan Leiden University (1923 – 1925). Pada tahun 1926, Jauw Keng Hong merah gelar LL D dari Leiden University. LL D adalah Legum Doctor atau Doctor of Laws (Doktor di Bidang Hukum). Sekembalinya ke Indonesia, Jauw Keng Hong diangkat menjadi Hakim Pengadilan di Semarang lalu pada tahun 1930 – 1942 diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi di Palembang. Pada tahun 1955 dia mengikuti Pemilu dari daerah Sumatera Selatan.

Ada pula tokoh Tionghoa-Gorontalo yang pernah bersekolah di Belanda yakni Liem Tjae Le. Liem lahir di Gorontalo tanggal 29 Oktober 1907. Liem lalu bersekolah di Geneeskundige Hogeschool (Jakarta) dan Gemeentelijke Universiteit (Amsterdam). Liem juga mewakili Indonesia dalam Konferensi Malino. Pada tahun 1955, dia ikut dalam Pemilu dari Baperki dari perwakilan Bangka Sumatera. Baperki didirikan pada 13 Maret 1954 yang bertekad untuk mempertahankan status semua Tionghoa yang lahir di Indonesia yang berdasarkan UU Kewarganegaraan Indonesia 1946 adalah Warga Negara Indonesia. UU tersebut menyatakan semua orang yang lahir di Indonesia adalah WNI, kecuali secara aktif menolak kewarganegaraan Indonesia di pengadilan.

Baca Juga :  Tahun 2024, Tahun Baper?

Ada pula akademisi yang pernah tinggal dan sekolah di Gorontalo, yakni Prof. Dr. Ir. Dali Santun Naga, MMSI atau Yo Goan Li lahir di Tomini 22 Desember 1934. DS Naga bersekolah di THHK Gorontalo tahun 1947 – 1948. DS Naga adalah seorang pakar matematika dan pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Tarumanagara dari sejak tahun 2000 hingga tahun 2008. DS Naga juga seorang ahli komputer dan pernah membuat program BASIC dalam bahasa Indonesia. DS Naga pernah menerjemahkan Applesoft Basic dan DOS 3.3.

Jika pernah mendengar PT Darya Varia atau salah satu perusahaan farasi terbesar di Indonesia, maka hal itu tidak lepas dari tangan dingin tokoh Tionghoa kelahiran Gorontalo yang bernama Liem Tjae Ho atau dikenal dengan nama Wim Kalon. Wim adalah seorang Apoteker dia juga merupakan salah seorang pendiri Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.

Liem Thae Ho dilahirkan dari keluarga berada di Gorontal pada tanggal 12 Mei 1916. Liem menyelesaikan pendidikan dasarnya di Hollandsche Chineesche School Gorontalo tahun 1931 dan Hoogere Burgerschool di Batavia tahun 1936. Lalu ia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Leiden Jurusan Farmasi sampai lulus tahun 1951. Pada tahun 1952, Wim Kalon mendirikan Apotek Djatinegara, hingga menjadi luas kiprahnya bersama PT Timur Laut yang bergerak dalam bidang impor obat-obatan.

Nama tokoh Tionghoa yang juga akademisi adalah Profesor Go Ban Hong. Go Bang lahir di Gorontalo pada tanggal 21 Oktober 1925. Prof Go Ban adalah ahli ilmu tanah dari Institut Pertanian Bogor. Menurut mantan Rektor IPB Prof. Andi Hakim Nasution, Prof Go Ban adalah orang cerdas. Bukti kecerdasannya ada pada tesis sarjananya yang ia tulis 1950 dengan jumlah halaman hanya 12 lembar, namun dengan daftar pustaka sebanyak 100 halaman. Go Ban Hong meraih gelar Doktor dari IPB pada tahun 1957 di bawah asuhan Profesor Jan van Schuylenborgh dengan disertasi yang berjudul tentang neraca hara mineral dari padi sawah.

Gon Ban adalah inisiator kesuburan tanah dengan riset pemupukan NPK untuk meningkatkan hasil panen padi dataran rendah tahun 1959. Go Ban pernah pula menjabat sebagai Direktur Lembaga Penjelidikan Tanah dari tahun 1962-1966. Go Ban Hong memetakan jenis tanah pulau Jawa skala 1:250,000 tahun 1966. Gi dimakamkan di Bogor pada tanggal 7 Agustus 2015.

Para tokoh Tionghoa ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan individu, tetapi juga menunjukkan bagaimana komunitas Tionghoa Gorontalo membangun relasi sosial dan kontribusi ekonomi yang kuat dalam sejarah lokal maupun nasional. Meski tidak semuanya bersekolah di THHK, keterkaitan mereka dengan Gorontalo menunjukkan bahwa komunitas Tionghoa di daerah ini telah lama berkontribusi dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan kebangsaan di Indonesia.

Penutup

Tulisan ini tidak hendak mengulas perkara hukum yang menimpa Tom Lembong. Sebaliknya, ini adalah upaya untuk melihat kembali bagaimana sejarah keluarga, pendidikan, dan etnisitas membentuk arah hidup seseorang. Ketika publik menilai Tom dari satu sisi, kita bisa melihat dari sisi lainnya: bahwa ia lahir dari keluarga yang meniti jalan panjang pendidikan dan pengabdian dari wilayah yang jarang disorot, yakni Gorontalo.

Dalam perspektif kawasan, Teluk Tomini adalah bagian penting dalam perdagangan, pendidikan serta kemajuan kawasan saat itu, kisah keluarga Lembong adalah snapshot bagaimana etnis Tionghoa memiliki kecerdasan teritorial yang adaptif dalam perkembangan zaman.

Dari sejarah pendek keluarga Lembong kita bisa belajar dan melihat lebih dalam: bagaimana komunitas Tionghoa dari daerah seperti Gorontalo turut mewarnai sejarah republik ini melalui jalur pendidikan dan pengabdian. Dari Tinombo ke Gorontalo, lalu ke Jakarta dan dunia internasional, jejak keluarga Lembong bukan sekadar kisah pribadi, tapi bagian dari narasi lebih besar tentang Indonesia yang majemuk dan berjejaring sejak awal abad ke-20.

Tags: Funco TanipuTom Lembong
Previous Post

Korban Kebakaran Rumah di Tenggela Terima Bantuan dari Pemkab Gorontalo

Related Posts

Apa yang Salah Dari Penyebaran Informasi Kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo?
Perspektif

Apa yang Salah Dari Penyebaran Informasi Kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo?

Minggu 20 Juli 2025
Koperasi Desa Merah Putih, Jalan Pembangunan dari Pinggiran
Perspektif

Koperasi Desa Merah Putih, Jalan Pembangunan dari Pinggiran

Minggu 29 Juni 2025
Jejak Kepemimpinan di Bone Bolango
Perspektif

Jejak Kepemimpinan di Bone Bolango

Senin 26 Mei 2025
Masjid Raya yang Agung di Gorontalo
Perspektif

Masjid Raya yang Agung di Gorontalo

Sabtu 3 Mei 2025
Siapa yang Berpeluang Memenangkan PSU Gorut?
Perspektif

Siapa yang Berpeluang Memenangkan PSU Gorut?

Jumat 18 April 2025
Mendelik Ke-ogah-an Orang Tilamuta Berolahraga Lari
Perspektif

Mendelik Ke-ogah-an Orang Tilamuta Berolahraga Lari

Kamis 30 Januari 2025

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Terpopuler

  • Walikota Gorontalo Resmikan Outlet Mie Gacoan

    Walikota Gorontalo Resmikan Outlet Mie Gacoan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Trotoar Jadi Tempat Jualan, Robin Yusuf Minta Ditertibkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Gorontalo Kena Peringatan Keras dari DKPP

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Polda Gorontalo Amankan Developer Perumahan Griya Frima Residence

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ribuan Petani Padi Sawah di Pohuwato Gagal Panen, Hasil Tak Layak Konsumsi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
WA Saluran
Facebook Icon-x Youtube Instagram Icon-ttk

© 2019 – 2023 Gopos.id  |  Gopos Media Online Indonesia | Gorontalo.

Iklan  |  Karir  |  Pedoman Media Cyber  |  Ramah Anak  |  Susunan Redaksi  |  Tentang Kami  |  Disclaimer

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • NEWS
    • Hukum & Kriminal
    • Indepth News
    • Info Pasar
    • INFOGRAFIS
    • Olahraga
    • Pemilu
    • Peristiwa
    • Politik
  • DAERAH
    • Gorontalo
    • Ayo Germas
    • Boalemo
    • Bone Bolango
    • Bolmong Utara
    • Gorontalo Hebat
    • Gorontalo Utara
    • Kabupaten Gorontalo
    • Kota Smart
    • Pohuwato
    • Wakil Rakyat
  • NASIONAL
  • LIFESTYLE
    • Infotaintment
    • Kuliner
    • Tekno
  • Derap Nusantara
  • MULTIMEDIA
    • Foto
    • Video
  • Gopos Literasi

© 2019-2023 Gopos.id Gopos Media Online Indonesia | Gorontalo.