GOPOS.ID. GORONTALO – Rencana pemerintah yang akan mewajibkan kelas pranikah untuk pasangan yang akan menikah, patut untuk diterapkan. Sebab angka perceraian dari tahun ke tahun terus merangkak naik. Tidak hanya di kota-kota besar. Fenomena angka perceraian yang terus naik turut terjadi di Provinsi Gorontalo.
Sepanjang 2019, jumlah perceraian yang terjadi di Gorontalo mencapai 2.696 perkara. Jumlah tersebut didominasi oleh gugatan cerai yang diajukan istri kepada suaminya.
Data yang dirangkum gopos.id dari Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Provisi Gorontalo, jumlah gugatan perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama (PA) kabupaten/kota se-Provinsi Gorontalo pada 2019 sebanyak 2.908 perkara.
Dari total perkara yang ada itu, sebanyak 2.238 merupakan perkara gugatan cerai yang diajukan istri kepada suaminya. Sedangkan sisanya sebanyak 670 perkara merupakan talak yang diajukan suami kepada istrinya.
Sementara itu dari 2.908 perkara perceraian yang diterima PA kabupaten/kota se-Gorontalo, sebanyak 2.696 perkara berhasil dituntaskan atau diputus. Rinciannya untuk gugatan istri dari 2.238 perkara, sebanyak 2.067 perkara berhasil diputus. Sedangkan untuk talak dari 670 perkara, sebanyak 629 perkara diputus.
Jumlah penceraian yang terjadi sepanjang 2019 ini mengalami peningkatan cukup signifikan dibanding 2018. Data yang diperoleh gopos.id, jumlah perceraian sepanjang 2018 di Gorontalo sebanyak 1.957 perkara. Rinciannya cerai atas gugatan istri kepada suami sebanyak 1.472 perkara, dan cerai talak sebanyak 485 perkara.
Baca juga: Gading Marten Minta Saran Orang Tua Sebelum Cerai
Berdasarkan data yang diperoleh gopos.id dari Pengadila Tinggi Agama (PTA) Provinsi Gorontalo, angka perkara perceraian yang diselesaikan tahun 2019 kemarin mencapai 2.908 kasus. Pihak yang mengadukan perceraian didominasi isteri dengan gugatan yang masuk sebanyak 2.238. selama tahun 2019 kasus gugatan itu telah diputuskan 2.067 oleh PA kabupaten/kota.
Kasus perceraian tertinggi selama 2019 terjadi di wilayah Kota Gorontalo. Dalam rentang waktu tersebut, Pengadilan Agama Gorontalo memutus sebanyak 760 perkara perceraian.
Di tempat kedua Kabupaten Gorontalo. Selama 2019 Pengadilan Agama Limboto memutuskan sebanyak 680 perkara perceraian.
Selanjutnya PA Tilamuta sebanyak 331 perkara, PA Marisa 294 perkara, PA Suwawa 377 perkara, dan PA Kwandang 254 perkara.
Hakim Tinggi Pengadilan Agama Provinsi Gorontalo, Dr.H.Bambang S Supriastoto S.H.,M.H, dominasi istri dalam mengajukan perceraian disebabkan beberapa faktor. Antara lain adanya kesadaran hukum yang dimiliki istri, ternyata ia bisa mengajukan gugatan atau perceraian.
“Jadi ketika ia merasa tersakiti oleh sang suami dan merasa rumah tangganya tidak bisa ia pertahankan, istri akan lebih memilih cerai,” ungkap Bambang kepada gopos.id, Kamis (23/1/2020).
Menurut Bambang, langkah tersebut bukan merupakan sewenang-wenangnya istri. Walaupun memang ada beberapa istri yang kurang menerima dengan pendapatan suami. Atau sang istri telah mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dari suaminya, maka ia meminta cerai.
“Tapi presentasenya sedikit,” kata Bambang.
Faktor pemicu tingginya perceraian di Gorontalo yakni cekcok antara suami istri. Selain itu faktor minuman keras (miras)/mabuk, serta masalah ekonomi.
“Sebenarnya diadakan pengadilan agama untuk membela hak-hak istri agar tidak sewenag-wenang ditalak oleh suami. Namun makin ke sini (belakangan,red) justru istri yang lebih dominasi mengajukan gugatan. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tadi,” beber Bambang.
Lebih lanjut Bambang menerangkan perselisihan atau cekcok terus menerus ini menjadi faktor tertinggi karena berbagai macam persolan. Mulai dari selingkuh dan yang paling banyak adalah masalah nafkah.
Baca juga: Dikabarkan Diculik, Siswa SD di Gorontalo Utara Ternyata Dibawa Ibu Kandung
“Perselisihan ini kita tidak bisa juga menunjuk ini salah siapa. Karena masing-masing perkara ada yang timbul dari isteri juga ada dari suami,” ungkapnya.
Di sisi lain, perceraian tidak menggugurkan kewajiban ayah dan ibu untuk memberikan nafkah bagi anak-anak. Anak yang orang tuanya bercerai, tetap wajib mendapatkan pertanggungjawaban dari sang ayah maupun ibu.
“Pasangan suami isteri yang bercerai. Akan tetapi tidak untuk anak. Makanya tidak ada disebut mantan anak,” ujar Bambang
Sang ayah tetap diwajibkan untuk memberikan nafkah maupun pendidikan bagi anak. Apabila ayahnya tidak mampu isteri yang harus memberi nafkah hingga ia madiri. dan Apabila keduanya sama-sama tidak mampu, pemerintah masih menyediakan panti untuk anak-anak yang ditinggalkan ibu maupun ayah.
Namun dalam undang-undang, lanjut Bambang, ketika suami isteri bercerai dan anaknya masih di bawah umur ia akan mendapatkan asuhan dari ibunya kecuali sang ibu bermasalah. Apabila ia dewasa sang anak akan diberikan pilihan untuk mengikuti ayah atau ibunya.
“Anak itu adalah anugerah dari Allah, kita harus bertanggungjawab terhadap anak hingga ia dewasa dan mandiri,” tandasnya.(muhajir/adm-01/adm-02/gopos)