GOPOS.ID, GORONTALO – Sebelum meninggal korban dugaan penganiayaan oleh terdakwa Darwis Moridu alias Ka Daru, Awis Idrus, sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Tani dan Nelayan (RSTN) Boalemo. Awis didiagnosa berbeda oleh dua orang dokter. Yakni mengalami tifus (demam tifoid), serta mengalami infeksi saluran kencing.
Diagnosa tifus disimpulkan oleh dr. Sinta Merina Natulola, yang saat itu menangani Awis saat menjalani perawatan di RSTN Boalemo, pada 19 Agustus 2020. Sedangkan diagnosa infeksi saluran kencing disimpulkan dr. Irwan Yudho Dwiharjo, saat memeriksa Awis pada 7 September 2020.
Kesimpulan diagnosa yang berbeda oleh kedua dokter itu kembali ditegaskan dalam persidangan lanjutan dugaan penganiyaan dengan terdakwa Darwis Moridu alias Ka Daru di Pengadilan Negeri (PN) Gorontalo, Selasa (29/9/2020).
Di hadapan majelis hakim, dr. Sinta mengaku hanya sekali menangani Awis, saat menjadi pasien di RSTN Boalemo. Saat itu dr. Sinta merupakan dokter residen (dokter umum yang sedang masa studi spesialis, red). dr. Sinta mengaku, dari hasil pemeriksaan saat itu kondisi korban dalam keadaan stabil. Keluhan nyeri pada perut dan berak darah sudah ada tak ada lagi.
“Tekanan darah juga normal, suhu tubuh juga normal. Sudah stabil, tak ada keluhan lagi,” ujar dr.Sinta.
Menurut dr. Sinta, pasien saat itu didiagnosa mengalami demam tifoid atau tipes. Kesimpulan itu diambil dr. Sinta berdasarkan gejala keluhan, serta sejumlah indikator. Termasuk reaksi atas obat yang diberikan.
“Tidak ada pemeriksaan laboratorium. Sebab saat itu di rumah sakit belum mendukung (pemeriksaan laboratorium,red),” ungkap dr. Sinta menjawab pertanyaan majelis hakim apakah diagnosa tipes didasarkan pada hasil laboratorium.
Hakim Pangeran Hotma Hio Putra Sianipar, S.H sempat mempertanyakan keabsahan diagnosa demam tifoid. Sebab diagnosa dilakukan tanpa melalui pemeriksaan laboratorium.
“Hanya dari indikasi dan pemeriksaan fisik saja,” jawab dr. Sinta.
Baca juga: Sidang Darwis Moridu: Orang Tua Korban Mengaku Tak Lagi Keberatan
Keberatan sempat dilayangkan tim penasehat hukum saat jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan pertanyaan. Pasalnya, pertanyaan yang disampaikan kepada saksi, dr. Sinta, sudah mengarah pada pertanyaan untuk saksi ahli.
“Saksi hanya dokter biasa, yang mulia. Bukan ahli,” ujar Duke Arie Widagdo, penasehat hukum terdakwa.
Dokter Sinta mengakui memberi rekomendasi kepada pasien (korban) menjalani rawat jalan. Seiring hal itu pasien sudah diperkenankan untuk pulang. Rekomendasi itu diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kondisi pasien.
Suasana sidang agak memanas saat JPU memastikan Surat Keterangan terkait kondisi korban yang ditandatangani oleh dr. Sinta. Jaksa mempertanyakan alasan penerbitan surat itu, dan apakah surat tersebut dibuat atas permintaan seseorang. Dokter Sinta mengaku surat tersebut dibuat oleh manajemen rumah sakit.
Secara terpisah melalui sambungan video conference, dr. Irwan Yudho Dwiharjo mengaku menerima atau memeriksa korban yang saat itu rawat jalan. Ia tak mengetahui bila korban sempat diopname atau tidak.
“Korban tidak ada keluhan di bagian lain selain di bagian perut tepatnya di bawah pusar,” kata dr.Irwan.
Dengan melakukan pemeriksaan secara fisik, dr. Irwan menyimpulkan bila korban mengalami infeksi saluran kencing.
Usai mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim kembali menunda persidangan hingga pekan depan.(ilham/gopos)