GOPOS.ID – Tingginya penderita baru penyakit kusta dalam dua tahun terakhir ini membuat Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo berencana untuk terus menekan penderita baru.
Yang dilakukan yaitu menemukan para penderita dan kemudian melakukan perawatan dan pengobatan terhadap penderita tersebut. Bahkan ditargetkan untuk Gorontalo dapat mengeliminasi kusta di tahun 2020.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr. Irma Cahyani Ranti bahwa kusta adalah penyakit kulit yang disebabkan bakteri Mycobacterium leprae. Di tahun ini Dinas Kesehatan berupaya untuk terus menemukan kasus baru.
Caranya dengan menerapkan upaya deteksi dini penyakit kusta berupa active case finding melalui pendekatan keluarga yang dilanjutkan dengan pengobatan sejak awal dapat mengurangi resiko kecatatan dan menghilangkan stigma di masyarakat.
Penemuan dan deteksi dini penyakit kusta melalui pendekatan keluarga karena keluarga yang mengetahui latar belakang anggota keluarganya. Sebab sampai saat ini masih banyak masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Gorontalo pada khususnya belum mengetahui apa itu penyakit kusta.
“Sehingga stigma di masyarakat terhadap penyakit kusta masih di temukan, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini menjadikan kusta masuk dalam kelompok penyakit tropis terabaikan (neglected tropical disease),” tutur dr. Irma.
Berdasarkan data triwulan keempat tahun 2018 terjadi penurunan kasus baru dari 214 kasus di tahun 2017 menjadi 183 kasus di tahun 2018. Prevalensi kasus per 10.000 penduduk adalah 2,56 meningkat dari tahun 2017 yakni 1.84 per 10.000 penduduk.
Baca juga : Kusta Bukan Penyakit Kutukan dan Keturunan
Dari kasus yang ditemukan 11 persen adalah kasus anak. Kondisi ini meningkat dari tahun 2017 dimana kasus anak 9 persen. Angka cacat tingkat 2 terjadi penurunan dari 2,8 persen menjadi 2.7 persen. Hal ini menunjukan bahwa upaya penemuan dini kasus semakin baik.
“Sehingga kasus ditemukan belum sampai pada kecacatan, karena kecacatan inilah yang sering menyebabkan stigma dan diskriminasi,” tuturnya.
Untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk merubah pola pikir. Baik penderita maupun masyarakat. Sehingga masyarakat dapat menerima serta membantu penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatannya sendiri.
Baca juga : Dikes Provinsi Gelar Renja Awal 2020
“Terkadang akibat dari stigma ini penderita menerima diskriminasi pada sarana pelayanan publik, seperti sekolah, pekerjaan, sarana ibadah. Bahkan pada sarana kesehatan petugas kesehatan seharusnya memberi pelayanan kepada penderita, dan akibat diskriminasi ini dapat menghambat penemuan penderita kusta secara dini, stigma dan diskriminasi ini masih sering di jumpai di provinsi Gorontalo,” tandasnya. (andi/gopos)