GOPOS.ID, JAKARTA– Untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19, perlu dilakukan pendekatan secara pentahelix, yaitu melibatkan unsur pemerintah, akademisi, swasta, komunitas, dan masyarakat. Satgas menekankan prinsip 3K (Komunikasi, Koordinasi dan
Kolaborasi) dengan pemerintah dan satuan tugas penanganan COVID-19 di daerah serta
pemangku kepentingan terkait lainnya.
Demi menekan laju peningkatan COVID-19, pemerintah juga kembali meningkatkan operasi yustisi untuk mengawasi penegakan protokol kesehatan dan pembatasan mobilitas masyarakat.
Jumlah testing dan tracing juga terus ditingkatkan serta mengoptimalkan peran pos komando (posko) desa/kelurahan untuk memperketat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala Mikro.
Mohammad Idris, Wali Kota Depok menyampaikan di wilayahnya telah dibuat sejumlah peraturan untuk menangani COVID-19. Ada 13 Peraturan Wali Kota, 43 Surat Keputusan, 8 Surat Edaran, dan 4 Instruksi Wali Kota. “Kita juga membentuk Kampung Siaga berbasis RW yang kita beri stimulus dana 3 juta rupiah supaya mereka bergerak mencegah penularan COVID-19 di hulu,” terangnya dalam Dialog Produktif KPCPEN yang ditayangkan di FMB9ID_IKP, Kamis (17/6/2021).
Pemerintah Kota Depok juga menstimulasi tingkat Kecamatan dan Lurah untuk menangani
COVID-19. Selain itu, kerja sama dengan TNI juga efektif dalam menekan mobilitas warga di tingkat kelurahan.
Pendekatan masyarakat dilakukan dengan cara-cara persuasif dengan menempatkan masyarakat sebagai subjeknya.
“Pembimbing rohani di masa COVID-19 ini kami minta menggerakkan masyarakat dengan cara menyisipkan pesan protokol kesehatan dalam ceramah agama,” tambah M. Idris.
Kendati begitu, diakui oleh M. Idris, kesadaran warga Depok masih rendah dan perlu terus
diingatkan agar tidak lalai menjalankan protokol kesehatan. “Apalagi RT-RT yang masuk zona hijau karena tidak ada kasus merasa aman,” ungkapnya.
Baca juga: Sowan Ke Anis Baswedan, Nelson Pomalingo Bahas Kerjasama Pangan Ternak Sapi
Sonny B. Harmadi, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19 menyampaikan, “Kita tahu lonjakan kasus saat ini terjadi karena adanya libur panjang yang diikuti laju perjalanan penduduk yang masif. Ketika mobilitas naik, kepatuhan protokol kesehatannya turun. Inilah pemicu utama meningkatnya kasus. Kita sebenarnya pernah berhasil menurunkan kasus pada Februari 2021, dari 176.500 lebih menjadi 87,662 kasus aktif karena kepatuhan protokol kesehatan naik dan mobilitas penduduk turun,” paparnya.
Menurut Sonny, Satgas saat ini mempertimbangkan agar tidak lagi ada libur panjang. Selain itu mereka tengah mendorong kepatuhan protokol kesehatan untuk mencegah terjadinya klaster kantor.
“Harus ada upaya keras kita bersama agar tidak terjadi kerumunan. Memakai masker jadi
kewajiban. Kemudian ada pembatasan mobilitas dan aktivitas. Karenanya, di zona merah, bekerja di kantor itu dibatasi hanya sampai 25%,” ungkapnya lebih lanjut.
Dari sisi tenaga kesehatan, dr. Tirta menyarankan agar pemerintah mempersiapkan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
“Jadi edukasi bukan dari dokter lagi tapi dari kader-kader kesehatan di posyandu-posyandu. Kader-kader ini harus kita tingkatkan untuk mengedukasi kesadaran masyarakat mengenai penyakit menular seperti COVID-19 ini,” sarannya. Klarifikasi hoaks terkait penanganan COVID-19 dan vaksinasi COVID-19, menurut dr. Tirta, juga perlu dipercepat lagi.
“Kebanyakan yang mengklarifikasi biasanya teman-teman tenaga kesehatan juga. Saat ini sedang kita usulkan agar hoaks-hoaks ini bisa diklarifikasi dengan segera,” ungkapnya.
dr. Tirta juga mengimbau masyarakat jangan lengah. Meski sudah divaksinasi, tetap menjaga protokol kesehatan. “Jadi kami mengimbau kepada masyarakat untuk menghindari perjalanan, apalagi bulan depan juga akan ada momen Idul Adha. Jadi kita fokus mencegah agar peningkatan ini tidak terulang kembali di bulan depan,” pungkasnya. (adm-01/rls/gopos)