GOPOS.ID, GORONTALO – Status Dewan Pers sebagai fasilitator Uji Kompetensi Wartawan (UKW), yang disoal segelintir orang, klir sudah. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Dewan Pers adalah lembaga yang sah dan tetap berwenang memfasilitasi UKW. Pernyataan MK tersebut tertuang dalam putusan uji materiil Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang dibacakan pada Rabu 31 Agustus 2022 di Jakarta.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022.
MK membantah beberapa argumen yang diajukan pemohon. Tudingan, bahwa hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers dimentahkan oleh MK.
Menurut MK, Dewan Pers memfasilitasi pembahasan bersama dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers. Dalam hal ini tidak ada intervensi dari pemerintah maupun Dewan Pers. Fungsi memfasilitasi, dinilai MK sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.
Adanya tuduhan bahwa Pasal 15 ayat 2 UU Pers membuat Dewan Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers juga dibantah MK. “Tuduhan monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar,” tutur Usman.
Mengenai gugatan atas uji kompetensi wartawan (UKW), MK menyatakan, bahwa hal itu merupakan persoalan konkret dan bukan norma (aturan). Masalah ini juga sudah diputuskan pada tahun 2019 dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Soal kemerdekaan pers, MK menyatakan, Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 UU Pers tidak melanggar kebebasan pers. Bahkan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat pun tidak dihalangi oleh pasal tersebut.
Uji materiil UU Pers ini diajukan Heintje Grinston Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Mereka mengajukan uji materiil UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021. Mereka mempersoalkan Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Pers. Dalil-dalil yang disampaikan pemohon yakni fungsi Dewan Pers pada pasal 15 ayat (2) huruf f UU Nomor 40/1999 menimbulkan ketidakjelasan tafsir.
Menurut pemohon, Dewan Pers menafsirkan kata “memfasilitasi” menjadi memonopoli serta mengambil alih peran organisasi pers dalam menyusun peraturan perundang-undangan di bidang pers. Termasuk tidak memberdayakan organisasi pers yang sudah ada. Seharusnya, menurut pemohon Dewan Pers bukan sebagai regulator melainkan hanya menjalankan fungsi memfasilitasi organisasi pers.
Dalil berikutnya yang disampaikan pemohon ialah Dewan Pers dinilai telah melampaui kewenangannya membuat keputusan yang mengambil wewenang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk melaksanakan uji kompetensi wartawan (UKW).
Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, yang membacakan pertimbangan Mahkamah, menyampaikan Dewan Pers dibentuk untuk mengembangkan kemerdekaan pers. Berikut, meningkatkan kualitas dan kuantitas pers nasional. Kemerdekaan itu dicapai melalui peraturan di bidang pers yang menjadi acuan. Namun agar tetap menjaga independensi, peraturan di bidang pers disusun sedemikian rupa, tanpa adanya intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan Pers.
“Maksud dari memfasilitasi adalah Dewan Pers hanya menyelenggarakan, tanpa ikut menentukan isi dari peraturan di bidang pers. Fungsi memfasilitasi sejalan dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers,” jelas Arief.
Bersyukur
Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya, mengaku bersyukur. Ia berpendapat, sembilan hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih dan bersikap adil.
“Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 dalam UU Pers dengan UUD 1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ungkap dia.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengutarakan secara umum apa yang digugat oleh para pemohon adalah masalah konkret dan bukan norma. Itu sebabnya dia mengimbau agar semua konstituen pers yang merasa tidak puas atas ketentuan yang dibuat oleh organisasi pers hendaknya memberi masukan.
Masukan itu akan melengkapi dan memperbaiki ketentuan yang dibuat oleh insan pers tersebut. “Dengan keputusan MK ini, kami berharap semua pihak bisa mematuhi. Tak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, akan tetapi pemerintah pun perlu mematuhinya,” kata dia.
Gelar Jumpa Pers
Sesuai MK memutuskan menolak gugatan uji materiil UU Pers, Dewan Pers, Rabu (31/8) menggelar jumpa pers di Gedung Dewan Pers Jl. Kebon Sirih Jakarta Pusat dengan dihadiri reporter dari berbagai platform dan pengurus organisasi pers konstituen Dewan Pers. Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono Hartono, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim, dan pengurus organisasi pers lainnya.
Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya didampingi pengacara Dewan Pers Wina Armada menjelaskan keputusan MK yang memenangkan Dewan Pers atas gugatan uji materi Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Wina Armada menjelaskan, UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu pangkal demokrasi, menjamin kebebasan pers, dan kebebasan seluruh lapisan masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
Dalam kesempatan jumpa pers tersebut, Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad Nasir menyampaikan selamat kepada Dewan Pers atas kemenangan dalam menghadapi gugatan uji materiil UU Pers tersebut.
“Kemenangan dalam sidang MK ini menguatkan Dewan Pers dalam memperjuangkan kemerdekaan pers,” kata Nasir.(hasan/gopos)