GOPOS.ID, GORONTALO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang menyiapkan kebutuhan tambahan untuk pelaksanaan Pilkada 2020, dengan menerapkan protokol kesehatan penanganan virus Corona (Covid-19).
Tambahan anggaran ini harus dibiayai pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU RI, Viryan Aziz, usai diskusi virtual melalui keterangan tertulisnya, Selasa (2/6/2020).
“Tentunya isu ini bukan lagi APBD, kami sampaikan pada kesempatan ini sudah clear, sepenuhnya penambahan anggaran harus lewat APBN,” ungkapnya.
Menurut Viryan, risiko keuangan dampak menyelenggarakan Pilkada pada 9 Desember nanti bukan semata-mata terkait pengadaan dana.
Baca Juga: Pemkab Gorut Telusuri Penyebab Terpaparnya Pasien Ibu dan Bayi
Melainkan juga, pengelolaan, pencairan, sampai pertanggungjawaban anggaran, terlebih lagi, ada anggaran tambahan yang berasal APBN apabila disetujui pemerintah.
Viryan menuturkan, kebutuhan anggaran sebagai implementasi protokol Covid-19 dalam setiap tahapan pemilihan harus dirinci secara detail.
Penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 harus berjalan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat dan dipatuhi semua pihak.
Sehingga risiko terpapar virus corona saat pelaksanaan tahapan pemilihan hingga pemungutan suara pada 9 Desember 2020 dapat dihindari.
Risiko pilkada jadi ajang penularan Covid-19 yang dikritisi sejumlah pegiat pemilu dan mereka mendesak penundaan pilkada hingga 2021.
Baca Juga:Â PPDB Online Dibuka, SD-SMP di Kota Sediakan 6.846 Kouta Siswa
Kemudian, kata Viryan, risiko hukum muncul terhadap potensi gugatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Perppu yang menjadi landasan hukum penundaan pilkada bahwa pemungutan suara Desember 2020, bergeser dari jadwal semula September 2020.
Perppu Pilkada juga menyebutkan, pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan Desember karena Covid-19 belum berakhir.
Viryan mengatakan, pemungutan suara dipertegas ketika Indonesia tidak dalam status bencana nasional.
Pemungutan suara dipertegas tidak dalam status bencana nasional maka merujuk pada keputusan presiden (kepres), apakah bila pada bulan Desember kepresnya belum dicabut, pemungutan suara bisa dilaksanakan atau tidak,” ujarnya.
Baca Juga:Â Masjid Sudah Bisa Dibuka untuk Salat Berjemaah
Sementara itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyebutkan empat risiko penyelenggaraan pilkada lanjutan di tengah pandemi Covid-19.
Empat risiko ini meliputi risiko reputasi, politik, keuangan, dan hukum.
“Sukses tidaknya penyelenggaraan Pilkada 2020 ini juga akan menyangkut bagaimana reputasi KPU,” kata Raka Sandi.
Dia mengatakan, reputasi KPU dipertaruhkan untuk menjaga kredibilitas dan kualitas pilkada di tengah wabah pandemi.
Tak hanya KPU, tetapi juga penyelenggara pemilu lainnya, yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca Juga:Â Bhabinkamtibmas Heledulaa Selatan Bagikan Sembako untuk Warga Terdampak Covid-19
Menurut dia, pemantau pemilu internasional juga akan memberikan perhatian khusus di tengah situasi saat ini.
Selain itu, terkait risiko keuangan, pilkada di tengah pandemi berimplikasi pada penambahan anggaran karena kebutuhan sarana dan prasarana penerapan protokol kesehatan penanganan Covid-19.
Ia menyebutkan, KPU masih menghitung secara keseluruhan kebutuhan yang mesti disiapkan untuk menjalankan tahapan pemilihan dengan protokol kesehatan. Namun, anggaran pilkada bertambah signifikan dari dana yang sudah disediakan dalam pelaksanaan pilkada sebelum pandemi.
Dia menuturkan, kondisi keuangan pemerintah daerah sangat berat karena fokus percepatan penanganan Covid-19. Jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai sumber biaya pilkada tidak dapat mencukupi, anggaran tambahan memungkinkan dapat didukung APBN.
Baca Juga: Pekan Ini Pohuwato Sudah Bisa Salat Jumat Berjamaah, Pasar Mulai Dibuka
“Undang-Undang Pilkada menyatakan bahwa sumber pendanaan pilkada itu di APBD dan dapat didukung melalui APBN,” kata dia.
Di sisi lain, dia melanjutkan, sebagian anggaran pilkada yang telah disepakati sesuai naskah perjanjian dana hibah (NPHD) masih berada di tangan pemerintah daerah dan belum ditransfer ke rekening KPU daerah masing-masing.
Apalagi, jika pilkada mundur tahun depan. Dana yang mengendap terlalu lama ini terancam direalokasi.
Kemudian, terkait risiko politik pemungutan suara dilaksanakan Desember tahun ini, potensi pejawat mundur dari kontestasi menjadi besar. Pasalnya, kepala daerah fokus dalam penanganan wabah hingga masa pemulihan.
Namun, jika pilkada kembali ditunda dan dijadwalkan tahun depan, diperlukan penataan ulang jadwal pilkada berikutnya, termasuk penentuan akhir masa jabatan kepala daerah.
Baca Juga:Â Anak Pasien 97 Bantah Ibunya Positif Corona
Ia melanjutkan, risiko hukum yang akan dihadapi dalam pelaksanaan lanjutan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 dapat digugat. Hal ini bisa terjadi apabila situasi pandemi Covid-19 makin mengkhawatirkan.
Ia menyatakan, Perppu 2 Tahun 2020 menjadi landasan penundaan pemungutan suara pilkada di 270 daerah, dari jadwal semula September menjadi Desember karena Covid-19.
Perppu juga menetapkan pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan Desember karena Covid-19 belum berakhir.
Selain itu, keputusan-keputusan KPU terkait tahapan di tengah pandemi juga rentan digugat secara hukum. Apalagi, kondisi pandemi Covid-19 merupakan hal baru dan belum ada regulasi terkait pelaksanaan pilkada saat bencana nonalam.
“Ini sesuatu hal yang baru. Dalam hal yang baru saya kira regulasi masih dalam proses. Di tingkat PKPU sedang kami bicarakan, juga perppu memerlukan komitmen dari DPR karena kesempatan pertama DPR akan melakukan sidang tentang perppu ini,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Arief Budiman menyatakan, semua pemerintah daerah saat ini fokus dalam melaksanakan protokol kesehatan untuk mengatasi pandemi Covid-19.
“Jadi kami tanya kepada teman-teman KPU Provinsi, bagaimana kemungkinan penambahan anggaran. Hampir semuanya mengatakan rasa-rasanya sulit untuk meminta tambahan anggaran kepada pemerintah daerah,” ujar Arief
Menurutnya, kebutuhan logistik tambahan yakni alat pelindung diri seperti masker, sabun cuci tangan, hand sanitizer, dan sebagainya perlu disediakan bagi pemilih. Jika dijumlahkan total anggaran tambahan itu mencapai lebih dari Rp 535 miliar.
Ia mengatakan, penambahan anggaran pilkada menjadi konsekuensi apabila Pilkada 2020 dilaksanakan saat pandemi Covid-19. Kegiatan tahapan pemilihan dapat dilaksanakan dengan tetap menggunakan standar protokol Covid-19.
Arief melanjutkan, selain kebutuhan APD, KPU juga harus menerapkan kebijakan menjaga jarak dalam tempat pemungutan suara (TPS).
Dengan demikian, jumlah TPS akan bertambah karena jumlah pemilih per TPS berkurang untuk mencegah kerumunan.
Ia menambahkan, pada kondisi belum adanya perubahan situasi persebaran Covid-19 hingga hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020, metode pos dan kotak suara keliling bisa menjadi alternatif.
Akan tetapi, penerapan mekanisme ini memerlukan perubahan ketentuan perundang-undangan. (infopublik.id) (Foto : KPU RI)