JIKA mendengar kata forensik masyarakat langsung berasumsi kedokteran forensik dan berhubungan dengan mayat. Sejatinya forensik berasal dari kata forum atau debat, apa yang di perdebatkan adalah bentuk dari masalah ilmiah yang muncul.
Di era moderen ini perkembangan teknologi sangat pesat sehingga angka kejahatan pun meningkat dengan drastis dan ilmu forensik pun berkembang untuk mengimbangi dampak negatif dari perkembangan zaman, seperti halnya kimia forensik, biologi forensik, fisika forensik.
Dalam beberapa dekade terakhir aksi kejahatan terorisme berkembang dengan sangat cepat hal ini di karenakan imbas dari teknologi yang semakin canggih. Seperti halnya bom bunuh diri yang terjadi pada polrestabes medan, tak tanggung-tanggung hanya bermodalkan baterai berkekuatan 9 volt dan plat besi metal, pelaku mampu melukai 6 orang dan mungkin bisa fatal jika pelaku memasuki gedung dan meledakan diri.
Aksi terorisme sendiri sudah tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia,aksi yang berawal dari bom bunuh diri di bali ini terus berkembang. Pada kasus bom bali yang di gunakan adalah jenis tnt 1 kg dan rdx 50-150 kg yang memakan korban 202 jiwa dan 209 luka-luka.
Kemudian juga jenis TATP yang di juluki mother of satan, TATP merupakan bom kimia yang sangat sensitiv terhadap suhu udara di atas 86 derajat celcius serta gesekan atau benturan pada kasus bom di siduarjo dan masih banyak lagi kasus terorisme.
Akan tetapi dari beberapa  kasus di atas kita bisa menyimpulkan bahwasannya teknologi pelaku terorisme terus berkembang dengan memakai bahan-bahan kimi, dan juga harus kita perhatikan adalah daya intelektual dari pelaku teroris.
Bahkan mungkin diantara pelaku ada yang bergelar akademik sehingga mampu menciptakan bom dari bahan kimia yang mempengaruhi sistem dan organ tubuh manusia.
Untuk menangani tindakan-tindakan terorisme sudah sepatutnya pula penegak hukum melalui SDM merekrut orang yang ahli dalam penanganan aksi teror bom. Yaitu kimia biologi forensik serta balistik dan  metalurugi yang mempelajari tentang senjata.hingga saat ini perekrutan SDM tenaga ahli masih minim dan masih terfokus pada kedokteran forensik dan menyampingkan tenaga ahli yang lain. Sehingga untuk mengimbangi aksi terorisme pemerintah sedikit kewalahan.
Tidak mau kalah dengan aksi terorisme tindakan korupsi pun merajalela di indonesia tak main-main para pelaku tipikor yang tertangani mencapai kerugian 200 triliun. Dan berimbas pada rencana pembangunan nasional, masih hangat hangatnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan iuran BPJS malah timbul kasus terbaru dari tipikor. Yaitu klaim dana BPJS sebesar 7,7 miliar oleh mantan kepala RSUD lembang tersangka mengklaim dana sebesar 11,4 miliar dan yang di setorkan dalam kas daerah hanya sebesar 3,7 miliar. Hal ini sangat mempengaruhi defisit pada kas daerah yang berimbas pada merosotnya rencana pembangunan dan kebijakan pemerintah. Dalam menangani korupsi sendiri harus di lakukan ahli audit forensik untuk mencari fraud atau kecurangan dalam data anggaran yang ada.
Dalam memberantas korupsi juga sudah seharusnya pemerintah merekrut orang yang mempunyai keahlian dalam melakukan audit dan di masukan kedalam lembaga-lembaga pemerintahan. Jika hanya mengandalkan KPK kasus korupsi tetap akan terjadi. Karena KPK sendiri sampai saat ini hanya menginvestigasi dan menangkap. Bukan mencegah tindakan korupsi itu terjadi, dan hingga kini tidak pernah tersiar di berita   bahwa pemerintah berhasil menggalkan korupsi.
Jika pemerintah mampu menggagalkan dan menyelamatkan dana korupsi bukankah ini lebih baik di banding menangkap terpidana korupsi?
Untuk memerangi aksi terorisme dan korupsi di indonesia sudah sepatutnya pemerintah meningkatkan SDM dengan merekrut orang yang ahli di bidang fisika forensik, kimia forensik, biologi forensik dan audit forensik yang benar-benar mempelajari tentang fenomena kejahatan yang ada. Namun masalahnya di indonesia hanya ada satu prodi yang murni mempelajari ilmu forensik yaitu S2 ilmu forensik di pasca sarjana universitas Airlangga di surabaya.