Oleh:
Meiske Puluhulawa, Abdul Haris Panai, Sitti Roskina Mas,
Nina Lamatenggo
(Penulis adalah Mahasiswa dan Dosen Program Doktor Pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo)
Pendidikan multikultural menjadi kebutuhan bagi negara yang memiliki masyarakat multikultural seperti Kanada. Penduduk Kanada yang berjumlah kira-kira 31,006,347 (World Almanac 2000) terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan yang juga bervariasi. Etnis yang dominan adalah Inggris (British Isles) kira-kira 40%, Perancis 27%, Eropa lainnya 20%, Indian 1,5% dan etnis lainnya (kebanyakan dari Asia) 11,5%. Bahasa resmi di Kanada adalah bahasa Inggris dan bahasa Perancis. Secara geografis, Kanada terdiri dari daerah metropolitan yang cukup luas, daratan yang subur, daerah pertanian, gugusan pegunungan, sungai-sungai, hutan liar di utara dan daerah tundra Arktik (kutub utara). Hampir 2/3 penduduk Kanada menempati daerah perkotaan, terkonsentrasi terutama di daerah-daerah sepanjang perbatasan Kanada dan Amerika Serikat. Lebih dari 60% penduduk Kanada tinggal di dua provinsi, yaitu Provinsi Ontario, dengan sebagian besar penduduknya berbahasa Inggris, dan Provinsi Quebec yang penduduknya sebagian besar berbahasa Perancis. Berdasarkan sejarahnya, Kanada adalah Negara dwi bahasa (bilingual country) (Agustiar Syah Nur, 2001). Pada sensus tahun 2011, populasi Kanada tercatat sebanyak 33,476,688 orang dan pada sensus nasional terakhir pada tahun 2016, populasi Kanada naik sebanyak 5.0 persen dengan populasi total sebanyak 35,151,728 orang. Menurut sensus tahun 2016, Bangsa Inggris, Bangsa Skotlandia, Bangsa Prancis, dan Bangsa Irlandia merupakan keturunan suku bangsa paling banyak di Kanada dengan total populasi berjumlah 20,4 juta orang atau sekitar 58.1 persen dari total penduduk Kanada. Sisanya merupakan keturunan asal Eropa lainnya dan kelompok etnik lainnya (berasal dari imigran-imigran asal Asia dan Afrika). Kelompok etnis minoritas paling banyak antara lain orang Tionghoa, orang India, dan orang Filipina.
Data di atas menunjukkan bahwa Kanada memiliki masyarakat yang multikultural, dan Kanada juga berusaha untuk mencapai “persamaan semua orang Kanada” di setiap aspek kewarganegaraan termasuk dimensi ekonomi, sosial, politik dan budaya, bahasa yang dipresentasikan oleh negara Kanada seperti yang tertuang dalam Undang-undang Multikulturalisme Kanada, baik dalam negeri maupun di tingkat dunia, berani dalam menjamin inklusivitas dan kesetaraan, multikulturalisme “fundamental”, mendorong harmonisasi rasial dan etnis, pemahaman lintas budaya, menghambat ghettoisasi, kebencian, diskriminasi dan kekerasan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan menerapkan pendidikan multikultural. Banks mendefinisikan pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi (Najmina, 2018). Pendidikan multikultural merupakan sarana pendidikan untuk memberikan kesetaraan bagi semua peserta didik menumbuhkan gagasan kesetaraan, yang memberikan keadilan dan mengakomodasi keragaman dalam lingkungan pendidikan. Selain itu, pendidikan multikultural memupuk prinsip keadilan sosial bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang identitas mereka (Jayadi K., Abduh A. Basri M., 2020).
Kanada dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah kultur penduduknya paling banyak di dunia. Keadaan di Kanada ini sangat terbuka, saling menghormati dan damai untuk para imigran dan pendatang lainnya. Kanada menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan kebijakan multikultural pada tahun 1971. Kebijakan ini membuat semua orang di Kanada dipaksa untuk menerima perbedaan dan mengajak seluruh imigran untuk ikut berpartisipasi dalam hidup yang setara dan bermasyarakat di Kanada. Pada tahun 1972 di dirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi sosial, dan hubungan positif antar ras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act (1988) yang isinya antara lain: (1) Alokasi dana untuk memajukan hubungan harmonis antar ras, (2) Memperluas saling pengertian kebudayaan yang berbeda, (3) Memelihara budaya dan bahasa asli, (4) Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi, dan (5) Pengembangan kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.
Kanada merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan multikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalam program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotip dan prasangka antar etnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleh Ontario Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah. Guru diberikan penataran untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dari prasangka, terutama kelompok kulit berwarna (black population). Di provinsi Manitoba, Alberta dan Saskatchewan sekolah diijinkan memberikan bahasa di luar bahasa Inggris dan Perancis sampai 50 % dari jumlah jam di sekolah. Kebijakan ini diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran Ukraina dan Jerman. Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah.
Tujuan dari dibentuknya pendidikan multikultural di Kanada diantaranya sebagai berikut : 1) Agar terbentuknya budaya nasional; 2) Untuk mengurangi perbedaan-perbedaan antara sekolah dan keluarga yang dikenal dengan kebudayaan sekolah dan kebudayaan rumah; 3) Untuk membantu peserta didik dalam menguasai Bahasa resmi; 4) Untuk memberikan kesempatan yang sama atau peluang yang sama kepada setiap peserta didik dalam memperoleh pendidikan yang lebih baik; 5) Untuk memperkuat keadilan dan memberantas tindakan diskriminasi.; 6) Untuk melestarikan keberagaman kebudayaan. (Yanuarti dan HS Purnama Sari, 2020).
Secara terinci Magsino (Sutarno, 2008) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural: (1) Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional. (2) Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat. (3) Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini, pendidikan multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme. (4) Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan. (5) Pendidikan “accommodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan. (6) Pendidikan multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan yang lain.
Pendidikan multikultural di Kanada juga didasarkan pada 6 jenis pendidikan multikultural yang diungkapkan oleh Magsino (Yanuarti dan HS Purnamasari, 2020), namun tergantung di mana multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya.
Sumber:
Jayadi, K., Abduh, A., Basri, M. (2022). “A meta-analysis of multicultural education paradigm in Indonesia”. Journal Heliyon. Vol 8 (2022) 1-5.
Najmina N. (2018). “Pendidikan Multikultural Dalam Membentuk Karakter Bangsa Indonesia”. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial 10 (1) (2018): 52-56.
Nur, Agustiar Syah. (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung: Lubuk Agung.
Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Nasional.
Yanuarti, E., HS, D, Purnamasari. (2020). Analisis Perbandingan Pendidikan Multikultural (Indonesia, Amerika, Kanada, Inggris). At-Ta’lim Media Informasi Pendidikan Islam Vol. 19, No. 1, pp 46-65, 2020 e-ISSN: 2621-1955.(***)