Hasdiana, Abdul Haris Panai, Sitti Roskina Mas,
Nina Lamatenggo
(Penulis adalah Mahasiswa dan Dosen Program Doktor Pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo)
Keyakinan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan telah mengantarkan peradaban manusia pada terciptanya sistem dalam pendidikan (Isri, 2015). Hal tersebut kini dipandang sebagai satu komponen yang penting dan diperlukan dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan modifikasi ciri khas masing-masing kelompok atau Negara yang biasanya dikaitkan dengan nilai, ritual, panutan, dan simbol sangat memungkinkan terjadi perbedaan hasil dan kualitas pendidikan satu kelompok dengan kelompok yang lain atau negara dengan negara lainnya. Tetapi lingkungan politik, serta variasi ekonomi, sosial, dan budaya di seluruh masyarakat di seluruh dunia, akan mengantarkan pada hasil pendidikan yang bervariasi. Akibatnya, penyelidikan ilmiah semakin mengalihkan perhatian manusia pada studi tentang program pendidikan dan organisasi pendukungnya, yang diandalkan masyarakat guna menyerap informasi positif yang berguna bagi perbaikan dan kemajuan pendidikan agar capai tujuan mulia dari pendidikan tersebut.
Negara Jerman dan Australia memiliki keunggulan dalam sistem pendidikannya. Saat ini, Jerman dan Australia merupakan dua negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia.
Pendidikan Vokasi di Jerman
Tahun 1970 sistem pendidikan Jerman sudah mampu meraih tujuan-tujuan yang dicanangkan, “hanya” sekitar 25 tahun setelah Jerman rata dengan tanah akibat kekalahan dalam Perang Dunia II (Muller: 1986). Pada mulanya, pendidikan di Jerman senantiasa dipengaruhi oleh dua lembaga besar, yaitu negara dan agama, dalam hal ini gereja dan negara bagian ikut mengklaim wewenang untuk mengatur sistem pendidikan secara mandiri. Sejak dikumandangkannya wajib belajar pada abad ke-17, masalah pendidikan lambat laun mulai beralih menjadi kewajiban negara (Syahnur, 2001:156).
Wajib belajar di Jerman berlangsung mulai usia 6 tahun sampai 18 tahun, jadi selama 12-13 tahun. Untuk memenuhi wajib belajar harus dikunjungi sebuah sekolah penuh-waktu selama 9 tahun (di negara bagian tertentu 10 tahun) dan setelah itu memasuki sekolah kejuruan paruh waktu dan sekolah penuh-waktu yang lain. Sistem pendidikan Jerman di beberapa negara bagian membutuhkan waktu lama atau sekitar 13 tahun untuk menyelesaikan sekolah.
Kindergarten (Taman Kanak-Kanak) dimulai dari umur 3-6 Tahun. Setelah Kindergarten dimulai pendidikan dasar pada usia 7 tahun sampai dengan 10 tahun. Dari Grundschule, seseorang mempunyai 4 pilihan untuk melanjutkan sekolah. Pilihan tersebut: 1). Hauptschule (kelas 5–9/10), 2). Realschule (kelas 5–10). 3). Gesamtschule (kelas 5–13), 4). Gymnasium (kelas 5–13) (Isri: 2014).
Untuk memasuki Hauptschule, Realschule atau Gymnasium, seseorang harus melalui “Orienterungsstufe” (Tahapan Orientasi). Di tahap ini diteliti bakat dan kemampuan dari anak, dan tahap ini menentukan kemana tujuan seorang anak selanjutnya. Hauptschule dan Realschule lebih ditekankan kepada anak yang ingin langsung kerja bila telah menyelesaikan sekolah. Kaum muda yang berminat mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang dunia kerja, kunjungan perusahaan, magang atau magang penelitian di industri memasuki sekolah kejuruan, Dengan cara ini, para pemuda memperoleh pengetahuan dasar tentang pekerjaan tertentu dan menerima panduan untuk mencari pekerjaan. (Martens, 2010).
Pendidikan kejuruan atau vokasi di Jerman pemerintahannya memberikan wewenang besar pada Kadin (kamar dagang dan industri) untuk membuat kurikulum, menyediakan tempat magang, menyediakan para trainer atau pengajar dan juga asesor. Segala sesuatu yang berhubungan dengan materi ajar, penguji, pengajar dan evaluasi sekolah kejuruan ditangani oleh Kadin Jerman (Suripto,2017). Dual System atau sistem ganda pada sekolah kejuruan di Jerman adalah konsep pembelajaran kejuruan yang banyak diadopsi oleh Negara lain termasuk Indonesia. Dimana konsep dual system mengajarkan 20 persen teori di sekolah dan 80 persennya adalah magang dengan bimbingan para supervisior dari Industri.(Syahroni: 2020 dan Intan 2023)
Bagi yang ingin melanjutkan ke Universitas, jalan tercepat adalah melalui Gymnasium. Jalan pendidikan lain juga dapat mengikuti kuliah di universitas, tapi dengan melalui jalan yang panjang. Misal harus melakukan praktek kerja dahulu selama sekian tahun. Sebelum memasuki kuliah, para pria di Jerman diwajibkan untuk memasuki “Wajib Militer”.
Pendidikan Vokasi di Australia
Sistem pendidikan Australia berstandar tertinggi dan menikmati pengakuan internasional. Sekolah adalah wajib di seluruh Australia, yang memberikan sumbangsih pada tingkat melek huruf 99 persen. Sekolah-sekolah mengembangkan keterampilan dan membangun kepercayaan diri para pelajar; lulusan universitas Australia unggul pada penelitian dan inovasi terdepan; serta pendidikan kejuruan dan teknik memajukan sektor industri yang sedang berkembang pesat (Ingvarson L.and Chadbourne, 1994: 45).
Di Australia, sekolah dimulai dengan kindergarten (taman kanak-kanak) dan dilanjutkan dari kelas 1 sampai kelas 12. Pada dasarnya sistem pendidikan di Australia dapat digolongkan menjadi lima strata (tingkatan), yaitu: Sekolah Dasar (Primary School); taman kanak-kanak sampai kelas 6 atau kelas 7 (tergantung pada negara bagiannya), Sekolah Menengah (Secondary or High School); kelas 7 atau 8 sampai kelas 10 (tergantung pada negara bagiannya), Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (Vocational Education and Training) dan senior high school/senior secondary school/college (sekolah menengah atas); kelas 11 sampai kelas 12, Pendidikan Tinggi (University).
Pada tingkat senior secondary school, murid boleh memilih hampir semua mata pelajaran sesuai dengan keinginannya. Sebagaian besar dari high school dan senior secondary school juga menawarkan mata pelajaran yang bersifat kejuruan, seperti perhotelan, turisme, muatan lokal; teknik kayu, teknik logam (hospitality, tourism, woodworking, metal working). Pendidikan dan pelatihan kejuruan disediakan oleh tiga agen utama: sistem publik dari Pendidikan Teknik dan Lainnya; institusi swasta yang menawarkan pelatihan kejuruan; dan industri itu sendiri.
Pada akhir kelas 12, murid sekolah mendapatkan Year 12 certificate. Piagam tersebut disertai transkrip nilai mata pelajaran yang telah diambil dengan nilai yang diraih. Untuk sebagian besar dari mata pelajaran pada tingkat kelas 12, nilai siswa dihitung dari tugas sekolah serta hasil ujian di negara bagian yang dilakukan pada akhir tahun. Nilai tersebut dapat langsung digunakan untuk mendaftar ke universitas, tanpa perlu diuji lagi.
Referensi
Afifah, N. Sistem Pendidikan Di Indonesia.
Intan, R. (2023). BAGIAN IX REVITALISASI SISTEM PENDIDIKAN VOKASI DI INDONESIA. WAWASAN PENDIDIKAN GLOBAL, 214.
Ingvarson, L., & Chadbourne, R. (1994). The career development model of teacher evaluation. Valuing teacher’s work: New directions in teacher appraisal, 11-45.
Isri, S. (2014). Konsep Pendidikan Jerman dan Australia. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 261-286.
Isri, S. (2015). Konsep Pendidikan Jerman dan Australia; Kajian Komparatif dan Aplikatif terhadap Mutu Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 25-47.
Martens M, Alavi B, Demantowsky M, Kenkmann A, Popp S, & Sauer M (2010). Perbedaan jenis sekolah dalam menghadapi representasi sejarah: perbandingan sekolah menengah pertama, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Jurnal Didaktik Sejarah , 9 (1), 57-78. Mukhlis, M. (2020, December). Studi Komparatif Pendidikan Dan Bahasa Indonesia-Jerman Di Era Global. In Seminar Nasional Literasi (No. 5, pp. 785-798).
Müller, H. (1986). Tunesien. Geographie, Geschichte, Kultur, Religion, Staat, Gesellschaft, Bildungswesen, Politik, Wirtschaft.Pratiwi, I. (2019). Efek program PISA terhadap kurikulum di Indonesia. Jurnal pendidikan dan Kebudayaan, 4(1), 51-71.
Syahnur, A. (2001). Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara, Bandung
Suripto, S. (2017). PENDIDIKAN BERORIENTASI PROFESI DALAM EKONOMI GLOBAL. Jurnal Ilmiah Econosains, 8(2), 152-161. https://doi.org/10.21009/econosains.0082.07
Suyadi, S. (2020). Menelisik Konsep Pendidikan Jerman dan Australia sebagai Benchmarking Pendidikan di Indonesia. Jurnal Elkatarie: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Sosial, 3(2), 420-438.
Syahroni, F. (2020). Persepsi Siswa terhadap Manfaat Pelaksanaan Praktek Kerja Industri di SMK N 1 Lembah Gumanti. Jurnal Bahana Manajemen Pendidikan, 2(1), 275-281.(***)