GOPOS.ID, GORONTALO – Pandemi Virus Corona (Corona Virus Disease/Covid-19), memberi dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat.
Terutama dalam sektor kesehatan. Selain banyaknya warga dan tenaga medis yang terpapar Covid-19, pandemi juga membuat sejumlah kegiatan penanganan kesehatan secara umum berjalan kurang optimal.
Salah satunya penanganan imunisasi dasar anak. Pelaksanaan imunisasi dasar bagi anak yang lengkap sangat penting untuk membentuk kekebalan bagi anak/seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit.
Di tengah situasi pandemi, upaya pemerintah untuk mengejar cakupan imunisasi dasar lengkap menjadi tertunda.
Data yang dirangkum gopos.id dari Profil Kesehatan Indonesia 2019 dan 2020, tercatat terjadi selisih yang cukup jauh untuk cakupan imunisasi dasar maupun lanjutan terhadap anak. Pada 2019, imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar 93,7 persen. Angka ini sudah memenuhi target Rencana Strategis (Renstra tahun 2019 yaitu sebesar 93 persen.
Campak/MR menjadi salah satu jenis imunisasi yang mendapat perhatian lebih. Hal ini sesuai dengan komitmen Indonesia pada global untuk turut serta dalam eliminasi campak dan pengendalian rubela pada 2020 dengan cakupan campak minimal 95 persen di semua wilayah secara merata.
Di tahun 2020, cakupan imunisasi menurun drastis. Situasi itu tak lepas dari mulai merebaknya Covid-19 di tanah air. Data yang bersumber dari Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Litbangkes, Kemenkes RI cakupan imunisasi dasar lengkap secara nasional pada 2020 menurun menjadi 83,3 persen. Cakupan ini belum memenuhi target Renstra tahun 2020 yaitu sebesar 92,9 persen.
Cakupan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2020 merupakan cakupan imunisasi dasar lengkap yang terendah dalam kurun waktu 2011–2020 sebagai dampak dari adanya pandemi COVID-19.
Pada 2021 penurunan capaian imunisasi dasar lebih signifikan. Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Maxi Rein Rondonuwu, menyampaikan laporan data imunisasi rutin bulan Oktober 2021, cakupan imunisasi dasar lengkap baru mencapai 58,4 persen dari target nasional 79,1 persen.
“Cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata dapat menyebabkan timbulnya akumulasi populasi rentan yang tidak kebal terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I),” kata Dirjen Maxi pada temu media Imunisasi Dasar Lengkap secara virtual, 11 November 2021.
Baca juga: Imunisasi Dasar Anak Tak Ada Ruginya
Penurunan capaian imunisasi dasar ikut terjadi di wilayah Provinsi Gorontalo dalam rentang 2020-2021. Dokter Spesialis spesialis anak di Gorontalo, dr. Fadel Bilandato, Sp.A mengatakan, salah satu faktor paling berpengaruh yaitu karena Pandemi Covid-19 yang membuat orang tua takut membawa anak mereka ke fasilitas kesehatan masyarakat.
“Di pekan imunisasi dunia pada April 2022 ini yang digalakkan lagi untuk imuniasi dasar anak khususnya bayi usia 0-18 bulan,” ucap dr. Fadel ketika diwawancarai gopos.id, Senin (12/4/2022) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Hasri Ainun Habibie Provinsi Gorontalo.
Dr. Fadel menjelaskan, terdapat resiko terhadap anak yang tidak mendapatkan imunisasi di usia mereka 0-18 bulan. Bagi anak yang tidak mendapatkan atau hanya sesekali di imunisasi, maka kekebalan yang seharusnya dibentuk terhadap satu penyakit yang dapat ditangani lebih dini oleh imunisasi tidak akan maksimal.
Sebelum anak berusia satu tahun, imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan secara lengkap sesuai dengan umurnya. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal dengan efek simpang yang ditimbulkan seminimal mungkin. Meskipun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Angka drop-out ini menjadi indikator pemanfaatan layanan imunisasi. Untuk mengetahui angka drop-out, dapat dilakukan penghitungan melalui drop-out imunisasi DPT-HB-Hib1 ke DPT-HB-Hib3 atau drop-out imunisasi DPT-HB-Hib1 ke Campak Rubela1.
“Contohnya ada imunisasi itu disuntikan tiga kali. Oleh orang tuanya hanya disuntikan hanya satu kali. Kemudian jadwal berikutnya tidak datang lagi. Nah ini kekebalan yang ditimbulkan tidak akan maksimal, bahkan tidak menyentuh setengah. Akibatnya anaknya bisa sakit,” tutur dr. Fadel.
Adapun alasan orang tua tidak membawa anaknya untuk imunisasi di tahun 2020 sampai 2021, disebabkan ketakutan orang tua terhadap Covid-19. “Biasanya di Posyandu-Puskemas itu ramai, nah mereka tidak mau membawa anak mereka ke tempat-tempat ramai. Mereka takut anak mereka terpapar Covid-19. Inilah yang menurunkan angka imunisasi di dua tahun terakhir ini,” paparnya.
Bertepatan Pekan Imunisasi Dunia (PID) yang jatuh pada tanggal 16-22 April 2022, pemerintah maupun Dokter Anak seluruh Indonesia mendorong bagi orang tua yang belum memberikan anaknya imunisasi atau terlambat. Maka bisa dilakukan dengan Imunisasi kejar untuk menyusul imunisasi anak yang tertunda imunisasi tersebut.
Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine, saat konferensi pers virtual Pekan Imunisasi Dunia Senin (11/4/2022) mengatakan imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Sehingga ketika anak terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
“Imunisasi dasar lengkap saja belum cukup memberikan perlindungan terhadap Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Karena, beberapa antigen memerlukan besar atau pemberian dosis lanjutan pada usia 18 bulan, usia anak sekolah, dan usia dewasa,” kata Prima.
Hal senada juga disampaikan, dr. Fadel Bilandato, Sp.A bahwa dengan pemberiaan imunisasi tidak memberi 100 persen anak bebas dari penyakit, tetapi mencegah atau meningkatkan imunitas tubuh agar tidak terpapar penyakit yang berat terhadap anak. Umumnya pada bayi usia 0-9 bulan ketika mengalami keterlambatan harus sesegera diulang atau dilanjutkan.
“Jika dia sudah disuntik sekali di usia dua bulan misalnya. Kemudian di usia 6 bulan dia baru datang. Maka diberikan lagi diusia 6 bulan, kemudian diminta balik lagi satu bulan setelah mendapatkan vaksin setelah itu. Dan harus dituntaskan sampai di usia anak tersebut 9 bulan. Nah itulah yang dikatakan imunisasi kejar,” jelasnya.
Selain itu, bisa juga diberikan dosis simultan atau bersamaan terhadap anak yang mengalami keterlambatan dosis.
“Kami berharap di PID ini, orang tua sudah mau membawa anak mereka untuk di imunisasi. Mengejar imunisasi yang belum dilakukan, agar nantinya anak-anak mereka memiliki kekebalan tubuh yang baik sampai mereka tumbuh dewasa. Sebab jika sejak awal tidak mendapatkan imunisasi, maka kebanyakan kasus ketika dewasa, mereka sering mendapatkan penyakit, khususnya penyakit menular,” tandas Fadel. (andi/gopos)