KORUPSI lembaga negara kembali terjadi. Menteri BUMN Erick Thohir menonaktifkan Antonius Kosasih Direktur Utama PT Taspen, atas kasus dugaan korupsi investasi fiktif di Taspen yang tengah dalam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). – (Tempo.co 10/03/2024)
KPK mengatakan bahwa negara mengalami kerugian akibat kasus korupsi di PT Taspen (Persero). Dugaan kerugian negara atas kasus korupsi ini diperkirakan hingga ratusan miliar rupiah. Juru bicara KPK Ali Fikri menyatakan bahwa penyidikan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. KPK menduga modus korupsi dalam kasus ini adalah kegiatan investasi fiktif yang dilakukan PT Taspen pada tahun anggaran 2019. Ali menambahkan dugaan korupsi tersebut juga melibatkan beberapa perusahaan lainnya. – (CNBC Indonesia 09/03/2024)
Kasus korupsi tentunya bukan kali pertama terjadi. Maraknya kasus korupsi telah begitu mengakar seolah menjadi sebuah budaya. Di samping itu, penanganan dan penegakan hukum seakan-akan tidak memberikan pengaruh dalam mengurangi jumlah kasus korupsi. Justru kian hari kian bertambah dan merambah hampir setiap lembaga negara. Tidak terhitung sudah berapa besar kerugian yang ditimbulkan bagi bangsa.
Di Gorontalo sendiri, Kejaksaan Tinggi Gorontalo menangani tujuh kasus korupsi selama tahun 2023, dengan taksiran kerugian negera yang cukup fantastis. Diantaranya dugaan tindak pidana korupsi Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJU-TS) yang diduga merugikan negara sebanyak Rp 2,8 Miliar, Kasus Sambungan Rumah (SR) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) SR MBR dengan kerugian negara diperkirakan Rp 24,3 miliar, dan dugaan kasus korupsi Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan kerugian ditaksir mencapai Rp 43 Miliar. (TribunGorontalo.com 22/11/2023)
Bahkan, belum lama ini mantan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Gorontalo Zubair Pomalingo alias ZP ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan buku perpustakaan Tahun 2018. Perbuatan Zubair menyebabkan kerugian negara senilai Rp 279 juta. (Detiksulsel 23/02/2024)
Akar Masalah
Korupsi berasal dari Bahasa latin, “corruptio” atau “corruptus” yang artinya merusak atau menghancurkan. Singkatnya, korupsi merupakan tindakan kriminal yang tak beradab, yang dapat merusak bahkan menghancurkan tatanan sebuah bangsa.
Jika ditelisik lebih dalam terkait perilaku korupsi yang telah menjamur, menunjukkan bahwa perilaku korupsi bukan hanya perilaku individual akan tetapi sistemik. Tentunya, ada sebuah akar masalah yang menjadikan perilaku korupsi ini tidak terbendung, bahkan tumbuh subur dan membudaya. Hal itu tidak lain terletak pada sistem pendidikan yang diterapkan ternyata belum mampu menanamkan nilai-nilai yang dapat mencegah perilaku korupsi.
Sistem Pendidikan kita masih dibangun atas asas sekularisme-kapitalisme, yaitu sebuah paham pemisahan agama dari kehidupan. Artinya, Sistem Pendidikan ini tidak distandarkan pada akidah dan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini tercermin dalam kurikulum Pendidikan yang tidak menjadikan agama dan pembentukan akhlak sebagai landasan utamanya.
Pelajaran Pendidikan Agama hanya diberi porsi sedikit dan dipisahkan dari pelajaran Sains, dan Ilmu Sosial. Adanya sekolah keagamaan dan sekolah umum menjadi bukti lain adanya dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu-ilmu yang lain. Padahal sejatinya, dalam setiap ilmu harus mengintegrasikan nilai-nilai agama dan akidah. Sehingga, wajar jika Sistem Pendidikan saat ini belum mampu melahirkan insan yang Amanah. Buruknya integritas SDM hari ini justru merupakan gambaran dari gagalnya Sistem Pendidikan yang sekuler.
Faktor lain yang menjadikan sulit memberantas perilaku korupsi ada pada Sistem Hukum yang belum memberikan efek jera kepada para pelaku. Sehingga tidak mengherankan, kasus korupsi terulang lagi dan lagi seakan tiada henti. Sejauh ini, undang-undang mengatur koruptor hanya mendapat hukuman penjara 2 tahun sampai 20 tahun, itupun masih bisa memperoleh grasi dari Presiden.
Pandangan dan Solusi Islam dalam Mengatasi Korupsi
Ajaran Islam memandang perilaku korupsi sebagai bentuk kejahatan dan tentunya diharamkan. Di samping itu, Islam mempunyai mekanisme untuk mencegah timbulnya perilaku ini. Dimulai dari membangun Sistem Pendidikan yang dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sistem Pendidikan Islam menanamkan akidah yang kuat sehingga setiap individu akan terikat dengan akidahnya, berakhlaqul karimah serta senantiasa berperilaku jujur, Amanah dan takut berbuat kejahatan. Pendidikan Islam akan melahirkan insan yang beriman, bertakwa, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam Islam, kesejahteraan adalah hal yang dijamin oleh negara, baik para pejabat maupun rakyatnya sehingga dapat menghalangi niat untuk melakukan kejahatan. Islam memiliki seperangkat hukum yang tegas dan memberikan efek jera untuk mencegah perilaku korupsi. Koruptor diberi sanksi tegas bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Maraknya kasus korupsi seharusnya menjadi pintu masuk kesadaran akan gagalnya sistem kehidupan yang berasas sekularisme-kapitalisme. Sedangkan sistem kehidupan yang dibangun atas akidah Islam menjadikan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan jauh dari perilaku kejahatan termasuk korupsi. Wallahu a’lam bishshawab. (*)