GOPOS.ID, GORONTALO – Tim forensik, Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Bidokkes) Polda Gorontalo akhirnya merilis hasil otopsi bocah yang tewas yang diduga dianiaya paman dan bibinya, MIS (32) dan DR (34).
Dari hasil otopsi, tim forensik menemukan ada dua tanda kekerasan yang menyebabkan kematian bocah yang masih duduk di bangku kelas 2 SD itu.
Yang pertama adalah di bagian kepala di mana terdapat memar di jaringan otak yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Kedua, ditemukan memar pada jaringan paru yang disertai pendarahan yang menyebabkan korban mengalami gangguan nafas sehingga meninggal dunia.
“Meninggal dunia ini juga diperparah dengan luka di sekujur tubuh korban yang memicu rentetan neurogenik,” kata dr Leonardus, dokter forensik yang diperbantukan dari Pusdokkes Polri pada konferensi pers di Polda Gorontalo, Rabu (17/5/2023).
Selain itu, pada pemeriksaan permukaan tubuh ditemukan luka lecet dan memar di seluruh tubuh korban, terutama bagian kepala, leher, dada, perut dan empat anggota gerak tubuh.
Sementara untuk pemeriksaan bedah jenazah ditemukan tanda-tanda resapan darah di daerah-daerah yang mengalami perlukaan dari permukaan tubuh, seperti kulit leher bagian dalam yang ada resapan darah, dada dan otot perut.
“Kami menyimpulkan penyebab kematian korban adalah karena kekerasan benda tumpul pada kepala dan leher yang mengakibatkan memar otak, memar paru sehingga menyebabkan anti nafas. Kemudian kekerasan tumpul pada permukaan tubuh dan tidak diberikan pengobatan sehingga memiliki andil pada percepatan kematian,” urai Leonardus.
Di tempat yang sama, Kapolres Gorontalo AKBP Dadang Wijaya mengatakan, kekerasan terhadap korban diduga dilakukan tidak hanya satu kali saja.
“Sudah sering terjadi penganiayaan,” kata Dadang yang juga didampingi Kabid Dokkes Polda Gorontalo, Kombes Pol Toto Sugiharto.
Dia bilang, kedua pelaku yakni MIS dan DR memiliki peran yang sama terhadap tindak kekerasan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Pihaknya juga telah menyita sejumlah barang bukti seperti selang, lilin yang dibakar, jeruk hingga sapu yang diduga digunakan tersangka untuk melakukan penyiksaan.
Tersangka yang merupakan pasangan suami istri itu pun dijerat dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.(putra/abin/gopos)