GOPOS.ID, GORONTALO – Perdebatan antara pasangan suami-istri bukanlah hal baru yang sering terjadi. Namun jika cekcok berkepanjangan bisa menjadi boomerang dalam hubungan rumah tangga. Cekcok di dalam rumah tangga, menjadi penyumbang terbesar dalam angka perceraian di Provinsi Gorontalo. Sampai dengan pertengahan tahun atau selang Januari-Mei 2020, sedikitnya 456 kasus perceraian disebabkan cekcok berkepanjangan.
Data dirangkum gopos.id dari Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Gorontalo, pada Januari-Mei 2020 angka perceraian yang diakumulasi dari masing-masing Pengadilan Agama (PA) Kabuapten/Kota se-Gorontalo tercatat sebanyak 761 perkara.
Penyebab perceraian di Gorontalo selama Januari-Mei 2020 disebabkan cekcok berkepanjangan 456 kasus, meninggal salah satu pihak 200 kasus, Mabuk 50 kasus, dan Ekonomi 20 kasus.
Sementara ada faktor lainnya seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 19 kasus, Madat 7 kasus, murtad 3 kasus, zina dan judi masing-masing 2 kasus, poligami dan cacat badan masing-masing 1 kasus.
Cerai gugat atau gugatan isteri mendominasi perkara perceraian yang ada di Gorontalo. Sepanjang Januari-Mei 2020, ada sebanyak 557 gugatan cerai yang diajukan pihak istri ke Pengadilan. Sementara cerai talak atau suami yang mengajukan gugatan perceraian sebanyak 158 perkara.

Sementara di tahun 2019 perceraian di Provinsi Gorontalo sebanyak 2.908 perkara. Perceraian yang dipicu oleh cekcok berkepanjangan selama 2019 sangat tinggi yaitu 1.346 perkara.
Hakim PTA Gorontalo, Musbir mengatakan fenomena ini bisa terjadi karena faktor orang ke tiga, suami tidak bekerja, tidak ada penyelesaian masalah dalam rumah tangga dan faktor lainnya.
Baca juga: 370 Suami-Istri di Gorontalo Bercerai saat Pandemi Covid-19
“Jadi masalah-masalah sebelumnya terbawa-bawa hingga cekcok terus menerus. Karena tidak ada penyelesaian masalah terbawa emosi akhirnya pergi ke pengadilan,” ungkap Musbir kepada gopos.id, Kamis (9/7/2020).
Menurut Musbir, setelah ada pihak yang mengajukan perceraian, di pengadilan masih ada upaya mediasi. Jadi ada seroang mediator yang ditunjuk memberikan muatan agar pasangan yang berperkara akan berdamai. Nanti setelah upaya mediasi tidak bisa ditempu, maka perkara akan berlanjut di persidangan.
“Itupun dalam persidangan tetap ada upaya mendamaikan kedua pihak. Cerai nanti upaya terakhir,” ungkapnya. (muhajir/gopos)