GOPOS.ID, JAKARTA – Masyarakat harus lebih bijak lagi dalam menggunakan dokumen kependudukan. Sebab jika salah dalam menggunakan dokumen tersebut, bisa-bisa dikenakan pidana 10 tahun penjara atau denda Rp1 miliar.
Seperti baru-baru ini banyak masyarakat Indonesia ramai-ramai mengunggah swafoto bersama dengan kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el, terkait fenomena bisnis digital Non-Fungible Token (NFT).
Untuk itu, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrullah, mengingatkan bahaya mengunggah swafoto bersama dengan kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el.
Menurut Zudan, penjualan dan pengunggahan foto dokumen kependudukan tersebut sangat rentan terhadap tindak kejahatan.
“Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya itu sangat rentan dengan adanya tindakan fraud atau penipuan atau kejahatan oleh ‘pemulung data’,” kata Zudan dalam keterangan tertulisnya.
Dengan mengunggah foto dokumen kependudukan berisi informasi data diri tersebut, lanjut Zudan, dapat dengan mudah digunakan pelaku tindak kejahatan.
“Karena data kependudukan itu dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online, misalnya seperti pinjol (pinjaman online),” tambahnya.
Oleh karena itu, Zudan mengimbau seluruh masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih pihak-pihak yang dapat dipercaya dalam memberikan verifikasi dan validasi terhadap dokumen kependudukan berisi informasi diri.
Baca juga: Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan, Kejagung Hanya Akan Usut Pihak Swasta
“Oleh karena itu, pentingnya edukasi kepada seluruh masyarakat untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apa pun, (edukasi) itu sangat perlu dilakukan,” ujarnya.
Selain itu, Zudan mengimbau kepada pihak yang melakukan tindak kejahatan mendistribusikan dokumen kependudukan, termasuk diri sendiri akan dikenai ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000.
“Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,” ujar Zudan.
Sebagai informasi, NFT merupakan produk digital yang dapat dijual dan dibeli menggunakan teknologi blockchain.
Blokchain adalah teknologi yang mendasari perkembangan mata uang kripto seperti bitcoin, ethereum, atau bentuk aset kripto lain.
NFT memiliki fungsi seperti sertifikat digital yang menunjukkan kepemilikan atau otoritas terhadap suatu karya seni.
NFT dapat diperjualbelikan di pasar daring atau market place OpenSea, yang pertama kali didirikan oleh Devin Finzer dan Alex Atallah pada Maret 2020. (adm-01/infopublik/gopos)