Memasuki awal Maret 2021. Perhatian publik di tanah air, tak terkecuali di Gorontalo, kembali tertuju pada kebijakan Pemerintah. Kali ini berkaitan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Lebih tepatnya ketentuan investasi di bidang industri minuman keras mengadung alkohol. Pro kontra mewarnai ketentuan yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut. Sebagian kalangan yang mendukung Perpres 10 tahun 2021 berpendapat bila ketentuan tersebut dapat mendorong peningkatan investasi, yang secara langsung maupun tak langsung, dapat meningkatkan pendapatan negara. Selain itu ketentuan industri miras hanya berlaku di empat daerah. Yakni Provinsi Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Papua.
Berbicara pendapatan, miras menjadi salah satu sumber pendapatan negara di luar minyak bumi dan gas (migas). Cukai miras menempati urutan kedua setelah cukai rokok pada penerimaan negara di bidang Kepabeanan dan Cukai.
Kementerian Keuangan RI mencatat, penerimaan cukai miras di awal tahun 2021 sebesar Rp250 miliar. Mengalami pertumbuhan negatif atau menurun 15,18 persen dibandingkan awal 2020 (yoy).
Sementara itu di empat daerah yang ditetapkan daerah investasi miras menunjukkan, pendapatan dari cukai miras di Provinsi Bali pada Januari 2021 sebesar Rp 27 miliar. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar Rp61,38 juta. Di Sulawesi Utara sebesar Rp1,33 miliar. (Selengkapnya baca: Kontribusi Cukai Miras di 4 Provinsi Yang ‘Ramah’ Investasi)
Namun di balik nilai pendapatan maupun kearifan lokal sebagaimana dituangkan dalam Perpres nomor 10 tahun 2021, banyak kalangan menilai investasi miras tidak sebanding dari sisi kemaslahatan atau manfaat. Utamanya dari sisi kesehatan (fisik dan mental), maupun keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Dari berbagai studi menujukkan konsumsi alkohol akan berdampak buruk terhadap kesehatan. Â Mulai dari ganguan pencernaan, menyebabkan kerusakan hati, pankreas, ginjal, serta jantung. Mengkonsumi miras juga dapat menurunkan fungsi otak, hingga meningkatkan risiko kanker.
Di sisi lain, pemerintah menggelontorkan anggaran yang begitu besar untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Termasuk di dalamnya perlindungan terhadap kesehatan masyarakat melalui jaminan sosial kesehatan nasional (JKN). Di tahun ini Pemerintah mengalokasikan sedikitnya Rp2,4 triliun untuk bantuan iuran BPJS Kesehatan kelas 3. Sementara secara keseluruhan Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp51 triliun untuk JKN-KIS.
Minuman berakohol juga disebut sebagai salah satu pemicu gangguan Kantibmas. Banyak kejadian tindak pidana pangkalnya berawal dari minuman keras. Perkelahian, penganiayaan, pencurian maupun Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memiliki korelasi dengan konsumsi miras.
Dari gambaran sederhana di atas, cukup beralasan bila mayoritas begitu gerah mendengar persetujuan Pemerintah terkait investasi industri miras melalui Perpres miras. Apalagi kebijakan itu bisa diterapkan di daerah lain berdasarkan usulan gubernur.(adm-02/gopos)