Oleh: Mohamad Rozkit Bouti
Akhir-akhir ini Gorontalo sedang ramai dengan perbincangan kasus bunuh diri. Terhitung hingga bulan Juli 2023 sudah ada 21 kasus bunuh diri yang terjadi. Dari beberapa kasus bunuh diri sudah ditemukan motifnya, sedangkan lainnya masih dalam investigasi pihak kepolisian.
Sampai dengan saat ini motif bunuh diri yang dilakukan adalah penyebab dari depresi dan distorsi sosial. Mulai dari problem skripsi yang tak kunjung kelar, hubungan yang kurang baik dengan teman dan keluarga, ekonomi yang kurang tercukupi, hingga perselingkuhan.
Depresi diakibatkan oleh tumpukan pikiran negatif yang disimpan pribadi, menahannya sendiri, anggapan bahwa diri sendiri bisa menahannya sendiri, takut menyampaikan kepada orang lain karena tidak ingin merepotkan atau tidak ingin orang lain tahu. Depresi bisa terjadi pada siapa saja, orang tua, dewasa, bahkan remaja.
Tumpukan pikiran negatif ini terus berkembang dengan munculnya pemantik masalah lainnya, akhirnya semakin kuat pusaran pikiran negatif. Agar pikiran ini bisa tersalurkan, maka cerita kepada orang lain bisa mengikis sebagian pikiran negatif.
Sedangkan distorsi sosial maksudnya bahwa adanya problem yang tengah dihadapi individu dengan pasangan, keluarga, teman, dan lingkungan sekelilingnya, sehingga menjadi pemantik seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Aaron Beck seorang tokoh psikologi mengatakan bahwa saat orang akan bunuh diri ada tiga pandangan negatif tentang diri, dunia, dan masa depan. Dia menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berguna, tidak bisa melakukan apa-apa, dan banyak merepotkan orang lain. Dia menganggap bahwa dunia atau lingkungan terlalu banyak menuntut kepada dirinya, entah dalam pekerjaan, capaian cita-cita, kuliah, pernikahan, dan lain sebagainya. Dia menganggap bahwa masa depannya suram, selalu gambaran negatif tentang berbagai hal yang akan dia hadapi masa depan, tidak ada lagi yang dapat ia lakukan.
Tiga pandangan negatif menurut Aaroon Beck dasarnya Kembali kepada kognitif setiap orang. Artinya, pikiran itu tumbuh dari cara kita memandang sesuatu. Kerap kali orang memutuskan bunuh diri disebabkan oleh stagnasi pemikiran, hingga mengambil jalan singkat bahwa untuk melupakan semua masalah yang terjadi, maka bunuh diri adalah jalan keluarnya. Bukan tak mengerti maksud bunuh diri sebagai perbuatan tercela, tapi tumpukan masalah menjadikan seseorang mengambil jalan pintas yang tidak realistis.
Problem apapun yang sedang dihadapi, BUNUH DIRI BUKANLAH SOLUSI.
Coba pikir lagi, bunuh diri malah menimbulkan banyak masalah baru. Keluarga—Ayah, ibu, anak, dan sanak saudara, yang ditinggalkan pasti sedih, bisa jadi masalah yang ditinggalkan berlanjut kepada keluarga dan memunculkan asumsi negatif.
Seberat apa problem yang kita hadapi? seringkali bukan problemnya yang besar, tapi sudut pandang kita terhadap masalah yang berlebihan, sehingga membuatnya terasa besar. Seberat apapun masalahnya, pikirkan bahwa “Masalah ini pasti selesai”, tugas kita menenangkan diri sejenak dan berpikir untuk menemukan solusi.
Karena berbagai masalah kaitannya dengan pengelolaan terhadap pola pikir atau mindset, seberapa baik kita mengelola mindset, maka menentukan pilihan dan cara kita bertindak. Akan muncul selalu banyak pertimbangan, karena manusia selalu punya kebebasan untuk menentukan langkah dalam hidupnya. Dengan itu, kita selalu punya kekuatan untuk menentukan hidup ke arah yang lebih baik.
Jika tak menemukan solusi sendiri, maka diskusikan dengan orang lain yang dianggap dapat memberikan solusi. Karena kita bukan satu-satunya orang yang dapat menghasilkan solusi, tapi orang lain bahkan bisa jadi lebih bisa memberikan solusi yang tepat. Temukan orang lain sebagai bahan pertimbangan dan penguatan, sehingga kita menemukan sudut pandang yang berbeda.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap cara kita menjalani hidup. Tempatkan kita pada circle yang tepat, entah circle pertemenan, perkuliahan, dan pekerjaan. Circle yang membuat kita kuat dengan keberadaan diri sendiri, inspiratif untuk melakukan aktifitas positif, dan tidak menjudge tapi meluruskan dengan baik.
Banyaknya kasus bunuh diri seharusnya membuat kita lebih AWARE dengan SIAPAPUN
Seringkali kita menganggap sepele dengan orang sekeliling yang lagi punya masalah. Ada juga yang saling membandingkan masalahnya sendiri dengan orang lain. Padahal setiap orang punya tanggungan masalah yang berbeda.
Pliss, kalo ada yang lagi cerita tentang masalahnya, tolong dengerin dengan saksama, beri perhatian ke orang yang lagi curhat, tanggapi bukan menjudge, kita nggak harus memberikan solusi, tapi berikan atensi, seringkali orang yang punya masalah memang hanya butuh didengarkan, dan simpan masalahnya baik-baik dengan nggak mengumbar ke orang lain. Karena salah satu yang buat orang malas curhat ke orang lain karena mulut temannya yang ember.
Kasus Bunuh Diri yang terjadi bisa dikatakan sebagai fenomena gunung es, bahwa bisa jadi masih banyak orang di luar sana yang terpikir mengakhiri hidupnya. Tapi menjadi tugas kita aware ke orang-orang sekeliling untuk membantu orang lain menemukan solusi dari masalahnya dan mencegah terjadinya bunuh diri.
Dalam tinjauan agama, semua agama pasti melarang tindakan mengakhiri hidup dengan cara apapun. Anugerah kehidupan yang diberikan Tuhan menjadi sebuah privilage bagi setiap orang, tugas kita adalah memanfaatkan berbagai potensi yang telah diberikan Tuhan.
Banyaknya kasus bunuh diri di Gorontalo ini menjadi bukti bahwa kita benar-benar harus aware dengan orang sekeliling. Tidak menjadikannya sebagai bahan candaan, kita tidak pernah tahu dengan isi pikiran orang-orang. Masyarakat membutuhkan pengetahuan dan wawasan yang lebih masif tentang Kesehatan mental, entah melalui sekolah atau pun sosialisasi di masyarakat. Tentu ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengambil langkah preventif terjadinya kasus bunuh diri.**