GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Tiga dokter yang disebut-sebut dalam sengketa medik pelaksanaan operasi kista dan miom terhadap almarhum pasien MA di RS Multazam Kota Gorontalo buka suara. Ketiganya adalah AW, TBP, dan EABM. Mereka menyampaikan argumen terkait sengketa medik yang ada saat ini dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota (Dekot) Gorontalo, Selasa (19/10/2021).
Rapat dihadiri Ketua IDI Kota Gorontalo, dr. Isman Yusuf, Direktur RSAS, dr. Andang Ilato, Direktur RS Multazam, Syahruddin Sam Biya. Hadir pula suami almarhum pasien, JA, didampingi tim kuasa hukum, serta ibu mertua (ibu kandung pasien MA).
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Dekot Gorontalo, Hardi Sidiki, dua dokter yakni dokter AW dan TB mengakui melaksanakan operasi terhadap almarhum pasien MA di RS Multazam Kota Gorontalo. Sementara dokter EABM melaksanakan operasi di Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo. Selain itu diketahui pula MA merupakan dokter spesialis obgin, sedangkan TBP dan EABM merupakan dokter spesialis bedah.
Menurut AW yang awal menangani pasien, operasi dilaksanakan setelah sebelumnya pasien MA didampingi suami datang ke tempat prakteknya. MA mengeluhkan haid yang tak lancar serta sering nyeri di bagian perut. Berdasarkan keluhan pasien, AW melakukan pemeriksaan menggunakan alat USG. Hasil pemeriksaan diketahui di dalam perut MA terhadap miom dengan ukuran 9,8 dan kista 5,6.
Pada awal konsultasi, dokter AW mengaku belum diputuskan untuk dilakukan operasi. Saat itu ia hanya memberi obat untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien MA. Dokter AW mengaku rencana operasi muncul setelah pasien datang berkonsultasi untuk kali kedua.
“Sebelum operasi sudah disampaikan risiko. Sempat disampaikan untuk dipikir baik-baik,” ungkap dokter AW.
Dokter AW menjelaskan operasi dilaksanakan di RS Multazam pada 20 September 2021. Hanya saja operasi saat itu tak berhasil mengangkat kista dan miom. Hal itu dikarenakan adanya pelengkatan usus yang dialami pasien.
“Operasi pengangkatan kista dan miom tak bisa dilakukan karena usus pasien sangat lengket dengan dinding perut,” ujar AW mengakhiri penyampaiannya.
Usai dokter AW, dokter TBP menceritakan tindakan lanjut setelah operasi penangkatan miom dan kista tak bisa dilakukan oleh dokter AW. Dokter yang mengaku telah bertugas 39 tahun di Gorontalo itu mengatakan, dirinya melakukan penanganan pada beberapa bagian usus yang tersayat dan kemudian melakukan penutupan pada bagian perut.
“Saya tiba kondisi pasien sudah dioperasi. Ususnya sangat lengket. Saya hanya menangani bagian yang tersayat lalu kemudian menutup kembali,” kata dokter TBP.
Dokter TBP mengklaim penanganan yang dilakukan sudah sesuai. Mengenai cairan yang keluar, dokter TBP mengakui memang ada cairan yang keluar dari luka pasien.
“Luka yang terbuka itu ukurannya sekitar 2 centimeter,” ujar dokter TBP.
Dokter EABM yang memberikan keterangan selanjutnya, mengamini beberapa keterangan yang dijelaskan suami pasien MA. Khususnya berkaitan operasi yang dilakukan di RSAS. Meski begitu, dokter EABM menyampaikan penegasan terhadap keterangan rekan sejawatnya mengenai kondisi usus pasien yang lengket.
“Jadi memang lengket. Operasi pembukaanya sekitar 2 jam, setelah berhasil dibuka, suami pasien dipanggil masuk,” kata dokter EABM.
Sebelumnya, suami almarhum pasien, JA, kembali menyampaikan keberatannya terhadap dugaan malapraktik yang dialami istrinya. Antara lain masalah gagalnya operasi pengangkatan miom dan kista yang dikarenakan masalah pelengketan usus. Kemudian penanganan luka pasien yang mengeluarkan cairan (kotoran), hingga saat akan meninggalkan rumah sakit masih harus diminta membereskan terlebih dahulu administrasi dan biaya perawatan.
Pasca penyampaian keterangan ketiga dokter, DPRD Kota Gorontalo memutuskan untuk menunggu hasil sidang Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK). Lembaga wakil rakyat itu memberi deadline kepada IDI yang menangani sidang MKEK selama seminggu.
“Seminggu ke depan ini akan ada hasilnya, sebab yang bisa memutuskan adalah majelis kode etik dokter. Saya tadi berusaha menanyakan waktu penanganannya, dan sesuai IDI itu kurang lebih seminggu,” kata anggota komisi C, Irwan Hunawa, saat ditemui awak media usai mengikuti rapat dengar pendapat di kantor DPRD kota Gorontalo, Selasa (19/10/2021).
Lebih lanjut, Ketua fraksi partai Golkar itu menjelaskan, meskipun terjadi perbedaan keterangan antara pihak dokter dan keluarga, IDI tetap diminta bersikap tegas dan adil dalam menangani dugaan sengketa medik.
“Karena ini sudah di lembaga DPRD, maka setiap keputusan harus dilaporkan DPRD. Supaya yang kita inginkan dalam kasus ini terungkap dengan benar dan jelas,” pungkasnya.(*/gopos)