GOPOS.ID, GORONTALO – Kapal Layar Pinisi merupakan kapal layar tradisional dengan 2 tiang dan 7 lembar layar sebagai ciri khas utama dari kapal ini.
Pinisi terbuat dari bahan kayu dari jenis Bitti yang merupakan jenis kayu langka dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Serta memakan waktu ratusan tahun baru bisa dijadikan bahan kayu yang berkualitas tinggi.
Kelebihan Pinisi merupakan kearifan lokal dari warisan leluhur dari generasi terdahulu tanpa bantuan peralatan moderen oleh arsitek tempo dulu. Dan sudah tersimpan dalam memori otak mereka dan diwariskan secara turun temurun pada generasi sekarang.
Sejarah pernah mencatat pada era tahun 1900-an pinisi sampai di daratan Australia yang digunakan nelayan Suku Bugis untuk mencari teripang. Sejarah juga pernah mencatat tentang kemaritiman Gorontalo bahwa Kerajaan Gorontalo pernah mengirim balatentaranya membantu Kerajaan Ternate melawan Portugis. Dengan menggunakan kapal layar yang diyakini adalah Kapal Layar Pinisi. Konon tak satupun pasukan tersebut kembali ke Gorontalo dan isu yang beredar mereka semuanya gugur dimedan laga bersama pasukan ternate melawan Portugis.
Di Gorontalo Utara tepatnya diperairan Desa Dunu terdapat pulau yang bernama Pulau Motu’o sekarang namanya Pulau Raja. Konon pulau tersebut disinggahi oleh seorang raja bersama hulubalangnya dengan kapal layar yang diyakini adalah kapal layar pinisi dan meninggalkan senjata pusakanya di pulau tersebut. Sehingga masyarakat Gorontalo Utara menyebutnya sampai sekarang Pulau Raja.
Baca juga : Januari Ini, Fakultas Kedokteran UNG Mulai Jalan
Pinisi mengalami masa keemasan selama 40 tahun, yakni dari tahun 1930 sampai 1970 digunakan sebagai kapal dagang dan kapal nelayan. Kapal Layar Pinisi Nusantara pertama kali melakukan ekspedisi pelayaran yang dinahkodai oleh Capt Gita Ardjakusuma yang merupakan Perwira TNI-AL. Yakni pada 32 tahun lalu tepatnya tahun 1986 dalam rangka mengikuti Vancouver Expo 86 di Kanada.
Pinisi ini berlayar dari Makassar ke Jakarta kemudian melewati Bitung, Sangihe Talaud dan Philipina kemudian mengambil posisi ke Honolulu (Hawai). Terus ke Vancouver dan San Diego Amerika Serikat, pelayaran ditempuh selama 69 hari dengan menggunakan layar.
Menurut ahli Kelautan Dr. Anugrah Nonji (2009, 2017), mulanya rencana mengirim kapal layar tradisional ini banyak ditanggapi dengan sinis oleh berbagai kalangan.
Banyak media menyebut pelayaran Pinisi Nusantara ini bagai proyek melayarkan peti mati saja. Terbukti kemudian kata Nonji, Pinisi Nusantara dapat mewujudkan rencananya dengan gemilang menepis segala keraguan dan Kapal Layar Pinisi dikenal di seluruh dunia.
Baca juga : PAD Sektor Pariwisata Perlu Digenjot
Pinisi pernah ditampilkan juga di luar negeri dihadapan masyakat internasional Europalia Indonesia pada kegiatan festival di Belgia pada Oktober 2017.
Dan ditetapkan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada tanggal 7 Desember 2017 di Korea Selatan. Pinisi juga pernah membawa Api Obor Asian Games 2018 di Bulukumba-Sulawesi Selatan,
Dalam aksi kemanusiaan pernah digunakan utnuk Ekspedisi Pinisi Bhakti Nusa pada bencana gempa bumi dan tsunami Palu-Donggala Sulawesi Tengah oleh Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) dan Yayasan Makasar Skalia (YMS).
Dengan membawa 70 ton bahan bantuan dan 37 orang relawan pada 9 Oktober 2018. Dengan 10 hari bhakti sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan ISKINDO bagi korban bencana.
“Pinisi Cinta Laut juga pernah digunakan untuk kegiatan ekspedisi The Sea Great Journey untuk kegiatan riset di Kepulauan Togean – Toluk Tomini. Dimana salah satu tim ekspedisinya adalah Dosen Perikanan dan Kelautan Universitas Gorontalo Ibu Fem,” ucap Gusnar Lubis Ismail, S.IK
Sejarah juga penah mencatat pinisi digunakan untuk mengungsi pada perang dunia kedua oleh masyarakat Pulau Salemo yang merupakan salah satu sasaran serangan udara sekutu. Setelah kejadian ini banyak yang pindah berlayar ke Surabaya dan Jakarta menggunakan Pinisi.
Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa merupakan kegiatan menjalin, menghubungkan dan menggugah kesadaran semua pihak dalam membaca dan menawarkan solusi atas realitas di pesisir dan pulau-pulau Nusantara.
Program ini diharapkan dapat menjadi manifestasi kejayaan Nusantara sekaligus sebagai bagian dari upaya mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim dunia.
Baca juga : Akomodasi Destinasi Wisata Gorontalo Belum Merata
Pinisi Berlayar sekitar sembilan bulan hingga 17 Agustus 2019 mendatang. Dalam pelayarannya, kapal ini berlabuh di 74 titik pelabuhan atau pesisir strategis, termasuk kawasan konservasi laut, pariwisata, dan pulau-pulau perbatasan.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang akan disinggahi pada trip 2 dengan 2 titik labuh oleh Ekspedisi Pinisi Nusa Bhakti tersebut yaitu. Di Kampung Bajo Torosiaje, Kabupaten Pohuwato dan Pelabuhan Pelindo IV Gorontalo.
“Kapal Layar Pinisi Pusaka Indonesia dengan bobot 50 GT. Yang akan menyambangi Kampung Bajo Torosiaje Kabupaten Pohuwato pada tanggal 12 Januari 2019. Dan Gorontalo pada tanggal 13-16 Januari bebas berkunjung untuk umum dan kru kapal. Ini juga diawali oleh ahli riset bawa laut/ahli pelayaran International dari Purnawirawan TNI AL yang dapat memberikan pemahaman bagi pengunjung. Khususnya siswa dan mahasiswa untuk menambah wawasan tentang kelautan dan kemaritiman,” beber Gusnar Lubis Ismail yang juga ketua panitia kegiatan tersebut.
Baca juga : Jokowi-Ma’ruf Amin Ajak Umat Doakan Ustadz Arifin Ilham
Pada sesi kunjungan kapal ini juga dibuka untuk umum digratiskan berselfi ria diatas kapal dan bagi para kutu buku disediakan juga perpustakaan. (rls/adm-01)