GOPOS.ID, GORONTALO – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Gorontalo mencatat, salah satu faktor utama penyebab stunting yakni tingginya angka pernikahan dini yang terjadi di masyarakat Gorontalo.
Hal itu diungkapkan, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Gorontalo Hartati Suleman saat menghadiri dialog dengan tema Ayo Cegah Pernikahan Dini, Bentuk Generasi Berkualitas dan Berencana yang diselenggarakan oleh Lembaga pendidikan dan pelantihan Sweet Media, Rabu (23/2/2022) di Ballroom Maharani Souvenir, Kota Gorontalo.
Dalam kesempatan itu, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Gorontalo Hartati Suleman menjelaskan bahwa potensi stunting di Gorontalo akan mencapai di angka 1.171 anak di dalam keluarga yang faktor utamanya adalah pernikahan dini.
Sehingga dirinya mendorong agar seluruh lintas sektor di masing-masing kabupaten/kota untuk dapat bergerak dalam mencegah adanya edukasi sebelum menikah. Peran keluarga untuk menikahkan anaknya sangat dibutuhkan dalam persoalan tersebut, sebab di masa pandemi Covid-19, aktivitas dari remaja Gorontalo yang lebih banyak bermain gadget membuat mereka gampang meniru hal-hal negatif, lalu mencobanya bersama pasangan.
“Kita lihat banyak anak-anak kita yang masih remaja sudah pacaran, orang tua tidak mengawasinya secara ketat, sehingga anak-anak ini pergaulannya salah. Apa yang terjadi, tiba-tiba ada yang sudah hamil, ada yang dinikahkan sejak dini. Padahal jika peran keluarga baik, maka pernikahan dini itu tidak mudah terjadi. Termasuk bagi mereka yang telah menikah, edukasi soal merawat anak pasca melahirkan itu juga belum mereka ketahui,” papar Hartati.
Selain itu, penyebab tingginya stunting di Gorontalo karena faktor ekonomi dan pendidikan. Dimana hasil Pendataan Keluarga yang dilakukan oleh BKKBN pada tahun 2021 menunjukkan faktor pendidikan menjadi salah satu penyebab utama stunting. Gorontalo menempati urutan keempat tertinggi tidak sekolah. Artinya pada saat usia wajib sekolah, para ibu rumah tangga ini tidak bersekolah, yang terjadi adanya pernikahan dini bagi remaja yang tidak bersekolah tersebut.
Baca juga: Turun 5,9 Persen, Penanganan Stunting di Gorontalo Terus Ditingkatkan
“Di 2021 angka stunting kita hanya turun 5.9 persen, sekarang angka stunting kita berada di angka 29 persen. Sementara Presiden Joko Widodo meminta angka stunting di 2024 berada di angka 14 persen. Bagaimana ini bisa terwujud, maka yang harus kita lakukan adalah bergerak mengedukasi, sosialisasi efek buruk dari nikah dini, sosialisasi 1.000 hari kehidupan anak, pembinaan calon pra nikah oleh Kemenag harus kuat, sehingga ketika ada yang menikah mereka sudah matang, dan dapat mencegah anak-anak yang mereka lahirkan menderita stunting,” tandasnya.
Ditempat yang sama, Anggota DPR RI Dapil Gorontalo, Idah Syahidah Rusli Habibie mendorong agar seluruh pemerintah dan lintas sektor yang menaungi permasalahan remaja yang menikah dini untuk dapat bergerak.
Adanya regulasi yang kuat dan mengikat menjadi penting untuk diterapkan di Provinsi Gorontalo. Sebab angka pernikahan dini di Gorontalo sendiri setiap tahunnya terus meningkat. Belum lagi, banyak dari pernikahan dini tersebut berujung dengan perceraian.
“Kami ingin menjadikan generasi penerus Gorontalo ini berkualitas, tetapi kami juga sangat miris melihat banyak diantara remaja kita yang ingin cepat-cepat nikah. Bahkan yang terjadi banyak pula orang tua yang mendukung dan menjadi orang terdepan yang ingin menikahkan anaknya. Ini harus menjadi tugas kita bersama, memang anggaran kita dipangkas karena pandemi. Tetapi jangan karena anggaran yang sedikit, kemudian kita abai terhadap masalah ini. Pernikahan dini adalah masalah serius yang harus kita tangani bersama,” papar Idah.
Idah juga mendorong agar remaja yang tergabung dalam Generasi Berencana (Gendre) BKKBN dapat berpartisipasi untuk terus mensosialisasikan kepada remaja lainnya agar tidak cepat menikah, melakukan pergaulan yang baik dan fokus terhadap pendidikan serta dapat memulai untuk melakukan pekerjaan bagi yang telah lulus sekolah menengah atas atau kuliah. (andi/gopos)