UNDANG-UNDANG No 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah haji dan Umrah mengamanatkan 3 (tiga) tugas pokok pemerintah yaitu pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada jamaah haji. Penyelenggaraan ibadah haji oleh Pemerintah menurut regulasi di atas, dikoordinasikan dan diorganisir oleh Kementerian Agama RI sebagai leading sektornya. Karena itu, peran Kementerian Agama sebagai representasi pemerintah memiliki peran yang sangat penting.
Tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Agama memberangkatkan 241.000 jemaah haji-kuota terbesar sepanjang sejarah-karena beroleh tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah.
Tentu jumlah sebesar ini harus dikoordinasikan dan diorganisir secara baik, profesional dan transparan. Penambahan kuota tersebut selain mengurangi waiting list di setiap wilayah provinsi juga sekaligus sebagai tantangan bagi Kementerian Agama dalam memanej dan meng-arrange operasional ibadah haji. Beberapa tantangan baru yang harus menjadi concern Kementerian Agama pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024:
Pertama, Penambahan kuota jemaah haji sebesar 20.000 sementara space lokasi Arafah,Muzdalifah,Mina (Armuzna) tidak mengalami perubahan;
kedua, Tidak menggunakan wilayah tenda mina jadid yaitu sekitar 27.000 jemaah yang sebelumnya tergabung ke dalam maktab 1 s.d 9 sebagai tempat mabit bagi jemaah haji selama ayyamu tasyriq.
Ketiga, Mekanisme pengaturan transportasi Armuzna yang selama ini menjadi sorotan apalagi diprediksi akan bertambah kemacetan setelah penambahan kuota jemaah,
Keempat, Data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) menunjukkan sebanyak 52.000 atau sekitar 20 % jemaah haji masuk kategori lanjut usia yaitu 65 tahun ke atas.
Terobosan baru Peny. Ibadah Haji
Setiap tahun, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama menghadapi dinamika penyelenggaraan ibadah haji secara variatif. Penyelenggaraan ibadah tahun 2022 meskipun saat itu menghadapi pandemic covid 19, pemerintah sukses memberangkatkan jemaah haji sebanyak 100.051 jemaah meski dengan persyaratan yang sangat ketat seperti vaksin, mekanisme social distance, pelaksanaan ibadah dll, tetapi beroleh layanan sangat memuaskan berdasarkan survey indeks layanan kepuasan jamaah sebesar 90.45 % dari Pusat Badan Statistik Nasional.
Tahun 2023, di mana pandemic covid 19 dinyatakan sudah berubah status menjadi endemic, Kementerian Agama beroleh kepercayaan dari Kerajaan Arab Saudi untuk memperoleh kuota normal. Yakni sebanyak 229.000 jemaah haji telah diberangkatkan dan 30 % di antaranya adalah jamaah lansia atau sebanyak 67.000 sehingga tag line policy Kementerian Agama pada tahun itu adalah haji ramah lansia. Dengan kondisi jemaah tersebut.
Kementerian Agama membuat 7 kebijakan terkait layanan haji ramah lansia yang oleh penulis memandangnya sangat seperti dan strategis yaitu pelibatan ahli dan tenaga kesehatan, perumusan buku manasik ibadah untuk jemaah lansia, petugas khsusus jemaah lansia, penyediaan transportasi khsusu bagi jemaah lansia baik di tanah air maupun selama di tanah suci, penyiapan ruang tunggu loby hotel hinga pada menu makanan. Ini menunjukkan bahwa Kementerian Agama benar-benar telah bekerja keras untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan-kebijakan tehnis untuk mendukung suksesknya penyelenggaraan ibadah haji.
Tahun 2024 ini, Kementerian Agama harus lebih memaksimalkan layanan kepada jemaah haji meskipun penambahan kuota menjadi salah satu isu sentral selain tetap mempertahankan tag-line haji ramah lansia. Beberapa kebijakan penting yang dilakukan Kementerian Agama pada tahun ini yang menjadi indikator suksesnya penyelenggaraan ibadah haji antara lain.
- Layanan pra-Keberangkatan
Pertama; pada tahun ini, Kementerian Agama memberlakukan penetapan istitho’ah jemaah haji sebelum pelunasan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penetapan istitho’ah jemaah haji dilakukan setelah jemaah melaksanakan pelunasan. Penulis memandang bahwa kebijakan ini cukup sukses karena jemaah haji  memiliki waktu yang cukup untuk melakukan mempersiapkan dirinya.
Selain itu, jemaah pun dapat diberi kesempatan yang panjang untuk menjaga kebugaran serta mengetahui sejak dini kondisi kesehatannya. Kedua; layanan one stop service; kebijakan ini dilaksanakan sejak jemaah masuk embarkasi. Layanan ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2023,di mana sesaat setelah jemaah emasuki asrama haji, para panitia haji embarkasi langsung memberikan layanan dengan model 1 pintu baik layanan keimigrasian, pemeriksaan kesehatan tahap akhir, pemberian living cost, dan penempelan stiker maktab/maskapai dll.
Dengan demikian, jemaah haji lebih banyak beroleh waktu yang cukup untuk beristirahat sebelum jadwal keberangkatan. Ketiga; Kementerian Agama sukses melakukan penyerapan kuota keberangkatan di mana tercatat hanya 45 jemaah yang tidak dapat dilakukan penggantian karena lasan waktu yang sudah tidak cukup (closing date).
- Layanan Armuzna
Indikator utama penyelenggaraan ibadah haji menurut penulis terletak pada masa operasional Armuzna. Penulis menyaksikan beberapa kali muncul isu krusial di sana saat menjadi petugas haji seperti pendorongan jemaah dari Arafah-Muzdalifa-Mina. Tahun 2024 terlihat kesiapan para Panitia Penyelenggara Ibadah haji (PPIH) yang lebih matang di mana menetapkan kebijakan murur.
Kebijakan ini faktanya telah suskes mengurai kepadatan dan kemacetan lalu lintas secara efektif. Kebijakan murur atau hanya lewat saja dikhususkan kepada jemaah-jemaah yang memiliki tingkat resiko tinggi (resti), sakit atau difable (kursi roda) dengan jumlah 55.000 atau sekitar 25 %. Dari aspek fiqh, hal ini tentu tidak menjadi soal karena seblum kebijakan ini diterapkan, pihak Kementerian Agama telah beberapa kali melakukan FGD dengan ormas-ormas untuk meminta fatwa hokum terkait dengan murur.
Pengalaman penulis ketika menjadi jemaah haji pada tahun 2012, jemaah terakir yang didorong dari Muzdalifah ke Mina yaitu pada pukul 11.00, namun dengan skema murur ini, pihak PPIH berhasil mendorong seluruh jemaah dari Muzdalifah ke mina pada pukul 07.35 WAS.
Satu lagi kebijakan yang perlu diapresiasi terkait operasional Armuzna adalah kebijakan tanazul bagi jemaah-jemaah yang tinggal di sekitar jamarat yakni hotel-hotel di wilayah syisyah dan Raodah. Dengan kebijakan ini, selain menjadikan space tenda Mina menjadi lebih luas, juga memberikan kemudahan bagi jemaah-jemaah yang tanazul menjadi lebih mudah melaksanakan pelontaran di tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah. Secara hokum, ini diperbolehkan sepanjang jemaah haji memperoleh edukasi manasikl secara maksimal dengan tetap melakukan mabit di sekitar wilayah jamarat mina paling sedikit 6 jam. Bagi penulis, terobosan kebijakan ini perlu diparesiasi sepanjang menyangkut tentang kepentingan dan kemaslahatan jemaah haji.
Saran dan rekomendasi
Suksesnya Kementerian Agama menyelenggarakan ibadah haji pada tahun 2024 ini tentu harus dispertahankan di masa-masa yang akan datang. Paling tidak, beberapa hal penting dipertimbangkan ke depan antara lain:
- Mengingat di setiap tahunnya jumlah jemaah lansia masih cukup besar dan diprediksi akan terus menjadi salah satu isu sentral selama 5 tahun ke depan, maka Pemerintah melalui Kementerian Agama perlu segera merumuskan secara sempurna buku panduan fiqh taisir khusus untuk jemaah lansia sehingga dapat menjadi semacam buku panduan (buku saku) baik pada saat masih ditanah air maupun selama di tanah suci.
- Perlu dirumuskan kembali perbedaan antara jemaah resti dengan lansia. Sebab di lapangan ada jemaah yang lansia secara regulasi tetapi masih sehat bugar sementara jemaah yang tidak kategori lansia secara regulative tetapi secara kesehatan cukup beresiko melakukan perjalanan ibadah haji. Dan karena itu, kategorisasi istitho’ah bagi jemaah dari kementerian Kesehatan perlu dipertimbangkan lagi.
- Kebijakan zonasi yang sudah berlangsung beberapa tahun ini, sudah saatnya dipertimbangkan untuk dilakukan rotasi zonasi. Misalnya, selama ini, muncul anggapan dari jemaah di wilayah Timur bahwa jemaah asal Embarkasi UPG sudah paten tinggal di wilayah Syisyah dan Raodah sehingga ini dapat dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk kepentingannya.(*)