Oleh: Oneng Abddulah – Praktisi Hukum
KEBERADAAN Pemuda atau anak muda kini tak bisa dipandang sebelah mata. Mereka menjadi salah satu faktor penentu dalam kemajuan bangsa ini. Apalagi kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan dan sains tidak lepas dari peran-peran mereka.
Begitu pula dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terdapat 204.807.222 pemilih yang sudah menjadi pemilih tetap (DPT) untuk menghadapi pemungutan suara 14 Februari 2024 mendatang.
Jumlah tersebar di 38 Provinsi, 514 kabupaten/kota, 128 negara perwakilan, 7.277 kecamatan, 83.731 desa/kelurahan. Dimana untuk pemilih laki-laki berjumlah 102.218.503 jiwa dan pemilih perempuan 102.588.719 jiwa. Angka yang begitu besar. Lantas dari jumlah tersebut berapa persen atau berapa jumlah pemilih anak muda?
Terdapat sebanyak 52 persen pemilih muda. Dengan rincian, pemilih berusia 17 tahun sebanyak 0,003 persen atau sekitar 6 ribu jiwa. Kemudian pemilih dengan rentang usia 17 tahun hingga 30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa. Lalu disusul dengan Pemilih dengan 31 tahun hingga 40 tahun sebanyak 20,70 persen atau sekitar 42,395 juta jiwa.
Angka ini bukan angka yang kecil. Seharusnya ini dapat menjadi peluang dari KPU di dalam menggaet tingkat partisipasi pemilih muda pada Pemilu 2024. Apalagi sebagian besar dari pemilih muda ini sangat menggemari penggunaan media sosial sebagai sarana ekspresi diri mereka.
Jika kelompok pemilih muda ini ditarik sebagai pemilih potensial, maka target KPU di dalam menjadikan suksesi Pemilu 2024 akan terwujud. Jika ditarik dari tingkat parisipasi pemilih pada Pemilu 2019 lalu yang dikumulatifkan secara nasional mencapai 82 persen. Maka tidak heran pada pemilu tahun depan target harus meningkat lagi.
Penulis menyakini potensi itu bisa terwujud dari gambaran dinamika politik saat ini. Banyaknya figur-figur muda yang bertalenta yang ikut dalam konstestasi Pemilu 2024 dapat menarik simpatisan dari pemilih muda. Belum lagi hadirnya para influencer dan kalangan artis dengan popularitas yang mereka memiliki yang kemudian bergabung dalam partai politik memberi dampak positif.
Pemilih muda dapat menjadi penentu masa depan bangsa. Tidak hanya ketika mereka ikut menjadi kandidat di dalam pencalonan anggota legislatif, tetapi besarnya pemilih muda antara generasi Alpha, generasi Z (Gen Z) dan genarasi Y.
Generasi Alfa adalah kelompok demografi yang menyusul Generasi Z. Generasi ini lahir tahun 2013, Diperkirakan akan berakhir pada tahun 2028. Mengambil nama dari huruf pertama dalam abjad Yunani. Generasi Alfa adalah orang-orang yang lahir sepanjang abad ke-21, (sumber: id.wikipedia.org)
Strategi untuk pendekatan terhadap generasi Alpha dan Gen-Z juga terbilang tidak sulit. Dalam jurnal dengan judul Komunikator Politik Berdasarkan Teori Generasi yang ditulis oleh Mirza Shahreza mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang mengemukakan bahwa Generasi Alpha di dalam menghadapi era ini terdapat fenomena baru yang muncul dengan munculnya tokoh-tokoh yang berbeda dan baru.
Seperti suatu produk, konsumen pasti akan sangat penasaran dengan sesuatu yang baru, unik dan berbeda dari yang ada, contoh kata kunci ‘blusukan’ jadi trend dan menular ke politikus lainnya. Maka Kekuatan media semakin nyata dalam pembentukan citra (image) tokoh politik dan menggiring opini publik. Opini publik bisa sangat ditakuti oleh penguasa. Setelah sekian lama dalam kekuasaan otoriter dan banyak pemimpin, birokrat yang terkena kasus hukum menjadikan dinamika politik lebih cair. Transparansi, kredibilitas, integritas dan kopetensi menjadi tuntutan masyarakat dalam memilih pemimpinnya baik legislatif dan eksekutif. Generasi yang lahir sesudah generasi Z, lahir dari generasi X akhir dan Y. Generasi yang sangat terdidik karena masuk sekolah lebih awal dan banyak belajar, rata-rata miliki orang tua yang dengan tingkat perekonomian yang sudah mapan, terdidik dan menguasai berbagai teknologi elektronik dan komunikasi.
Semua sudah menggunakan teknologi untuk komunikasinya, media sosial sebagai sarana mengekspresikan diri dan mencari sumber informasi. Untuk itu, pola sosialisasi dalam menggaet penentu masa depan ini dengan mamanfaatkan fasilitas ini untuk menyakinkan mereka agar dapat menggunakan hak pilihnya pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang. Karena istilah Golput di generasi Alpha hampir tidak pernah mereka bahasakan, sehingga penting untuk menyasar mereka dengan konten-konten menarik serta informasi yang mendalam tentang figur-figur calon pemimpin mereka untuk lima tahun mendatang. (*)