GOPOS.ID, GORONTALO – Pemerintah Daerah (Pemda) harus lebih memprioritaskan pemberdayaan pelaku usaha lokal dalam pengalokasian anggaran belanja pemerintah. Berhentilah membuat proyek-proyek hanya untuk perusahan-perusahaan besar di Jakarta.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Setya Budi Arijanta, mengemukakan belanja pemerintah merupakan salah satu instrumen penting dalam mendorong perekonomian masyarakat. Oleh karena itu sangat diharapkan uang yang dialokasikan dalam belanja pemerintah, baik yang bersumber pada Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), berputar di daerah. Dengan begitu uang yang dikeluarkan pemerintah bisa mendorong kemajuan usaha di daerah.
“Uang APBN/APBD jangan lagi dibelanjakan ke Jakarta. Diatur dan dikelola dengan baik, sehingga berputar di daerah,” ujar Setya Budi Arijanta, saat menjadi keynote speech tentang Kebijakan pengadaan yang responsif dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi dan kemandirian bangsa, pada forum bisnis dan Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) 2 Wilayah Sulawesi, Selasa (27/9/2023) di Grand Palace Convention Center (GPCC) Kota Gorontalo.
Setya Budi mengungkapkan, banyak dijumpai proyek-proyek yang dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan besar di Jakarta di-Sub Kontraktor-kan ke perusahan yang lain. Akibatnya mutu dan kualitas pekerjaan menjadi rendah. Proyek yang diharapkan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan daerah malah berbuntut menjadi masalah hukum.
“Banyak sekali ditemukan seperti itu. Karena di-subkon (Sub Kontraktor) hingga berlapis-lapis, akhirnya perusahaan lokal di daerah hanya kebagian ‘tulang’ saja. Ya bisa dilihat hasilnya seperti apa kalau sudah begitu,” urai Setya Budi blak-blakan.
Menurut Setya Budi, sangat mudah bagi Pemda membuat proyek atau belanja pemerintah yang orientasinya bagi pelaku usaha lokal. Terutama skala usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Caranya adalah memasukkan material atau bahan baku kegiatan pada katalog LKPP. Cara tersebut dicontohkan Setya Budi ketika Pemda hendak membuat jalan sepanjang 10 kilometer. Material seperti batu, kerikil, pasir yang ada di lokal dimasukkan dalam katalog.
“Maka nama proyeknya tidak lagi membuat jalan, tetapi menjadi jasa membuat jalan. Perusahaan-perusahaan besar yang di Jakarta itu yang dipakai adalah alatnya, materialnya belinya di daerah. Lewat katalog,” tutur Setya Budi.
Setya Budi menekankan, khusus di Sulawesi sampai dengan September 2023, jumlah produk yang tayang di katalog LKPP tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah 31.546 produk. Sedangkan yang terendah adalah Provinsi Gorontalo sebanyak 1.571 produk. Untuk transaksi melalui katalog LKPP, Provinsi Sulawesi Selatan kembali tercatat yang paling tinggi dengan nilai transaksi mencapai Rp1,2 triliun. Sementara untuk Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp44,9 miliar.(hasan/gopos)