GOPOS.ID, KOTA GORONTALO – Seorang siswa kelas 5 di salah satu SD di Kota Gorontalo menjadi korban perundungan atau bullying yang dilakukan oleh kakak kelasnya hingga trauma. Hal ini diungkapkan orang tua siswa korban yaitu SK yang membeberkan kepada media, Senin (13/1/2025).
SK sebagai orang tua dari siswa mengungkapkan bahwa anaknya tak hanya dibully secara verbal, namun juga dibully dengan cara ditendang oleh kakak kelasnya.
Aksi bully tersebut, menurut penjelasan SK, sudah dilakukan beberapa kali dari bulan September 2024. SK menceritakan waktu itu dirinya menjemput anak yang sedang les, anaknya terlihat dilihat murung dan sedih. Setelah ditanyakan, anaknya mengaku dibully oleh kakak kelasnya dengan menggunakan kata-kata ejekan.
Awalnya SK tak ingin mempermasalahkan hal tersebut. Namun pada minggu berikut anaknya kembali bercerita bahwa dirinya ditendang. Hal inipun membuat SK mencari tahu siapa pelaku yang tega melakukan hal tersebut.
“Awalnya saya berpikir ini adalah orang yang sama, namun anak saya mengatakan kalau bukan anak itu, tapi ada yang lain, dan ternyata pelaku ini adalah anak dari seorang guru agama di sekolah tersebut. Akhirnya saya pun membicarakan hal tersebut kepada guru itu, namun apa yang saya dapatkan guru tersebut malah balik marah,” jelas SK.
Lebih lanjut, SK menambahkan dalam menyelesaikan masalah ini dirinya sudah beberapa kali bertemu dengan para guru dan kepala sekolah. Namun dirinya menyayangkan pihak sekolah terkesan acuh dalam menyelesaikan masalah ini. Padahal dirinya berharap ada keadilan bagi dirinya dan juga anaknya yang menjadi korban.
“Saya paham anak saya, dia pasti tidak salah menunjuk orang yang notabene orang itu sudah ditunjuk dua kali, itu artinya itulah orangnya. Tapi apa? guru-guru tidak percaya, memang anak saya merupakan anak spesial tapi dia pintar apa yang guru jelaskan dia mengerti dan soal ini dia tidak bohong,” jelas SK dengan tegas.
Tak sampai disitu, sakit hati SK pun bertambah dengan pernyataan seorang guru yang malah menganggap peristiwa itu hal yang sepele.
“Oh, yang penting tidak luka,” kata SK mengikuti ucapan sang oknum guru.
Hal ini tentu membuat SK kesal dan dinilai bahwa tak ada perlindungan bagi anaknya. Menurutnya, guru yang seharusnya melindungi siswa dengan lantang berkata seperti itu. Padahal, SK hanya ingin ada jaminan dari sekolah untuk anaknya, tidak menjadi korban bully lagi.
Selain itu, Hal yang menambah amarah dari SK adalah jawaban dari Kepala Sekolah tersebut. Yang mana mengatakan bahwa sang kepsek tidak bisa memberikan jaminan sebab siswa yang berada di sekolah ini berjumlah ratusan.
“Tapi jawabannya kepsek itu luar biasa loh, “Oh, saya tidak bisa kasih jaminan ada 300 anak di sini tidak mungkin kita urus satu persatu”. Ini yang sangat sayangkan, sampai akhirnya saya mengatakan bahwa akan mendidik anaknya saya agar bisa bela diri,” jelasnya lagi dengan mata yang mulai berkaca.
Dan akhirnya SK pun mengaku bahwa diri yang sudah meminta maaf, tapi tak ada kata sedikitpun mereka meminta maaf kepada dirinya yang merupakan korban dalam kejadian tersebut. SK pun mengatakan, trauma yang dialami anaknya pun sangat besar, bahkan anaknya pernah dirawat di rumah sakit lantaran sempat mengalami kejang-kejang.
“Padahal kami tidak ada sama sekali ada riwayat epilepsi, tapi tiba-tiba anak saya seperti itu, saya sebagai orang tua pasti khawatir dan setelah dilakukan konsultasi sama dokter bahwa trauma kejadian yang dialami anak saya bisa menjadi kemungkinan anak saya epilepsi,” tambahnya.
Terakhir dirinya mengatakan bahwa hal ini sudah dilaporkan ke Dinas Perlindungan Anak (PPA) Kota Gorontalo dengan harapan keadilan bagi anaknya, serta berharap tak ada bully yang terjadi lagi di sekolah.
Sementara itu, sang Kepala SD Kota Gorontalo, Ramly Pateda, menjelaskan bahwa perkataan dirinya terkait terkesan tidak bisa menjamin terjadinya masalah bullying di sekolah adalah kesalahpahaman semata.
Menurutnya, dirinya tidak bisa bertanggung jawab sebab dunia anak-anak penuh dengan permainan namun untuk meminimalisir terjadinya hal-hal tersebut. Ramly telah melakukan upaya-upaya seperti siswa diberikan penguatan dari wali kelas setiap hari dan juga setiap siswa yang keluar kelas tidak bisa sendiri, harus ada teman yang menemani.
“Jadi kami membuat siswa itu kalau keluar kelas harus ada teman yang menemani agar ketika terjadi kasus bullying, nanti ada saksi atau teman yang bisa menceritakan kejadian tersebut,” jelas Ramly.
Terkahir, dengan adanya laporan kepada pihak PPAI, Ramly mengatakan akan siap menerima dan menjelaskan setiap detail kepada pihak PPAI dan akan terus memperbaiki sistem pendidikan dan pelayanan yang ada di SD tersebut.(Rama/Gopos)