GOPOS.ID, KWANDANG– Di era berkembangnya teknologi informasi saat ini, sangat merambah pada seluruh bidang kehidupan masyarakat, termasuk bidang pendidikan. Perlu diketahui pada era revolusi industri 4.0 diperlukan tiga literasi yaitu literasi data, literasi manusia, dan literasi teknologi.
Untuk pendidikan dalam era society 5.0, memungkinkan siswa atau mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran berdampingan dengan robot yang sudah dirancang untuk menggantikan peran pendidik. Lantas bagaimana dengan sistem pendidikan di Indonesia? Termasuk daerah-daerah akan menyambut sistem pendidikan di era society 5.0 tersebut?
Kepala Dinas Pendidikan Gorontalo Utara, Irwan A. Usman menuturkan bahwa di era society 5.0 kecenderungan pendidikan itu harus ditata. Karena menurut dia era revolusi industri 4.0 belum jelas, dimana kecenderungan yang harus dilakukan adalah kecenderungan antara konsep guru bukan merupakan penyedia materi pembelajaran.
Akan tetapi bagaiman seorang guru sebagai fasilitator dan tutor pembelajaran. Kalau asumsi hari ini dilihat guru penyedia materi pembelajaran, maka paradigma itu harus dihilangkan, bagaimana kita mengarah guru sebagai fasilitator untuk memfasilitasi siswa dalam mengembangkan proses pembelajaran.
“Jadi kita tidak lagi sebagai penyedia. Tetapi kita sudah menjadi fasilitator dan tutor proses pembelajaran. Alhamdulillah kita di Gorontalo Utara kecenderungan disitu,” kata Irwan, Kamis (21/10/2021) di ruang kerjanya.
Menurut Irwan, asas yang paling penting bagaiman mengembangkan konsep pembelajaran berbasis digital. Karena ketika proses pembelajaran digital ini diterapkan, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang harus dilakukan yakni informasi transformasi pendidikan itu sudah tidak lagi berhubungan antara guru dan siswa. Tetapi sudah difasilitasi oleh konsep alat komunikasi.
Kedua sistem pembelajaran sudah mengarah pada sistem robot, ini kemudian yang menjadi tantangan besar oleh pemerintah di masa era society 5.0. Guru dituntut memiliki kualitas profesional setingkat secara global, artinya tidak juga harus bersifat konsepnya hanya selevel daerah namun lebih dari itu.
“Mungkin kita disini hanya selevel Gorontalo Utara. Akan tetapi bagaimana lebih berpikir, daya pikir imajinasi kita dan prospek itu bersifat global. Tetapi tataran pelaksanaan kita bersifat lokal dan ini yang menjadi harapan kita,” kata Irwan.
Apa strategi ke depan yang harus dilakukan, kata Irwan support dari sisi penganggaran. Sebab menurut dia apapun bentuknya kalau konsep tersebut tidak dilakukan dari sisi anggaran, maka sia-sia. Anggaran yang dimaksud berdasarkan kajian akademik itu sendiri, kajian teknis kecenderungan kebijakan pendidikan secara nasional.
Prinsip yang dilakukan hari ini membuat program terlebih dahulu sebelum mencari pendanaan. Bukan sebaliknya, mencari pendanaan terlebih dahulu baru program konsep seperti itu tidak bisa diterapkan. Mengingat esensi dari sebuah penyusunan desain program yang berbasis kebutuhan dan analisis yaitu tentang keberadaan konsep pengembangan pendidikan di Gorontalo Utara.
“Anggaran benar, tetapi anggaran bukan satu-satunya instrumen yang menjadi penentu. Namun konsep yang dibangun hari ini adalah bagaimana kemampuan guru dan personel tenaga pendidik untuk mengembangkan program ini, setelah itu mencari anggarannya,” tandas Irwan. (isno/gopos)