30 Desember yang lalu, saya coba mempublish aktivitas berlari saya di media sosial (fesbuk). Beberapa jam setelah konten itu diudarakan, saya banyak menerima notifikasi dengan macam-macam tanggapan netizen. Sekitar 5.000 orang yang menonton. 291 yang menanggapi dan tercatat ada 87 komentar yang bertengger di sana. Dari semua hal yang saya unggah di fesbuk, konten lari itulah yang menjadi pemenang. Artinya banyak menerima respon positif dari kalangan maya ketimbang unggahan-ungghan semasa saya melakukan kampanye di musim pilkada kemarin. Ekhuuu. Maka tidak ada salahnya jika hal itu itu bisa dijadikan sebagai tolak ukur dimana kegiatan berlari ada banyak sekali peminatnya.
Jika anda adalah orang yang gemar pelisiran di beberapa daerah yang ada di Gorontalo, tidak ada salahnya anda menyempatkan diri jalan-jalan di sore hari melintasi alun-alun kota Tilamuta. maka anda akan menyaksikan ada banyak sekali orang-orang yang dengan setelan ala-ala pelari nasional sedang asik mengatur langkah kakiknya. Jangan tanya target yang harus mereka capai berapa kilometer perjam sebab masing-masing dari mereka punya target sendiri berapa jarak tempuh yang harus dicapai setiap hari. berikut disesuakan dengan kemampuan fisik masing-masing.
Para pegiat lari ini juga terdiri dari banyak kalangan. Mulai dari yang kerja kantoran sampai yang kerja serabutan. Dari yang tenaga kontrak petigaka hingga yang benar-benar pengangguran. Dari yang pengusaha sampai yang sedang mengusahakan. Anak-anak, remaja, dewasa bahkan lansia turut menjadi bagian dari aktivitas yang menjamin kesehatan duniawi ini. Pun tetap saja olahraga yang satu ini masih dianggap tabu bagi sebagaian orang di sana. Ada perasaan enggan untuk memulai aktivitas sederhana ini. Elah, padahal tinggal make sepatu, kaosan, celana trening, dan gass.
Lalu apa sebab kegiatan berlari sambil senyam–senyumini masih ogah-ogahan dilakukan oleh banyak orang di sana?Beberapa hari ini saya berupaya untuk mendilik ke–ogah-an itu.
Ogah Lari Tanpa Aksesoris
lari itu adalah aktivitas olahraga yang paling sederhana. Gak ribet. Anda tidak akan disibukkan dengan menyewa lapangan khusus, anda tidak perlu repot-repot menyewa trainner profesional, anda juga tidak harus menggunakan peralatan olahraga lainnya selain sepasang sepatu yang harus melindungi kedua telapak kaki. Selebihnya ya tinggal lari saja. Bergerak sesuai kemampuan fisik.
Jika anda merasa minder dengan penampilan orang lain yang mengenakkan aksesoris pelarinya, saya sarankan anda harus membuang jauh-jauh logika sesat itu. Toh anda juga bukan seorang atlet profesional yang artinya tidak ada aturan baku yang mengikat untuk melakukan aktivitas berlari. Aku Berlari Maka Aku Sehat. Tanamkan itu dalam pikiran anda. Serius. Ini baik bagi kesehatan anda. Bukankah olahraga lari adalah salah satu investasi kesehatan untuk diri anda? Maka abaikan soal penampilan itu. Lupakan soal aksesoris dan mulailah berlari.
Ogah Lari Tanpa Ngonten
Dunia saat ini memang serba konten. Gak ngonten ya gak ada yang kenal, gak di up di sosmed ya gak menarik. Seolah-olah hampir seluruh aktivitas nilai-nilai kehidupan ini harus di konteni, jika tidak maka kita dianggap sebagai mayat hidup alias manusia kuno. Zaman sekarang siapa sih yang gak ngonten? Bahkan secuil kematian lalat di atas meja restoran pun tak luput dari perkontenan yang maha benar itu.
Lagi-lagi olahraga lari ini tidak menuntut anda harus merekam semua aktivitas langkah kaki. Anda tidak perlu menjadi manusia fomo seperti kebanyakan orang. Jika anda melihat konten yang merekam ribuan jarak pada aplikasi perekam kesehatan percayalah ia adalah orang yang paling sakit dan menderita.
Sebab sewajarnya orang yang melakukan aktivitas berlari adalah orang yang benar-benar sadar bahwa hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana menjaga kebugaran tubuh ketimbang menye-menye merekam aktivitas larinya. Sekalilagi anda hanya butuh meluangkan waktu 20 sampi 60 menit untuk bergerak. Jika tidak begitu maka anda harus bersiapuntuk dipaksa merekam aktivitas kemalasan anda.
Ogah lari Tanpa Teman
Olahraga itu ibarat ibadah. Ia adalah ritus harian yang tidak bisa anda abaikan begitu sahaja. Pun sebaliknya anda tidak perlu melaksanakan dengan niat yang terpaksa. Ibarat sembahyang yang tidak megharapkan apa-apa selain ridho dari Tuhan Ynag Maha Esa, demikian olahraga lari itu sendiri yang tidak mengharapkan apa-apa selain kesehatan jasmani kita yang terjaga.
Jadi anda tidak perlu gusar untuk mengajak teman untuk melakukan aktivitas itu tanpa teman pun anda bisa. Kuncinya ada pada kesadaran diri. Anda sadar bahwa dengan sembahyang kualitas iman anda akan terjaga maka demikian dengan berolahraga yang menyadarkan anda bahwa dengan aktivitas itu kualitas kesehatan anda akan terjaga. Jika garansi dari ibadah adalah syurga yang dijanjikan Tuhan, maka dengan berolahraga kemungkinan besar jaminannya adalah kualitas hidup. Alih-alih umur anda akan panjang dan bisa menikmati masa-masa tua penuh kebahagiaan. Jadi lakukan sekarang tanpa ada teman atau menunggu teman lalu mati takberguna.
Semoga ke–ogah–an yang teruraikan di atas ini dapat bermanfaat bagi anda yang masih mengaggap ritual berlari hanya sebatas kegiatan fomo belaka. Ngeeekk. Oh iya, satulagi deng, andai saya tidak pernah ngonten lari. Maka…*
Penulis: Nurmawan Pakaya, orang Tilamuta