GOPOS.ID, GORONTALO – Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dilihat dari jumlah hari memang masih lumayan jauh. Masih setahun lebih lagi. Namun dalam perhitungan politik, durasi tersebut sudah lumayan dekat. Ibarat kata tinggal hitungan jari.
Di situasi tersebut partai politik (Parpol) mulai berlomba memanaskan mesin politik, di samping berjibaku dalam pemenuhan administrasi syarat menjadi peserta Pemilu 2024. Denyut partai politik yang mulai bersiap menghadapi hajatan akbar 2024 turut dirasakan di Provinsi Gorontalo. Konsolidasi internal digelar dari level pimpinan daerah hingga tingkat kecamatan/kelurahan.
Pemilu 2024 akan menjadi big match bagi partai politik. Hasil yang diraih pada gelaran 14 Februari 2024 tersebut akan menjadi penentu eksistensi setiap parpol di kancah perpolitikan ke depannya. Di tingkat nasional atau pusat, hasil Pemilu 2024 akan menentukan apakah Parpol tersebut memiliki tiket untuk mengusung calon presiden untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2029. Sementara di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota), hasil Pemilu 2024 akan menjadi tiket apakah bisa mengusung secara penuh calon kepala daerah untuk Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024, yang akan dilaksanakan pada November 2024.
Sebagai laga akbar, setiap parpol—mau tidak mau—dituntut mengeluarkan kemampuan dan modal kekuatan yang dimiliki. Lalu apa saja modal kekuatan yang dimiliki Parpol di Gorontalo dalam menghadapi Pemilu 2024?
Berbicara modal kekuatan parpol di Gorontalo menghadapi Pemilu 2024, setidaknya ada lima parpol yang memiliki modal kekuatan sedikit lebih dibandingkan parpol lainnya. Mereka adalah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Modal kekuatan yang dimaksud yakni pengurus/kader yang menempati posisi sebagai kepala/wakil kepala daerah.
Catatan gopos.id, Partai Golkar memiliki tabungan terbanyak kader yang duduk di kursi eksekutif. Partai berlambang Pohon Beringin itu memiliki empat kader di eksekutif. Yaitu Marten Taha (Wali Kota Gorontalo), Ryan F. Kono (Wakil Wali Kota Gorontalo), Hendra S. Hemeto (Wakil Bupati Gorontalo), serta Suharsi Igirisa (Wakil Bupati Pohuwato).
Partai NasDem memiliki dua orang yakni Hamim Pou dan Merlan Uloli, yang kedua-duanya menduduki Bupati dan Wakil Bupati Bone Bolango. Selanjutnya PPP, Gerindra, dan PDIP masing-masing satu orang. Yakni Nelson Pomalingo (Bupati Gorontalo), Saipul Mbuinga (Bupati Pohuwato), serta Thariq Modanggu (Bupati Gorontalo Utara).
Keberadaan kader yang duduk sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, selain memiliki kendali atas pemerintahan, pastinya juga akan memiliki popularitas lebih di atas rata-rata. Oleh karena bukan hal yang tabu bagi parpol menjadikan kadernya yang duduk di pemerintahan sebagai aset yang power full dalam mendulang suara. Sebuah situasi yang dalam dunia politik dikenal dengan istilah efek ekor jas (coat-tail effect)
Efek ekor jas di Gorontalo secara kasat mata terlihat dalam Pemilu setiap periodenya. Ambil contoh, Partai NasDem yang pada Pemilu 2014 tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo. Seiring berlabuhnya Hamim Pou—yang saat itu telah menjabat Bupati Bone Bolango—perolehan suara NasDem meningkat signifikan. Partai dengan tagline Gerakan Perubahan itu mampu mendulang 6 kursi. Dua kursi di antaranya disumbang dari daerah pemilihan (dapil) Bone Bolango. Pun demikian di tingkat legislatif Kabupaten Bone Bolango. NasDem berhasil tampil dominan dengan meraih 6 kursi, sekaligus Ketua DPRD Bone Bolango.
Situasi tak jauh beda ditunjukkan PPP. Keputusan secara aklamasi yang menempatkan Nelson Pomalingo (dalam kapasitas Bupati Gorontalo, red) sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Gorontalo, memberi dampak signifikan dalam perolehan kursi PPP. Baik di tingkat DPRD Provinsi Gorontalo (dari 4 kursi menjadi 5 kursi), maupun di DPRD Kabupaten Gorontalo (dari 4 kursi menjadi 7 kursi).
Kader parpol yang duduk sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah seakan tak ubahnya magnet dalam menarik dukungan dan simpati pemilih. Apalagi masyarakat Gorontalo begitu menghormati pemimpin dalam pandangan sebagai khalifah. Kecenderungan politik sang kepala daerah, baik langsung maupun tidak langsung, akan memberi panduan bagi sebagian besar masyarakat yang dipimpinnya.
Efek ekor jas dalam Pemilu tidak melulu hanya dinikmati oleh parpol yang kader duduk sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah. Parpol yang turut mendukung saat Pilkada juga secara tidak langsung ikut kebagian efek ekor jas. Efek ekor jas sebagai parpol pendukung tentunya menjadi salah satu modal kekuatan tersendiri menghadapi Pemilu 2024.
Data yang dimiliki gopos.id, pada Pilkada serentak 2018 ada dua daerah di Gorontalo yang melaksanakan Pilkada. Yakni Kota Gorontalo, dan Kabupaten Gorontalo Utara. Pasangan Marten Taha-Ryan Kono yang memenangi Pilwako Gorontalo diusung oleh Partai Golkar, Demokrat, dan PBB. Sedangkan pasangan Indra Yasin-Thariq Modanggu yang memenangi Pilkada Kabupaten Gorontalo Utara diusung PDIP, PAN, PPP, PKS, dan Gerindra.
Selanjutnya pada 2020, pasangan Nelson Pomalingo-Hendra Hemeto yang terpilih pada Pilkada Kabupaten Gorontalo diusung oleh PPP, Golkar serta didukung Partai Gelora, Partai Garuda, dan PKPI.
Pasangan Hamim Pou-Merlan Uloli yang unggul di Kabupaten Bone Bolango, diusung oleh partai NasDem, PKS, dan Demokrat. Sedangkan pasangan Saipul Mbuinga-Suharsi Igirisa untuk Pilkada Pohuwato diusung oleh Partai Gerindra, Golkar, PPP, Demokrat, PAN serta didukung PDIP, Berkarya, Perindo, Hanura, PBB.
Di sisi lain meski memiliki tabungan kekuatan kader yang duduk di pemerintahan, PDIP akan bekerja sedikit lebih keras menjelang hari H Pemilu. Pasalnya masa jabatan Bupati Gorontalo Utara, Thariq Modanggu, akan berakhir pada 6 Desember 2013. Masa yang terbilang cukup krusial karena waktu pemungutan suara tersisa sekitar 2 bulan lagi.
Bagaimana dengan Golkar, PPP, NasDem dan Gerindra? Keempatnya sedikit lebih beruntung. Untuk Golkar, masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Gorontalo baru akan berakhir pada 6 Juni 2024. Empat bulan pasca hari H Pemilu. Begitu pula PPP, NasDem, dan Gerindra. Jabatan Nelson Pomalingo, Hamim Pou, maupun Saipul Mbuinga, beserta pasangan masing-masing, baru akan kelar setelah 2024.
Dengan memiliki tabungan modal kekuatan yang sedikit lebih dibandingkan parpol lain, apakah Golkar masih akan tetap berjaya di Gorontalo? Atau jangan-jangan dominasinya akan tergantikan oleh NasDem yang juga ikut gencar membidik Pilgub Gorontalo? Atau bahkan sangat berpeluang Gerindra membuat kejutan dengan meraih suara mayoritas di Deprov Gorontalo? Kita tunggu 14 Februari 2024.(hasan/gopos)