Musim hujan yang melanda Kota Gorontalo akhir-akhir ini seakan menjadi mimpi buruk bagi warga yang bermukim di Puncak Lotu, Kelurahan Dumbo Raya, Kota Gorontalo. Itu setelah mengingat longsor 9 bulan yang lalu hingga saat ini tak disentuh perhatian pemerintah.
Wa Ode Saritilawah: (jurnalis gopos.id)
SEMBILAN bulan lamanya bukan waktu yang singkat untuk mengingat penderitaan Tritanti Maruf warga Puncak Lotu, Kelurahan Dumbo Raya, Kota Gorontalo yang menjadi korban erosi tanah longsor pada 7 Juli 2024 lalu.
Sebelum pertiwa mencekam itu terjadi, Ibu dua anak ini bercerita bahwa saat itu Ia bersama suami, anaknya dan beberapa tetangga sedang duduk di teras rumah. Mereka berkumpul sembari berharap hujan segera mereda.
Awalnya suasana kekeluargaan begitu hangat tercipta, hingga teriakan dari warga sekitar membuat susana terasa kian mencekam. Kegelapan, dingin yang menyelimuti serta teriakan penuh panik semakin membuat wanita 38 tahun itu ketakutan mengingat rumahnya persis berada dibawah lereng bukit.
“Keluarrr…Lariii… Keluar dari rumah cepat, gunung somo jatuh,” teriak Tanti menirukan terikan warga saat itu, Jumat (7/3/2024).
Mereka sontak berusaha menyelamatkan diri dengan meninggalkan rumah. Tanti sendiri menceritakan longsor terjadi tiga kali dalam satu malam. Longsor pertama diperkirakan terjadi sekitar pukul 09.00 Wita malam. Menyusul longsor kedua sekitar pukul 01.00 dini hari.
Saat itu pasir yang berjatuhan sudah mulai banyak dan hampir menyentuh rumah-rumah warga. Puncaknya terjadi sekitar pukul 03.00 Wita dini hari. Dari kejauhan Tanti mendengar suara yag sangat keras, pasir telah menenggelamkan dua rumah. Rumah milik Tanti dan rumah Iwan Lahaku.
“Jam 9 malam itu, ki torang langsung lari. Waktu itu mati lampu kong hujan deras, so tidak pikir barang-barang tinggal baju di badan air di depan deras sakali. Pokonya lari kase selamat diri,” kenang Tanti.
Pagi hari pasca longsor terjadi Pemerintah Kota datang menyalurkan bantuan. Tanti mengaku mendapat bantuan berupa alas tidur, dan panci. Untuk tetap bertahan hidup saat ini Tanti hanya bisa tinggal di warung yang dia sewa perbulan dengan berjualan makan.
“Bikin sedih itu sekarang, somo lebaran torang yang sebelumnya ada, sekarang tidak punya apa-apa. Pemerintah datang hanya ba foto, habis itu pulang. Katanya saya tidak layak dapat bantuan. Dorang tidak mau data saya, mungkin kerena beda dukungan wali kota,” kata dia
Saat ini dirinya meminta bantuan pengadaan ekskapator untuk mengeruk pasir yang menimbun rumahnya. Ia berharap masih ada barang yang bisa diselamatkan. Isi dalam rumah mulai dari TV, sofa, kulkas empat pintu, perhiasan dan ijazah, dan berkas penting lainya tertimbun.
“Saya pe anak pe ijazah torang ada gale, dia kemarin mo ba daftar kuliah. Baju-baju torang berusaha gale. Tapi yang lain, kursi, kukas, semua masih tertimbun. Total kerugian ratusan juga barang-barang di dalam lengkap dan mahal-mahal,” tutupnya. (*)