GOPOS.ID, JAKARTA – PT Kimia Farma Tbk. memastikan seluruh karyawan yang terlibat dalam transaksi penggunaan rapid test antigen bekas dipecat dari statusnya sebagai pegawai.
Hal ini ditegaskan Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan sekaligus Komisaris Utama Kimia Farma Prof Abdul Kadir.
Dengan kejadian yang sudah terjadi tersebut ia meminta petugas kesehatan tidak menggunakan alat swab atau Cotton Bud bekas. Jika masih kedapatan menggunakan antigen bekas, maka sanksi pemecatan menanti.
Abdul Kadir mengaku telah berkoordinasi dengan manajer Kimia Farma di Medan, Sumatera Utara. Untuk memecat semua karyawan yang melakukan daur ulang alat rapid test antigen Covid-19.
Menurut Abdul Kadir, dalam kasus daur ulang alat rapid test antigen Covid-19 di Medan tersebut bukanlah kebijakan dari Kimia Farma. Para pelaku yang terlibat kasus itu merupakan oknum-oknum yang harus diberikan sanksi yang sangat berat.
“Dan juga sebagai komisaris utama kami juga berkoordinasi dengan manajer di Medan, Sumatera Utara. Untuk memberhentikan dan memecat semua karyawan sebagai pelaku itu. Itu sama sekali bukan kebijakan dari Kimia Farma. Tapi itu adalah oknum yang bermain,” kata Abdul Kadir.
Sebab, alat bekas dinilai sangat berbahaya dan dapat menularkan virus Corona atau Covid-19 kepada orang lain saat diperiksa.
“Pada prinsipnya kan itu sesuatu yang sangat berbahaya. Karena itu akan menularkan virus yang tadi positif kepada orang lain. Karena menggunakan swab atau cotton bud bekas. Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan,” kata Abdul Kadir, Sabtu (1/52021).
Dengan adanya kejadian itu, kata Abdul Kadir, seluruh klinik-klinik dan laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan PCR harus mengikuti standarisasi yang telah diputuskan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Badan Litbangkes.
Selengkapnya baca: Komisaris Kimia Farma : Semua Karyawan yang Pakai Alat Bekas Dipecat
“Harus mengikuti standarisasi yang diputuskan Litbangkes. Yang tentunya sesuai prosedur yang ditentukan,” jelas Abdul Kadir.
Selain itu, Abdul Kadir juga berharap agar semua masyarakat umum yang ingin melakukan Swab dapat menanyakan lebih dahulu kepada petugas. Sebelum diperiksa menanyakan apakan rapid antigen yang digunakan masih tersegel atau tidak. Sebab ini dilakukan untuk dapat memastikan bahwa alat yang digunakan adalah alat yang masih disegel dan baru.
“Sekaligus saat dilakukan vaksinasi, dapat melihat langsung bagaimana proses penyuntikan itu dan bagaimana obat itu dimasukkan. Seperti yang terjadi di India,” tandasnya. (sumber: suara.com)