GOPOS.ID, JAKARTA – Kejahatan di bidang pertanahan sedang mendapat perhatian khusus oleh berbagai pihak. Tidak hanya oleh masyarakat, pemberantasan kejahatan di bidang pertanahan juga menjadi prioritas bagi lembaga tertinggi negara, Presiden, dan DPR RI.
Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan aparat penegak hukum, yakni Kepolisian RI (Polri) maupun Kejaksaan Agung RI untuk memberantas praktik kejahatan pertanahan.
Namun, tidak hanya institusi penegak hukum saja yang diinstruksikan untuk memberantas mafia tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga turut andil sejak 2017 dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah. Pembentukan satgas tersebut bertujuan untuk memberantas praktik kejahatan pertanahan yang terindikasi mafia tanah.
“Pemerintah sangat serius memerangi mafia tanah, dengan dukungan dari DPR RI serta KPK RI, kita ingin memerangi itu sehingga keadilan di bidang hukum dan pertanahan makin hari semakin baik,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil, saat memberi keterangan pers usai membuka Rapat Koordinasi Penanganan Kejahatan Pertanahan dalam siaran resminya, Kamis (18/11/2021).
Sofyan A. Djalil mengungkapkan bahwa banyak kasus mafia tanah terkait dengan tindak pidana korupsi, yang menyangkut aset negara, aset BUMN, serta yang melibatkan aparat pemerintah (ASN) dengan bekerja sama oleh oknum tertentu.
Ia mengungkap bahwa ada oknum dari BPN yang terlibat praktik mafia tanah, tetapi sudah diambil tindakan untuk oknum yang terbukti melakukan praktik mafia tanah.
“Ada yang kita copot, ada yang kita pidanakan, ada yang kita peringatkan. Semua tergantung kesalahannya. Jika ada terbukti melakukan pelanggaran hukum akan kita serahkan kepada hukum,” kata Sofyan A. Djalil.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, mengemukakan bahwa penanganan kejahatan pertanahan dimulai dari internal. Ia meyakini bahwa tidak mungkin ada mafia tanah jika tidak ada kerja sama dengan ‘orang dalam’. Berikutnya, sertifikat tanah yang sudah terbit akan diperkarakan di pengadilan. Oleh karena itu, perlu pembenahan terhadap oknum-oknum para penegak hukum.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR RI Bakal Perjuangkan 5 DOB Gorontalo
“Jadi ada dua, sebelum terbit sertifikat, pembenahan dilakukan di internal Kementerian ATR/BPN. Lalu, setelah terbit sertipikat tanah dan ada masalah maka akan terjadi sengketa hukum ataupun konflik hukum sehingga perlu pembenahan sumber daya manusia dari penegak hukum itu sendiri,” kata Junimart Girsang.
Pembentukan satgas pemberantasan mafia tanah juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI. Menurut Direktur Keamanan Negara Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umum Lainnya, Yudi Handono, mengatakan bahwa Jaksa Agung akan menindak tegas bagi oknum kejaksaan yang menjadi ‘backing’ atau turut serta menjadi bagian penyertaan yang sempurna dari mafia tanah. Mafia tanah tidak bergerak sendiri karena ada peran yang sudah terstruktur dan terencana.
“Jaksa Agung mengatakan, apabila ada laporan mengenai oknum kejaksaan yang terlibat mafia tanah, tolong dilaporkan. Kejaksaan Agung juga tidak sendirian dalam memberantas mafia tanah. Ada peran Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri,” kata Yudi Handono.
Komitmen memberantas mafia tanah juga diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Andi Rian R. Djajadi. Menurutnya, Satgas Anti-Mafia Tanah sudah dibentuk di 34 Polda.
Dalam pelaksanaannya, Andi Rian R. Djajadi mengatakan bahwa tim Satgas Anti-Mafia Tanah yang dibentuk, tetap bekerja sama dengan unsur internal Polri. “Kita ingin memastikan tidak ada oknum-oknum yang terlibat dalam mafia tanah. Apabila ditemukan, akan diambil tindakan tegas,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri. (adm-01/gopos)