Keinginan untuk berada di rumah sangatlah kuat. Tapi tuntutan agar bisa bertahan hidup memupus keingnan tersebut. Mereka pun harus melangkahkan kaki keluar rumah, mengais rezeki di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Arif Bina, Limboto
Jarum jam menunjukkan pukul 13.30 WITA. Mentari yang bersinar terang mulai beranjak menuju ke arah Barat. Namun udara panas yang bertiup pelan terasa masih menusuk kulit, membuat kerongkongan cepat mengering.
Di bawah terik, sekumpulan pedagang di Pasar Limboto duduk menunggu. Di depan jualan yang masih tampak masih menggunung. Menanti ada pembeli yang singgah, di antara lalu lalang manusia yang tampak lengang. Capek, sedih, dan penuh harap, tergambar jelas dari raut wajah mereka.
Begitulah suasana di Pasar Limboto, Sabtu (18/4/2020) pukul 13.30 WITA. Aktivitas perdagangan di Pasar Limboto hanya berlangsung hingga pukul 11.00 WITA. Hal itu merujuk pada Surat Edaran Bupati Gorontalo. Untuk pasar Mingguan beroperasi dari pukul 06.00 WITA hingga pukul 11.00 WITA. Pasar harian dari pukul 08.00 WITA hingga pukul 16.00 WITA. Sedangkan untuk pasar sore berlangsung dari pukul 15.00 WITA hingga pukul 17.00 WITA.
Baca juga:Â Bupati-Wali Kota di Gorontalo Ajukan Penangguhan Cicilan Kredit PNS dan Aleg
Pembatasan itu dilakukan seiring adanya pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Untuk mengurangi aktivitas warga di luar rumah, dalam rangka memutus rantai penularan Covid-19.
Akan tetapi di hari itu, sejumlah pedagang memilih bertahan. Kendati waktu sudah melampaui aturan jam pasar.
“Kami dilema pak. Mau tutup dagangan dan ikut aturan jam pasar, tetapi dagangan kita belum laku. Penghasilan kita juga menurun,” ucap salah seorang pedagang sayuran, Yunus Tilahunga (47), kepada gopos.id, Sabtu (18/04/20).
Tak jauh beda dengan masyarakat lainnya. Pandemi Covid-19 membuat Yunus turut merasakan beban hidup yang makin bertambah. Jumlah warga yang datang ke pasar berkurang. Sementara mereka harus bertahan mengais rezeki di tengah pandemi Covid-19.
Hal senada disampaikan Mirna Lajiku (45), pedagang rempah-rempah. Perempuan yang berdomisili di Kelurahan Biyonga, Kecamatan Limboto ini mengungkapkan pendapatannya juga sangat dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kalau mau dipikir pak, saya lebih takut mati kelaparan,” ungkapnya.(***)