Kaget, Kesal, Marah, Sedih. Begitulah perasaan masyarakat Gorontalo. Campur aduk. Perasaan yang muncul sejak Kamis (9/4/2020) malam. Ketika Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, mengumumkan sebuah kabar. Sama sekali tak pernah diduga dan diinginkan. Kabar seorang warga terpapar Corona Virus Disease. Disingkat Covid-19.
Seorang warga yang berdomisili di Kecamatan Kabila, Bone Bolango. Diketahui pernah berangkat ke Sulawesi Selatan. Menuju Desa Pakkato, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Sebelah Selatan Kota Makassar. Sulawesi Selatan. Berangkat pertengahan Maret 2020. Mengikuti Ijtima Ulama Dunia 2020 Zona Asia. Dihadiri lebih kurang 8 ribu jemaah tablig. Dari berbagai daerah di tanah air hingga mancanegara.
Namun ijtima batal di tengah jalan. Tak diizinkan aparat dan pemerintah. Lantaran masalah korona. Para jemaah tablig yang sudah berkumpul bubar. Pulang ke tempat asal masing-masing. Termasuk jemaah tablig asal Gorontalo, yang kabarnya ada lebih kurang 300 orang.
Dua pekan setelah berada di Gorontalo. Tak ada gejala yang nampak. Semuanya normal. Tenang, tak ada riak maupun gejolak. Hingga Senin (6/4/2020), kecurigaan mencuat. Seorang alumni Ijtima Ulama Dunia di Gowa dirujuk ke Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo. Rumah sakit yang menjadi rujukan pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19.
Hasil rapid test (tes cepat) menunjukkan terindikasi terpapar. Tapi Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, tak mau gebagah. Masih menunggu hasil swab. Diperiksa oleh Laboratorium Balai Besar Kesehatan di Makassar.
Dua hari menunggu. Penuh harap hasilnya negatif. Sayang kenyataan berbicara lain. Pertahanan yang dibangun hampir sebulan penuh bobol juga. Pasien 01 akhirnya tersemat kepada warga tersebut.
Baca juga:Â Kondisi Pasien 01 Positif Covid-19 di RSAS Membaik
Nasi sudah menjadi bubur. Mubazir bila dibuang. Mending ditambahkan kuah kaldu dan daging ayam. Agar jadi bubur ayam. Supaya enak dimakan.
Bagi yang kesal, marah, memang beralasan. Apalagi mereka yang berada di garis depan upaya pencegahan. Siang, malam, tak ada hari libur. Bagi yang sedih, jangan pula disepelekan. Tak seorang pun yang ingin tertular, atau menularkan Korona.
Jangan larut dalam kekesalan dan kemarahan. Jangan pula tenggelam dalam kesedihan. Mari bergerak. Bersama saling mengingatkan dan menguatkan.
Saling mengingatkan agar senantiasa melakukan upaya pencegahan. Mengikuti anjuran pemerintah, dan petugas kesehatan. Mencuci tangan dengan sabun. Menjaga jarak. Tetap berada di dalam rumah. Menggunakan masker saat keluar rumah.
Saling menguatkan. Tidak menyalahkan satu dengan lainnya. Tidak menjelekkan dan menuding kelompok tertentu. Mendoakan dan dukungan moril kepada sang pasien. Kesembuhan tidak datang dari pengobatan fisik saja. Dukungan moril, serta doa menjadi faktor penting dalam penyembuhan pasien Covid-19.
Dukungan serupa juga dibutuhkan oleh keluarga pasien, maupun tetangga. Termasuk para tenaga medis yang menangani pasien. Jangan kucilkan mereka. Teruslah mendoakan mereka agar selalu diberikan kesehatan.
Korona itu bukan aib. Korona bukan penyakit memalukan. Siapapun bisa terpapar Korona. Di mana pun berpotensi menjadi tempat penularan korona. Jangan malu. Tak usah takut memeriksakan diri. Bagi mereka yang pernah ke ‘zona merah’. Atau memiliki gejala Covid-19. Semakin cepat terdeteksi, semakin cepat diobati, semakin besar peluang untuk sembuh.
Mari bersama dan jangan panik hadapi korona.(hasan/gopos)