Oleh : Hajrah Rizkiyani Masbul
Faktor-faktor permasalahan yang dialami anak yakni susah berkonsentrasi belajar saat kondisi berisik, mudah sedih/putus asa saat mendapatkan nilai jelek, susah memahami materi, emosi yang tidak stabil, mudah merasa capek, kurangnya perhatian/interaksi dengan orangtua karena sibuk bekerja, dan hambatan bersosialisasi.
Hal ini merupakan gejala depresi akibat suatu hal yang dipicu oleh lingkungan seperti padatnya kegiatan sekolah/ tugas, kurang tidur, masalah dengan teman sebaya, masalah dengan keluarga, masalah belajar dan pemicu lainnya.
Seperti yang diketahui, permasalahan-permasalahan pada anak terjadi karena adanya risk factor dari dalam diri (internal ) maupun lingkungan sekitar individu (eksternal). Cara yang bisa mengurangi permasalahan pada remaja yaitu diperlukannya pola asuh yang baik sehingga anak dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dengan bantuan orang tua ataupun guru.
Namun, sayangnya hal ini menjadi fokus permasalahan karena sering ditemukannya anak yang merasakan kesusahan dalam menyampaikan apa yang mereka rasakan, serta masalah yang dihadapi. Anak-anak cenderung pasif dalam berkomunikasi dengan orang tuanya ataupun guru. Sehingga dibutuhkannya tehnik berkomunikasi asertif agar anak sehat mental, dan orang disekitar dapat paham dengan kondisi yang dialami oleh anak.
Asertifitas merupakan esensi dari perilaku interpersonal seseorang untuk meminimalisir perbedaan kekuatan dengan orang lain (Omura, Maguire, Levett, & Stone, 2016). Asertifitas merupakan perilaku yang dapat membuat seseorang menunjukkan hal-hal yang menjadi minat dari seseorang tanpa keraguan dan mengekspresikkan diri dengan jujur, sehingga dapat menunjukkan jati diri dan siapa ia sebenarnya tanpa terganggu oleh orang lain.
Baca juga: Karakteristik Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Usia Dini
Asertifitas berbeda dengan perilaku pasif atau patuh, yang mengizinkan orang lain melanggar hak seseorang. Omura (2016) mengatakan adanya konsekuensi negatif dari kepasifan dan agresivitas. Misalnya kesedihan pribadi yang cenderung disembunyikan, kekecewaan, bahkan self-recrimiation. Dan apabila perilaku individu ini bertahan secara konsisten, akan menyebabkan stress dan depresi yang lama kelamaan akan berdampak pada fokus anak selama disekolah, sehingga prestasi belajar pula ikut menurun.
Pentingnya intervensi internal intervention untuk meningkatkan prestasi belajar melalui asertifitas dan brain jogging exercise. Menurut Lange dan Jakubowski (dalam Prabowo, 2000) mengemukakan bahwa asertif didefinisikan sebagai kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan dan kepercayaannya secara langsung, jujur dan dengan cara yang terhormat dan tidak mengganggu orang lain. Sikone (2007) menyatakan bahwa asertivitas akan membantu para siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasan tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya (memiliki rasa ingin tahu yang tinggi). Sedangkan brain jogging exercise adalah pelatihan mental yang dirancang untuk meningkatkan kognitif, multitasking, dan konsentrasi sehingga seseorang dapat secara maksimal mengembangkan kualitas otaknya dan semua potensi.
Adapun pelatihan Asertivitas yang dapat di kenali pada anak sejak dini, terdiri dari:
1) Self-awarenes, artinya individu harus mampu jujur dan menyadari terhadap dirinya sendiri untuk mengakui apakah dirinya termasuk dalam nonasertif, agresif, atau asertif.
2) Flashpoints and bruises, artinya terlalu lama tinggal dengan konstruktif yang kurang sehat mengenai cara yang dilakukan, sangat membantu dalam mendapatkan informasi mengenai penyebab nonasertif atau agresif yang dilakukan oleh individu tersebut
3) Making and refusing requests, artinya bagaimana individu mampu menyatakan diri dengan tegas termasuk berkata “ya” dan “tidak”, apa yang harus dilakukan terhadap respons yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.
4) Tricky situation, artinya bagaimana individu mampu melihat konflik dan bagaimana untuk mengubah situasi negatif menjadi interaksi positif
Latihan ini bertujuan untuk merangsang sistem kerja otak, sehingga menghasilkan peningkatan kognitif, panca indra, dan kekuatan mental. Secara khusus tujuan dari brain jogging exercise ini adalah meningkatkan konsentrasi, motivasi, kecerdasan, multitasking, perhatian, ketahanan stres, dan kebugaran fisik.Untuk itu, pentingnya meningkatkan asertifitas pada anak berusia remaja, karena hal ini penting untuk menjaga kesehatan mental dan well-being anak di Sekolah, dalam meningkatkan prestasi. Hal ini dilakukan agar anak-anak tidak merasakan stress dikarenakan kegiatan yang padat selama di Sekolah, dan tuntutan dari luar. Untuk itu dibutuhkan peran aktif dari orang tua dan guru , agar anak dapat mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi agar terjalin interaksi yang asertif dan terbuka. Sehingga orang lain dapat memahami kondisi dan perasaan anak.**
Penulis adalah mahasiswi Prodi S2-Fakultas Psikologi UNPAD