Oleh: Dr. Funco Tanipu
Rata-rata orang di Gorontalo pasti telah mendengar kalimat ini, atau bahkan telah merasakan dampak dari judul diatas.
Ya, kalimat ini biasa ditujukan oleh beberapa orang yang tujuannya sederhana, mematikan ide kreatif, gagasan, inovasi atau pendapat. Biasanya “for bakusedu”, atau hanya untuk becanda.
Tapi, kalimat ini dampaknya luar biasa. Jika mental tak kuat, bisa dipastikan tidak berani lagi mengutarakan lagi pendapat, ide atau inovasi yang hendak diajukan.
Kalimat “apa yang ngana rasa-rasa ini” membunuh semangat kreatifitas. Menihilkan upaya saling mengapresiasi atau semangat kolaboratif. Bagaimana mau kolaborasi jika sudah dipatahkan dari awal.
Hal ini tidak saja berlaku di lingkungan orang dewasa, tapi juga anak-anak. Dan hal tersebut dilakukan orang dewasa atau orang tua ke anaknya : “apa yang te nonu rasa-rasa ini poli”.
Kalimat yang menjadi lanjutan biasanya “jang tamba-tamba urusan eh”.
Dalam situasi seperti ini, wajar jika banyak masalah yang tak terpecahkan. Karena setiap ide segar selalu dibunuh di awal, tanpa ada upaya untuk mendiskusikan terlebih dahulu, walaupun ide tersebut kadang tidak masuk akal, atau bahkan tidak memungkinkan.
Utamanya di lingkungan keluarga, jangan sampai mematikan ide dan gagasan anak, yang kita pikir bikin tambah ribet, tapi itulah situasi kekinian, dimana anak mengkonsumsi informasi yang melampaui wacana keseharian yang sering dibahas orang tuanya.
Karena itu, menjadi upaya bersama untuk saling memberi input pada ide dan gagasan, untuk diapresiasi, atau bahkan didukung tanpa saling meniadakan.***