GOPOS.ID, BLITAR – Praktik pengobatan ilegal terungkap di Kota Blitar. Pelaku menggunakan obat keras dan obat ilegal, guna mengobati para pasien. Hal tersebut diungkapkan Sodik (46), pelaku yang menjadi dokter gadungan.
Terungkapnya praktek pengobatan ilegal itu, berawal dari adanya informasi masyarakat yang menindaklanjuti dengan penyelidikan hingga berhasil menangkap pelaku.
AKBP Yudhi menjelaskan dari hasil penyelidikan, kini status kasus kesehatan dan tenaga kesehatan naik menjadi penyidikan. Sedangkan pelaku Sodik, ditetapkan menjadi tersangka.
“Karena tersangka seseorang yang bukan tenaga kesehatan melakukan anamnesa, (membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan pelaksanaannya) terhadap pasien. Kemudian menentukan obatnya, lalu memberikan obat tersebut kepada pasien serta melayani dan menjual obat daftar G (obat keras) tanpa resep.” Jelas AKBP Yudhi.
Bahkan dari 99 barang bukti yang diamankan dari Toko Obat Bintang Sehat, yang beralamatkan di Dusun Kambingan, Desa Dayu, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar ini. Terdapat puluhan jenis obat-obatan, serta peralatan medis. Di antaranya stetoskop, alat tensi darah, tes darah dan alat suntik. Juga ada obat untuk hewan, berbentuk cair yaitu Wormectin, yang digunakan untuk mengobati parasit luar dan dalam.
“Namun oleh tersangka digunakan untuk mengobati pasiennya, yang mengeluh sakit gatal-gatal,” ungkap AKBP Yudhi.
Dari hasil penyidikan, terungkap jika tersangka sudah beroperasi sejak 2015 lalu. Tersangka menjual obat sesuai keluhan pasien. Padahal pelaku diketahui bukan seorang dokter, apoteker, atau ahli farmasi.
“Pelaku juga tidak mempunyai izin untuk menjual obat, apalagi mengobati orang sakit. Namun oleh warga sekitar, pelaku dikenal dengan sebutan Dokter Sodik,” terang AKBP Yudhi.
Dalam aksinya tersangka membeli obat pabrikan dari apotek. Kemudian obat tersebut diracik dengan berbagai jenis obat lainnya, dan dijual tanpa merek dalam kemasan plastik.
“Tersangka sendirian melakukan praktek ilegal ini. Mulai dari mencatat nama, dan penyakit orang yang akan beli obat. Kemudian meracik, hingga mengemasnya sendiri,” lanjut AKBP Yudhi.
Mengenai nama tenaga farmasi yang ditulis pada papan nama toko obat tersangka, yakni Rizki Anggraini, S.Farmasi, setelah diselidiki tenaga farmasi tersebut tidak benar ada, melainkan pelaku hanya mengarang untuk meyakinkan pembeli.
“Tersangka hanya asal tulis saja. Termasuk ditulis juga toko obat berizin, padahal tidak ada izinnya.” Tegas AKBP Yudhi.
Sementara itu, ketika diwawancarai, pelaku mengaku sebelumnya sudah pernah 4 tahun bekerja sebagai asisten dokter di Lodoyo pada 1997 lalu.
“Setiap paket obat saya jual Rp 2.500 untuk sekali minum. Saya hanya jual obat saja,” kata Sodik.
Ditanya terkait pendapatannya dari hasil menjual obat, yang dibelinya dari apotek kemudian diracik dan dioplos sendiri. Pelaku mengaku bisa mendapat uang Rp 200.000.
Ditambahkan AKBP Yudhi tersangka dijerat dengan Pasal 98 Ayat (2) Jo Pasal 196 Atau Pasal 106 Ayat (1) Jo Pasal 197 UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan atau Pasal 64 Jo Pasal 83 UU RI No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
“Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun untuk UU RI No 36 Tahun 2009, dan atau maksimal 5 tahun untuk UU RI No 36 Tahun 2014,” pungkas AKBP Yudhi. (mt/gopos)