GOPOS.ID – Kehadiran financial technology (fintech) semula diharapkan dapat membantu masyarakat kalangan menengah ke bawah mengakses lembaga keuangan. Terutama mereka yang sulit dijangkau oleh bank konvensional.
Alasannya, fintech memberikan pinjaman tidak terlalu besar, jangka waktu pinjaman tidak lama, dan suku bunga terjangkau. Biasanya berkisar 10 sampai 30 hari.
Dengan kecilnya nilai pinjaman yang disalurkan perusahaan fintech dan mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, tidak sedikit calon nasabah “bermain-main” dalam kredit itu. Mereka sengaja tidak mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang ditentukan dan bahkan kabur dari penagihan. Hal itu membuat nasabah berurusan dengan pihak penagih utang (debt collector).
Lebih parah lagi, nasabah bermasalah itu pun merasa dipermalukan, karena pihak fintech menghubungi nomor kontak darurat atau pinjamin.
“Kondisi demikian karena nasabah sendiri yang tidak mengikuti aturan main yang setujui ketika mengisi form di aplikasi,” ungkap Chief Corcom Officer RupiahPlus, Randy Salim kepada JawaPos.com di Jakarta, Rabu (28/11).
Dia menyarankan para nasabah fintech agar lebih menggunakan akal sehat dalam mengajukan kredit ke perusahaan pinjaman online. Jangan hanya memikirkan enaknya saja, tapi enggan memenuhi kewajiban mengembalikan pinjaman. Lebih dari itu, nasabah harus mengukur kemampuan keuangan untuk membayar tagihansupaya tidak terjebak pada kredit macet atau nasabah bermasalah.
“Makanya jangan main-main sebelum mengajukan pinjaman ke fintech,” tandasnya. (iil/JPC)