GOPOS.ID – Mulai saat ini, paradigma masyarakat terhadap penderita penyakit kusta harus dihilangkan. Sebab penderita kusta ketika sudah mendapatkan perawatan dan pengobatan yang rutin, tidak akan menularkan bakteri Mycobacterium leprae kepada individu lainnya.
Dan terpenting agar masyarakat diharapkan tidak mengucilkan para eks penderita kusta dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Begitu pula jika ada eks penderita kusta yang mengembangkan usaha, misalnya berjualan kebutuhan pokok, jangan takut berbelanja kepada mereka.
Hal itulah yang disampaikan Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, dr. Irma Cahyani Ranti kepada gopos.id.
Menurut dr. Irma bahwa penyakit kusta ketika diobati tidak akan menularkan kepada orang lain. Bahkan jika ditemukan sedini mungkin tidak akan menyebabkan penderita tersebut menjadi cacat.
“Tangannya sudah bengkok, ada yang sudah putus. Itu karena penanganannya sudah terlambat. Kusta menyebabkan penderitanya cacat. Jika sudah seperti itu kondisinya, maka akan timbul stigma yang begitu besar dari masyarakat bahwa si penderita mendapat kutukan, si penderita keluarganya keturunan kusta dan lainnya. Padahal tidak seperti itu,” kata Irma memotivasi.
Jika penyakit kusta sudah diberi pengobatan, maka orang tersebut sudah bukan penderita kusta. Sudah sembuh. Orang tersebut sudah bisa berinteraksi dengan masyarakat lainnya, bahkan tidak akan menularkan bakteri penyebab kusta tersebut.
“Hanya karena dia cacat, makanya stigma orang lain sangat besar. Sehingga kita berupaya untuk mendeteksi sejak dini,” sambungnya.
Baca juga :Â Kusta Bukan Penyakit Kutukan dan Keturunan
Caranya seperti apa? Awal dari kusta yaitu bercak. Baik berwarna kemerah-merahan maupun putih. Hampir menyerupai panu (penyakit kulit lainnya). Namun bedanya, jika panu masih akan terasa gatal, tetapi bercak kusta tak berasa. Sehingga masyarakat menganggap kondisi tersebut biasa. Padahal kalau terlambat ditemukan dan aktif bakterinya menjadi sumber penularan.
“Bercak kusta dia mati rasa. Karena sudah menyerang sel kulitnya. Jadi ketika ada masyarakat yang bercak merah atau putih, jangan anggap remeh. Jika mati rasa, berarti itu gejalah awal Kusta. Ketika tidak ditangani, tidak diberi obat, tidak dikonsultasikan ke dokter. Dalam waktu 2-5 tahun kuman itu akan merusak saraf, ketika saraf sudah rusak akan masuk ke tahap cacat,” jelasnya.
Kondisi cacat inilah yang sulit untuk disembuhkan. Meski penderita tersebut sudah bebas dari penyakit kusta. Namun masih menyisahkan cacat pada tangan. Maka kondisi ini yang membuat masyarakat mengucilkan orang tersebut.
“Nah maka dari itu penting sekali dengan deteksi dini. Caranya dengan mengecek kulit yang bercak itu dengan sentuhan kapas. Jika kapas itu disentuhkan ke kulit dan berasa, berarti kemungkinan dia panu. Kalau merasa belum puas ke dokter kulit atau ke Puskesmas terdekat,” beber Irma.
“Masyarakat yang sudah sembuh dari penyakit kusta, seharusnya tidak dikucilkan. Mereka digandeng, mereka bukan lagi penyebar kusta. Mereka sudah sembuh. Disini butuh peran kita semua dalam menghadapi masalah ini,” tandasnya. (andi/gopos)