GOPOS.ID, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M.Tito Karnavian mengatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang rencananya akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dilakukan dengan mengutamakan protokol kesehatan.
Menurut Mendagri, pihaknya akan mengkoordinasikan terlebih dahulu rancangan pelaksanaan Pilkada 2020.
“Belajar dari pengalaman negara lain dan kemudian bagaimana menyiasatinya. Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan pada Desember tetap kita laksanakan namun protokol kesehatan kita komunikasikan dan koordinasikan,” kata Mendagri, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/5/2020).
Menurutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyampaikan beberapa kegiatan penting dalam tahapan Pilkada 2020. Yang bisa dilakukan secara berjenjang dan virtual. Seperti pembentukan dan pelatihan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Mendagri menambahkan terkait dengan pemungutan suara, disarankan adanya penambahan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Perlakuan khusus juga harus diterapkan pada daerah yang masuk zona merah pandemi Covid-19. Yakni dengan diwajibkan menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD), masker, dan sarung tangan.
“Pemungutan suara diatur per jam, dan pemilih yang memberikan hak suaranya bisa diatur waktu kedatangannya,” katanya.
Ia mengatakan dirinya telah mengkomunikasikan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 terkait rencana pelaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020 tersebut.
Kemenkes dan Gugus Tugas, kata Mendagri, telah mendukung pelaksanaan pilkada pada tanggal tersebut, namun protokol kesehatan harus dipatuhi dan disusun dengan mengikutsertakan keduanya.
Sebelumnya, sejumlah diprediksi akan terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Penyebabnya, pandemi Covid-19 masih belum bisa dipastikan waktu berakhirnya.
Hal tersebut disampaikan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin.
Baca juga:Â Tambahan Anggaran Pilkada Rp 535 Miliar Sulit Terwujud
“Kerawanan pilkada di tengah pandemi ini. Pertama kerentanan masyarakat karena sedang krisis ekonomi,” kata Afifuddin.
Menurutnya, masyarakat pasti memilih kepastian virus corona menghilang daripada kepastian pelaksanaan pilkada.
Masyarakat juga akan memilih aktivitas yang berdampak ke ekonomi daripada penyelenggaraan pilkada.
Selain itu, kerawanan kedua potensi politisasi bantuan sosial (bansos) juga akan muncul, bahkan Bawaslu telah menemukan 23 titik atau daerah yang terjadi politisasi bansos.
Afifuddin menyebutkan, pengawasan dan penindakan dugaan pelanggaran pilkada itu juga masih membutuhkan prasyarat.
Sebab, pengaturan menyebutkan pelanggaran terjadi jika dilakukan selama enam bulan sebelum masa penetapan pasangan calon. (sumber: Infopublik.id)