Kabupaten Gorontalo memiliki sederet wisata puncak gunung. Setelah Puncak Dulamayo yang telah tersohor, kini hadir pula Puncak Lestari yang begitu memikat.
Muhajir, Telaga Biru
Namanya jarang terdengar. Bahkan masih asing bagi sebagian kalangan. Akan tetapi keunikan dan keindahan yang ditawarkan tidak tanggung-tanggung. Hamparan bumi Gorontalo terpampang jelas, dan memesona.
Puncak Lestari. Begitulah ia disebut. Sebuah objek wisata di puncak gunung. Letaknya di Desa Tapaluluo, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo.
Sabtu (18/1/2020), saya dan sepuluh orang rekan mengunjungi Puncak Lestari. Ingin menjajal keindahan sebuah kawasan yang beberapa waktu terakhir menjadi buah bibir di kalangan warga. Terutama mereka yang senang menikmati suasana alam lepas.
Dari Kota Gorontalo, perjalanan dengan sepeda motor kami tempuh sekitar dua jam. Perjalanan menuju ke Tapaluluo benar-benar menguras energi. Pasalnya akses jalan menuju ke Tapalulo menanjak cukup tinggi. Setibanya di desa, kami masih harus berjalan kaki sekitar 15-20 menit menuju Puncak Lestari.
Di Desa Tapaluluo kami disambut baik Pengurus Karang Taruna. Bahkan sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak, kami dijamu dulu oleh pengurus Karang Taruna Desa Tapaluluo.
Nawir, Sekretaris Karang Taruna Desa Tapaluluo, dengan senang hati menyapa dan menjadi petunjuk arah kami untuk mendaki Puncak Lestari. Pukul 22.30 WITA akhirnya kami sampai juga di Puncak Lesatari. Sebuah pemandangan yang indah disuguhkan dari ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (MDPL). Gemerlap warna warni cahaya lampu di dataran Bumi Gorontalo saat malam hari.
Kami pun mulai memasang alas, mendirikan tenda dan menyalakan unggun api. Membakar ikan juga menggoreng pisang bawaan kami. Meskipun suasana semakin larut, namun pengunjung tetap juga berdatangan.
Ditemani seduhan kopi hangat, Nawir mulai menuturkan awal trennya kawasan puncak itu, hingga inisiatif dari pemuda setempat untuk mengembangkannya agar menjadi nilai ekonomis warga sekitar.
“Ini kawasan pedalaman, kita masih memegang teguh kearifan lokal terutama sopan santun,” ucap Nawir.
Begitupun, kata Nawir, mereka akan senang hati menerima pengunjung bahkan bersedia membantu apabila ada keperluan. Sebuah kearifan memuliakan tamu. Apalagi memasuki Wisata Puncak Lestari tidak dikenakan biaya.
Menunggu mentari menyapa, alunan gitar menghiasi malam kami, yang penuh bintang dengan penerangan bulan sabit. Udara dingin terasa menusuk sampai ke tulang. Akan tetapi semua itu terbayar dengan suasana riang malam.
Selang waktu beberapa jam, kawasan gunung itu mulai terlihat. Penanda hari sudah mulai pagi. Hal menakjubkan lainnya kembali kami nikmati. Sebuah suasana pagi serasa di atas awan. Pemandangan dataran bumi Gorontalo terlihat jelas dari puncak itu. Sangat disayangkan bila tak segera diabadikan momen yang menakjubkan itu.
Ketika hari mulai terik, kami menutuskan untuk pulang. Meskipun hanya satu malam berada di puncak itu. Keindahan alam, kearifan masyarakat, dan sinergi pemuda membantu membangun desa merupakan pengalaman berharga. *