Oleh: Hasanudin Djadin
5 Desember 2022. Provinsi Gorontalo genap berusia 22 tahun. Lazimnya setiap tahun. Berbagai kegiatan seremonial mewarnai hari jadi daerah yang dikenal dengan sebutan Serambi Madinah ini. Mulai dari upacara hingga beragam perlombaan.
Sejalan hal itu doa dan harapan silih berganti datang dari kalangan pejabat, pemuka masyarakat hingga warga di tingkat bawah. Ungkapan dalam bentuk karangan bunga hingga status dan story di media sosial. Berharap ke depannya Gorontalo semakin maju, semakin jaya, dan semakin sejahtera.
Usia 22 tahun bagi Provinsi Gorontalo tentunya tak sekadar angka. Apalagi hanya sebatas menandai perjalanan bertambahnya usia. Di momentum yang syarat akan nilai-nilai historis ini, menjadi saat yang tepat untuk meneguhkan kembali semangat berdirinya Gorontalo sekaligus merumuskan jawaban atas pertanyaan “Gorontalo mau ke mana?”.
Rumusan jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi penting sebagai panduan (guideline) bagi Provinsi Gorontalo ke depannya akan berada di mana dan menjadi seperti apa. Apakah menjadi daerah yang senantiasa melahirkan inovasi atau sekadar menjalankan rutinitas untuk pemenuhan administrasi? Menjadi daerah yang mandiri dengan kemampuan sendiri atau terus bergantung penuh pada dana transfer Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)?
Secara histroris, Provinsi Gorontalo memiliki peran strategis dalam perjalanan dan eksistensi Republik Indonesia. Di masa lampau, Gorontalo memiliki kedudukan strategis serta memainkan peran penting dalam jalur perdagangan di Kawasan Indonesia Timur. Termasuk dalam penyebaran agama Islam.
Pun demikian pada masa penjajahan. Provinsi Gorontalo tampil sebagai daerah pertama yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 23 Januari 1942.
Saat awal-awal berdiri sebagai daerah otonom, Provinsi Gorontalo berhasil mencuri perhatian di kancah nasional. Konsep pemerintahan berbasis swasta ikut memberi warna dalam pengelolaan birokrasi di tanah air. Salah satunya konsep Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) yang kini diadopsi dan diberlakukan secara nasional menjadi Tunjangan Kinerja ASN.
Demikian pula kinerja perekonomian melalui dua sektor unggulan yakni pertanian dan perikanan. Lewat program Agropolitan serta Minapolitan, Gorontalo berupaya memainkan peran strategis dalam sektor produksi dan perdagangan di kawasan Timur Indonesia. Yakni komoditi jagung dan ikan tuna.
Eksistensi dan peran yang telah dimainkan tersebut menjadi modal penting bagi Provinsi Gorontalo untuk merumuskan kembali arah dan tujuan yang hendak dicapai. Hal ini tidak bermaksud mengeyampingkan persoalan-persoalan kerakyatan seperti penurunan angka kemiskinan, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan perekonomian rakyat. Justru dengan adanya tujuan dan arah yang jelas dituju, rencana program dan strategi yang dilakukan akan berbarengan dengan upaya menuntaskan persoalan-persoalan kerakyatan.
Mengutip pernyataan seorang filusuf, Lucius Annaeus Seneca, “Jika tak ada yang tahu pelabuhan mana yang dituju, maka tidak ada angin yang menguntungkan”. Berangkat dari pernyataan tersebut, bertepatan dengan peringatan hari jadi yang ke-22 sudah sepatutnya bagi Gorontalo untuk meneguhkan arah yang akan ditempuh. Memantapkan tujuan yang ingin dicapai untuk menjawab pertanyaan besar yaitu Gorontalo akan jadi seperti apa?.
Usia 22 tahun bagi sebuah daerah terbilang memang masih belia atau muda. Tetapi hal itu jangan sampai membuat terlena. Para pemimpin di daerah ini teruslah berkolaborasi dan bersinergi membangun keunggulan daerah sebagai identitas. Para wakil rakyat teruslah bersuara lantang menyampaikan pandangan kritis yang konstruktif.
Para akademisi jangan pernah bosan untuk menghidupkan ruang-ruang diskusi untuk melahirkan gagasan dan ide-ide cerdas. Para generasi muda jangan pernah lelah membangun kompetensi serta keunggulan diri sebagai bekal melanjutkan tongkat estafet pembangunan daerah ini.
Dirgahayu Gorontalo. Jayalah selalu. (*)
Penulis adalah Wakil Direktur Gopos.id