GOPOS.ID, GORONTALO – Keputusan Ketua Asosiasi Futsal Provinsi (AFP) Gorontalo Jemmy Oli’i yang menjadikan Kota Gorontalo sebagai tuan rumah Liga Nusantara patut dipertanyakan.
Pasalnya lapangan yang digunakan hanya beralaskan lantai kasar dan tidak layak untuk digunakan sebagai venue iven regional tersebut. Keputusan ini tentu menimbulkan keresahan di kalangan pecinta futsal, pelaku olahraga, hingga masyarakat yang menginginkan penyelenggaraan kompetisi yang adil dan berkualitas.
Pecinta futsal provinsi Gorontalo, Ramli Lihawa menuturkan bahwa secara objektif, fasilitas futsal di wilayah Limboto Kabupaten Gorontalo jauh lebih layak dan sudah memenuhi standar Nasional. Sehingga kabupaten Gorontalo menjadi pilihan tepat sebagai tuan rumah Liga Nusantara 2025. Sebab segi kualitas lapangan, kelengkapan sarana, maupun kenyamanan bagi pemain dan penonton venue Limboto punya keunggulan yang tidak bisa disangkal.
“Kami menyesalkan keputusan ketua AFP Provinsi Gorontalo tidak menjadikan Limboto sebagai tuan rumah Liga Nusantara. Diduga ada indikasi kuat keputusan ini diambil bukan atas dasar pertimbangan teknis atau demi kelancaran acara, melainkan karena kepentingan pribadi. Ada dugaan kuat bahwa pemaksaan lokasi di Kota Gorontalo semata-mata untuk menguntungkan klub tertentu,” tutur Ramli.
“Ini bukan sekadar soal lokasi pertandingan. Ini soal prinsip keadilan dan integritas dalam dunia olahraga. AFP bukan milik segelintir orang atau klub, tapi milik semua. Ketika keputusan penting dibuat hanya untuk menguntungkan pihak tertentu, maka yang dirugikan bukan hanya tim lain, tapi juga semangat sportivitas dan kepercayaan publik terhadap organisasi futsal itu sendiri,” sambungnya.
AFP seharusnya menjadi payung besar bagi seluruh pecinta dan pelaku futsal di Gorontalo—bukan alat untuk mewujudkan agenda pribadi. Kepemimpinan dalam dunia olahraga menuntut keadilan, transparansi, dan keberpihakan pada perkembangan bersama, bukan kepentingan kelompok tertentu.
“Kami berharap suara-suara kritis dari komunitas ini tidak dianggap sebagai gangguan, tapi sebagai peringatan. Karena kalau olahraga sudah dipenuhi ego dan kepentingan, maka yang akan mati pertama adalah semangat juangnya,” tandas Ramli. (adm-01/gopos)