GOPOS.ID, MARISA – Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato makin mengkhawatirkan. Setelah sebelumnya terkonsentrasi di daerah pelosok seperti Kecamatan Buntulia, Dengilo, Taluditi, Popayato, dan Popayato Barat, kini praktik ilegal tersebut telah merambah ke jantung pemerintahan daerah, yakni Kecamatan Marisa.
Fenomena ini memicu kekhawatiran berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan aparat penegak hukum. Pasalnya, Marisa merupakan pusat aktivitas pemerintahan, pendidikan, dan pemukiman warga. Jika dibiarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan serius dalam waktu dekat.
Aktivitas tambang ilegal di Marisa mulai terpantau sejak akhir Mei 2025. Awalnya hanya melibatkan segelintir orang dengan alat sederhana. Namun dalam dua bulan terakhir, aktivitas meningkat signifikan. Kelompok penambang kini menggunakan alat berat seperti ekskavator dan mesin dompeng, yang beroperasi dari siang hingga malam.
Sejumlah titik rawan ditemukan di lahan-lahan kosong yang sebelumnya merupakan kawasan pertanian dan sempadan sungai. Bahkan di beberapa lokasi, suara mesin terdengar hingga ke permukiman warga.
Situasi ini mendapat perhatian Ketua DPRD Pohuwato, Beni Nento. Iamenegaskan persoalan tambang ilegal tidak bisa dianggap sepele, terlebih karena kini terjadi di kawasan strategis kabupaten.
“Terkait tambang di Teratai, kita tidak ingin ada kekacauan di lapangan. Bicara soal tambang, ini bukan soal ingin jadi kaya, tapi soal perut, soal kebutuhan hidup,” ujar Beni, Rabu (16/07/2025).
Beni mengungkapkan DPRD masih mengkaji legalitas wilayah tambang di Desa Teratai, belum melakukan kunjungan lapangan karena mempertimbangkan aspek keamanan.
“Kami belum turun karena harus hati-hati. Kita akan rapat dan saya akan bawa persoalan ini ke forum Forkopimda, supaya disikapi bersama. Jangan hanya DPRD yang turun berhadapan dengan penambang. Dulu pernah kejadian, tahun 2018 Forkopimda diserang saat turun di Hulawa. Kita tidak mau kejadian serupa terulang,” ungkap Beni
Beni juga mengakui masyarakat berada dalam dilema antara mencari nafkah dan menjaga lingkungan.
“Kita tahu ada kerusakan lingkungan, tapi bagaimana pengaturannya bisa lebih baik. Apalagi ini terjadi di pusat kabupaten yang jadi sorotan banyak pihak,” papar Beni
Meski begitu, Beni menegaskan DPRD tidak melarang masyarakat menambang, asalkan dilakukan dengan cara yang baik dan tidak merusak lingkungan. Contoh di Dengilo, pemerintah desa sudah mengeluarkan imbauan. Di Teratai pun demikian.
“Kalau ada masyarakat merasa terganggu, silakan disampaikan kepada pemerintah desa. Kami akan duduk bersama, seperti di Taluduyunu kemarin. Kalau memang masyarakat menolak, kita akan tindak lanjuti,” tutup Beni (Yusuf/gopos)