GOPOS.ID, GORONTALO – Ramadan 1443 H hampir memasuki sepuluh hari terakhir. Di penghujung ramadan, ada sebuah tradisi yang senantiasa dilaksanakan oleh masyarakat Gorontalo. Yakni malam tumbilotohe atau malam pasang lampu.
Tradisi tumbilotohe biasanya digelar pada tiga malam menjelangi malam lebaran atau dimulai pada malam ke-27 Ramadan. Pada masa lampau, tumbilotohe menggunakan ranting pohon yang diikat dan dibakar menjadi obor. Dipasang di tepi jalan menuju masjid. Fungsinya menerangi warga yang hendak menunaikan salat isya dan tarawih berjemaah di masjid.
Setelah obor, lampu tumbilotohe berkembang menjadi lampu tradisional berbahan bakar minyak kelapa atau lebih dikenal dengan sebutan padamala. Menggunakan wadah belahan pepaya, bilah bambu, ataupun kerang. Lalu kemudian ditempatkan di tempat yang tinggi agar cahanya bisa menerangi sekitar.
Penggunaan lampu pada tumbilotohe terus berkembang seiring kemajuan zaman. Dari padamala, lampu tumbilotohe berganti menjadi lampu botol. Berbahan baku minyak tanah. Penggunaan lampu botol ini terus bertahan hingga sekarang. Meski dari sisi jumlah penggunaannya tak se-semarak atau sebanyak sebelum-sebelumnya.
Selain menyajikan keindahan kerlap-kerlip nyala lampu, pelaksanaan tumbilotohe memiliki nilai ekonomis. Menjelang pelaksanaan tumbilotohe, para penjual lampu botol banyak yang bermunculan. Di Kota Gorontalo, misalnya, pedagang lampu botol untuk tumbilotohe dapat dengan mudah dijumpai di kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo. Ada pula di pinggiran beberapa ruas jalan utama di Kota Gorontalo. Salah satunya di Jl. Sam Ratulangi, Kelurahan Limba U1, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Di kalangan masyarakat Kota Gorontalo dikenal dengan sebutan jalan depan RRI.
Di tempat itu ada beberapa pedagang yang khusus menjual lampu botol. Mereka hadir dan berjualan hanya saat menjelang malam tumbilotohe saja. Lampu botol yang dijual dibuat dari lampu botol bekas minuman berenergi dipadu dengan sumbu. Botol-botol tersebut umumnya dikumpulkan sejak beberapa waktu lalu sebelum ramadan. Selain itu ada pula dibeli dari para pengumpul botol bekas.
Harga untuk lampu botol yang ditawarkan bervariasi. Mulai Rp5 ribu untuk 3 buah hingga Rp10 ribu untuk 6 atau 7 buah lampu botol. Tergantung nego dan kesepakatan. Selain paket lengkap (botol dan sumbu), mereka juga menawarkan sumbu lampu yang dibanderol Rp1.000 per buah.
“Lampu dan sumbunya dibuat sendiri, dibantu dengan anggota keluarga yang lain,” ungkap Ratna, penjual lampu botol saat ditemui gopos.id, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Lapak Pasar Senggol Kota Gorontalo Hampir Rampung
Stok lampu botol yang disediakan oleh para pedagang bervariasi. Satu pedagang rata-rata menyiapkan stok 300-500 buah. Bahkan ada yang di atas 1.000 buah. Namun ada pula yang hanya berjumlah puluhan hingga seratusan botol. Umumnya mereka menerapkan sistem penjualan konsiyasi. Dari satu pedagang besar didistribusikan ke beberapa pedagang kecil.
Namun stok yang melimpah ini belum berbanding lurus dengan tingkat permintaan. Menjelang pelaksanaan tumbilotohe yang lebih kurang sepekan lagi, permintaan lampu botol justru masih sepi. Bahkan rata-rata pedagang mengaku masih kosong permintaan. Situasi yang bertolak 180 derajat dibandingkan lima atau enam tahun ke belakang. Yang saat itu permintaan sudah mulai melonjak saat memasuki pertengahan Ramadan.
“Saat ini masih sepi. Mudah-mudahan tiga atau dua hari sebelum tumbilotohe penjualan akan ramai,” ungkap Ratna penuh harap.
Transformasi penggunaan lampu untuk malam tumbilotohe, yang sebelumnya menggunakan lampu berbahan bakar minyak menjadi lampu listrik/lampu hias, menjadi salah satu faktor utama menurunnya tingkat permintaan lampu botol. Faktor lainnya adalah terbatasnya akses mendapatkan minyak tanah dan harganya yang lumayan mahal.
Bila pada era 1990-an hingga awal 2000-an, lampu botol menjadi primadona dalam pelaksanaan tumbilotohe, kini eksistensi tersebut mulai terselingi oleh lampu listrik/lampu hias. Bahkan beberapa waktu terakhir begitu kentara kesan bila lampu botol ‘hanyalah pelengkap’ pelaksanaan tumbilotohe. Dalam artian, penggunaan lampu botol sifatnya pemenuhan tradisi adat yang diwarisi dari generasi ke generasi. Sementara untuk fungsi keindahannya telah disubstitusi oleh lampu hias.(Farun/gopos)