GOPOS.ID, MARISA – Ancaman gagal panen membayangi para petani di Kecamatan Buntulia dan Duhiadaa, Kabupaten Pohuwato. Dari luas lahan yang mencapai lebih dari 2.000 hektar, 65 persen di antaranya menghadapi kegagalan panen.
Berdasarkan pendataan sementara, sekitar 65 persen petani sawah di Kecamatan Buntulia mengalami gagal panen. Kondisi lebih parah terjadi di Kecamatan Duhiadaa dengan tingkat kegagalan mencapai 90 persen. Secara keseluruhan, sekitar 80 persen petani di kawasan ini mengalami kegagalan panen.
Masalah utama penyebab kegagalan ini berasal dari menurunnya kualitas air irigasi akibat sedimentasi, pencemaran, serta intrusi air laut yang mengubah sebagian lahan pertanian menjadi tambak.
Tak hanya itu, petani juga melaporkan gejala gatal-gatal saat mengolah sawah, yang memperkuat dugaan adanya pencemaran dan perubahan tingkat keasaman (pH) tanah, sehingga para mendesak dilakukannya uji laboratorium terhadap air dan tanah.
Data kerusakan berdasarkan kelompok tani wilayah daerah Irigasi Taluduyunu yang memiliki cakupan lahan seluas 2.212 hektare, kini terdampak parah. Belasan organisasi petani seperti P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air), GP3A (Gabungan P3A), dan IP3A (Induk P3A) turut terkena dampak langsung dari krisis ini.
Ketua P3A Mitra Tani, Abdul Manan Lukum, menggambarkan kondisi petani sebagai sangat memprihatinkan. Selain gagal panen, sebagian lahan juga telah berubah fungsi menjadi empang akibat intrusi air laut yang makin parah.
“Kami bukan hanya kehilangan hasil panen, tapi juga kehilangan modal. Sudah tanam, padi mati. Hutang pupuk dan ongkos tanam tetap harus dibayar,” ujar Abdul Manan, Selasa (22/7/2025).
Kondisi semakin parah karena para petani tak lagi memiliki modal untuk memulai musim tanam baru. Pengusaha penggilingan dan pemilik lahan yang biasanya memberi pinjaman modal kini memilih mundur, karena risiko kerugian yang tinggi.
Akibatnya, jadwal tanam yang seharusnya berlangsung mulai 23 Juli hingga 10 Agustus 2025 belum bisa dimulai. Hingga kini, nyaris tidak ada aktivitas pertanian di lapangan.
“Tidak ada gerakan di lahan. Kami tak bisa bergerak tanpa modal. Pemilik lahan juga pasrah. Ini bukan hanya gagal tanam, tapi bisa jadi musim paceklik panjang,” tambah Abdul Manan.
Krisis ini tidak hanya soal hasil pertanian yang hilang, tapi juga menyangkut kelangsungan hidup ribuan petani dan keluarganya. Para petani mendesak pemerintah daerah dan pusat untuk segera mengambil langkah nyata, bukan sekadar bantuan bibit atau pupuk.
Mereka menuntut perbaikan sistem irigasi, uji kualitas air dan tanah, serta penyediaan asuransi pertanian. Solusi jangka panjang yang sangat dibutuhkan agar musim tanam berikutnya bisa berjalan.
“Kalau tidak ada perbaikan air, jangan harap musim tanam berikut bisa dimulai. Air sudah tercemar. Beberapa lahan sudah tak bisa ditanami lagi karena berubah jadi tambak,” tutup Abdul Manan.
Kecamatan Buntulia:
Total lahan kelompok : ±372,58 Ha
Total areal anggota : ±568,30 Ha
Kecamatan Duhiadaa:
Total lahan kelompok : ±1.025,43 Ha
Total areal anggota : ±1.103,00 Ha
(Yusuf/gopos)