GOPOS.ID, GORONTALO – Pemerintah Kabupaten Gorontalo menaruh perhatian serius pada isu tentang perempuan dan anak khususnya dalam kasus pernikahan dini dan kekerasan terhadap anak.
Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Gorontalo, pemerintah menggelar rapat koordinasi membahas berbagai upaya terhadap pencegahan Kekerasan Terhadap Anak (KTA), perkawinan anak, pornografi, dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Asisten I Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Gorontalo, Nawir Tondako menyebutkan isu yang menjadi bahasan utama dalam rapat koordinasi ini masih menjadi masalah serius di Kabupaten Gorontalo. Olehnya, pemerintah menurutnya harus hadir sebagai bagian dari solusi pencegahan.
“Pemerintah harus hadir untuk mencegah dan mengatasi persoalan ini,” tegas Nawir.
Tidak berhenti sampai di situ, Nawir menyebutkan Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) khusus guna mengatur alur penanganan secara lebih terstruktur. Di dalam Perbup tersebut, kata Nawir, akan mengatur juga tentang lanvkah darurat apabila kasus sudah terlanjur terjadi.
Kepala Dinas P2TP2A Kabupaten Gorontalo, Zescamelya Uno, turut khawatir atas maraknya perkawinan anak yang bahkan tidak tercatat secara hukum.
Menurutnya, kondisi ini berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial di masa depan, terutama bagi anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.
“Kami menemukan banyak kasus pernikahan tidak tercatat. Ini berbahaya karena akan berdampak hukum pada anak mereka kelak,” kata Zescamelya.
Ia menjelaskan, pihaknya memiliki kewenangan untuk melakukan asesmen terhadap calon pengantin di bawah umur, sebelum mereka mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Zescamelya menyoroti peran gadget dan konten pornografi sebagai faktor pemicu utama perilaku seksual dini. Karenanya ia mengimbau orang tua agar membatasi penggunaan handphone pada anak-anak.
“Rasa penasaran dari paparan konten tidak layak dapat mendorong anak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Kontrol orang tua sangat penting,” imbuhnya.
Menurut data Dinas P2TP2A, sebanyak 119 kasus perkawinan anak tercatat sepanjang 2024, dan hingga Juni 2025, angka tersebut telah mencapai 65 kasus.
Melihat tren tersebut, pemerintah dituntut untuk bertindak cepat menekan angka pernikahan dini di wilayah ini.
“Kami akan menyusun regulasi yang tak hanya mencegah, tetapi juga membina anak-anak yang sudah terlanjur masuk dalam pernikahan usia dini,” pungkas Zesca. (Abin/Gopos)