GOPOS.ID, GORONTALO – Pengedaran minuman keras di Provinsi Gorontalo masih menjadi pekerjaan rumah bagi penegak hukum, pemerintah bahkan seluruh pihak. Pasalnya, Gorontalo dengan julukan Serambi Madinah tidak relevan dengan posisi Gorontalo yang masuk dalam daftar empat besar sebagai daerah pengonsumsi miras tertinggi di Indonesia.
Aturan mengenai pengawasan dan pengendalian minuman beralkol di Gorontalo telah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Namun, aturan ini dinilai tidak lagi efektiv dan sudah tidak harmoni dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
Dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Provinsi Gorontalo dan beberapa unsur terkait, Senin (16/1/2023). Kemenkumham menyampaikan hasil kajian dan evaluasi mengenai Perda Nomor 16/2015 ini.
Kasubbid Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah, Kemenkumham Gorontalo, Jefri Pakaya, mengatakan Kemenkumham memberikan rekomendasi terhadap pencabutan Perda Nomor 16/2015 ini. Rekomendasi ini diberikan berdasarkan kajian dan evaluasi yang dilakukan oleh Kemenkumham terhadap Perda ini.
Pengkajian dilakukan dengan menganalisis pasal demi pasal dalam perda ini. Kemenkumham menemukan sebagian besar pasal tidak lagi relevan dengan aturan yang berlaku.
“Dari hasil kajian Kemenkumham terkait perda ini ada dua hal yang kami rekomendasikan pertama bahwa kami merekomendasikan perda ini dilakukan pencabutan karena berapa substansi aturan dalam perda ini tidak sesuai lagi dengan peraturan yang ada,” ujar Jefri.
Jefri menjelaskan, substansi dari perda yang dituangkan dalam pasal-pasalnya tidak lagi relevan dengan aturan yang berlaku saat ini. Salah satu contoh mengenai pasal yang mengatur kewenangan daerah antara provinsi dan kabupaten/kota dalam mengawasi dan mengendalikan peredaran minuman beralkol.
“Dalam tataran implementatif, perda ini dilapangan sudah dievaluasi dan tidak implementatif. Sudah tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat,” sebutnya.
“Sehingga kami merekomendasikan Perda ini dilakukan pencabutan dan dibuat peraturan yang baru yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang ada,” ujarnya.
Sementara, Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Gorontalo, Adnan Entengo mengatakan, DPRD akan menjadikan rekomendasi Kemenkumham sebagai dasar dalam melakukan pencabutan terhadap perda ini.
“Kajian tadi dari kemenkumham menjadi landasan kami dalam melakukan perubahan di mana perda ini belum maksimal diterapkan. Olehnya itu, atas aspirasi masyarakat dan juga lembaga terkait bahwa perda ini belum punya kekuatan yang penuh makanya kami bapemperda melakukan kegaitan ini,” ujar Adnan kepada awak media.
Adnan berhadap melalui pembentuan perda yang baru yang bakal mencabut perda minuman keras yang lama bisa menekan peredaran miras di Gorontalo.
“Mudah-mudahan membuat perda ini bermanfaat lagi. Karena berdasarkan kajian kemenkumham sudah lebih dari 50 persen ketentuan peraturan produk hukum daerah ini sudah tidak sesuai lagi. Makanya akan dilakukan pembentukan peraturan daerah yang baru dan sesuai,” ujarnya.
Adnan menjelaskan, ada kewenangan yang sebetulnya bukan kewenangan provinsi diatur dalam perda nomor 16 tahun 2015 ini, sehingga perlu lagi adanya penyesuaian terahadap peraturan. (muhajir/gopos)